webnovel

Hadiah

Subuh masih lama, sekitar satu jam lagi. Selepas shalat, Zara langsung menyibukan diri mengecek ponsel yang sedari kemarin tak tersentuh sama sekali. Ia menatap pesan dari Nifa.

'Ra, besok kamu ada rencana apa? Mau ngajak jalan nih, suami tercinta sedang tugas.'-Nifa.

Zara tampak berpikir, namun belum memutuskan untuk mengirim balasan pada sahabatnya itu. "Jangan mainin ponsel terus, kasihan dianya sakit hati." Suara itu sudah tak asing lagi di telinga Zara. Ia menatapnya dengan kerutan di dahi. Sedangkan yang ditatap hanya tersenyum, merasa tak berdosa.

"Aish.. Apaan." Balasnya, ia kembali fokus pada benda berbentuk persegi panjang itu.

"Kalau bosan, lebih baik kau buka bingkisan itu. Bukannya perempuan suka hadiah-hadiah atau kejutan." Ucap Zia, ia sedang memperhatikan satu persatu dari tata letak kamar istrinya. Tak ada mewah-mewahnya sama sekali, namun ini cukup nyaman.

Mendengar itu Zara menggelengkan kepalanya, "Aku enggak." Ucapnya seolah-olah tak perduli. Ia masih menghawatirkan hatinya sampai saat ini. Takut kalau-kalau, hatinya nanti harus mengalami perawatan karena kejang-kejang setiap saat. Ia kembali menyibukan diri dengan ponselnya, disamping itu untuk menemani suasana sepi yang tercipta ia mendengarkan playlist murottal yang keluar dari dalam benda itu.

"Zara, ayo kita rapihkan. Ini menghalangi, dan sangat tidak terlihat rapi." Ajaknya, Zara masih sibuk dengan ponselnya. "Zara.. Apa kau mau ikut?" Tanyanya dengan nada yang lembut.

"Emmm.. tidak. Aku tidak tertarik. Jika kau penasaran, silahkan membukanya tanpaku." Jawabnya, dengan fokus yang sama.

Zia hanya menggelengkan kepala, melihat Zara yang berguling-guling di atas kasur dengan kain yang kebesaran itu. Ia berdiri menuju hadiah yang tertumpuk-tumpuk, untuk dirapikan. Satu persatu hadiah itu dipisahkannya dari kertas yang membungkusnya.

"Zara, ini alat kecantikanmu. Simpan segera, bahannya ada yang dari kaca takutnya malah pecah." Ucap Zia yang hanya dibalas dengan gumaman oleh Zara.

"Oh sepertinya ini untuku. Baik sekali, memberikanku headphone terbaru." Ucapnya antusias. "Ini milikmu, sepertinya koleksi pakaianmu akan bertambah banyak. Banyak yang memberikan gamis dan kerudung.. Ah, ada juga yang memberikanmu perhiasan. Dari siapa ya? Tunggu, ini dari Bang Ata dan istrinya... Baik sekali mereka." Sungguh, antusias Zia sangat menggebu-gebu. Tingkah mereka seperti yang terbalik, Zia yang tenang itu menghilang tergantikan oleh Zia yang menemukan sesuatu yang menarik perhatiannya. Seperti mainan waktu kecil, misal. Sungguh imut.

"Siapa itu?" Tanya Zara, basa basi namun fokusnya masih tetap sama.

"Yang mengantarku waktu ta'aruf" Jelasnya singkat. "Hey.. lihat ini. Kita dikirim baju pasangan yang sangat lucu." Jeritnya. Zara hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Sungguh kekanak-kanakan. Lalu, setelah itu tidak ada suara berisik lagi yang terdengar.

Zara terdiam beberapa saat, mencoba memastikan "Hey.. Kenapa kau diam? Tadi saja berisik kayak anak kecil." Ucap Zara, ia berusaha bangkit dan mencari sumber ke anehan itu di balik Zia.

Itu.. sungguh memalukan. Kenapa 'itu' ada di sana? Siapa yang memberinya?

Otaknya tidak berkeja dengan cepat kali ini, Zara terbengong. "Umm.. itu.." Ucap Zia tergagap, bingung harus mulai dari mana. Kegagapan itu membuat Zara kembali tersadar, ia dengan cepat mengambil alih benda tersebut dari genggaman Zia. Pipinya merah merona menahan malu, bagaimana tidak. Itu dalamannya dan beberapa lingerie lainnya di pegang begitu saja sama seorang laki-laki. Meskipun itu suaminya, tetap saja ia mempunyai rasa malu.

Ia dengan gesit membersihkan barang-barang yang ada dihadapannya, "Sudahlah.. Cepat siap-siap kita shalat berjamaah. Sebentar lagi subuh tiba." Ucap Zara mencoba mengalihkan perhatian sang suami dari benda itu. Zara melihat secarik kertas yang ada di tangan kiri suaminya, ketika ia membaca matanya langsung memerah..

-Zara, berterima kasihlah kepadaku. Aku sudah memilihkan yang terbaik diantara yang terbaik. Pasti suamimu sangat suka. Cobalah secepatnya.. ♡. Love you, Nifa-

'Awas kau, Nifa. Kau membuatku kehilangan muka.' Geramnya dalam hati.

"Tak apa nanti juga terbiasa." Lirih Zia tanpa disadari oleh dirinya sendiri.

"Apa?" tanya Zara memastikan.

Kesadaran Zia kembali, ia hanya nyengir kuda. "Untuk celana dalam dan teman-temannya." Akunya tanpa rasa malu, membuat Zara yang mendengarnya tak tahan akan pipi yang kian lama kian memanas. Sungguh tak ada istirahat untuk hati dan wajahnya dari senam jantung setiap saat.

Terima kasih, readers ♡. Mohon doanya untuk bisa menyampaikan semuanya dengan baik. Untuk up 2x, akan berusaha di coba ya.. Maaf kalau jika terjadi sesuai keinginan kalian ♡.

hsudhcreators' thoughts