webnovel

"Ayo.."

Zara melirik jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangannya, ia melihat waktu masih menunjukan pukul 2 siang, masih cukup lama untuk menunggu Zia selesai dengan urusan kantornya. Ia memutuskan untuk ke pusat perbelanjaan dekat kampus membeli beberapa sayur mayur dan juga beberapa kebutuhan kacilnya.

Ketika ia sedang memilih harga sayuran, ia merasa tersentak dengan sentuhan seseorang. "Ah maaf..." Sapanya ketika ia berbalik dan mendapati wajah seseorang berkerut dengan masam.

"Ah, lo Zara ya.." Sapanya ramah.

"Humm, iya.. Apa ada yang bisa saya bantu?" Tanya Zara pada gadis yang memiliki rambut bergelombang itu.

"Sya, lo lagi ngomong sama siapa?" Tanya seseorang dari arah belakang Zara.

Wanita yang mengenakan kerudung hitam itu membalikan diri, "lo ngapain di sini? Dan ngapain lo Sya dekat-dekat cewek ganjen ini?" Tanyanya dengan wajah yang ditekuk keras. "Gak tahu malu, udah punya cowok juga masih aja kecentilan sama cowok lain. Heh, sadar lo tuh udah nikah." Cecarnya.

Zara tampak bingung dengn perlakuan gadis tersebut, pasalnya ia tidak mengenalnya sama sekali. Ini pertemua pertama mereka, tapi kesan pertama yang diberikan oleh gadis itu sungguh tidak menyenangkan. "Apa ya maksud, Mba? Memang kita pernah kenal sebelumnya?" Tanyanya dengan sopan.

"Halah, ngibul aja terus. Dasar cewek PHO, hobi banget merusak hubungan orang." Ketusnya. Mereka meninggalkan Zara dengan kebingungan di dalamnya.

'Ah, mungkin hanya salah orang. Itu bukan hal yang besar.' Pikirnya.

Ia memutuskan untuk berkeliling sekali lagi, sebelum akhirnya menuju kasir untuk melakukan pembayaran.

Ia melangkahkan kaki dari pusat perbelanjaan di sekitar kampusnya itu, dan terhenti ketika menyadari bahwa di luar hujan turun cukup deras. Ia memutuskan untuk meneduh di sekitar pusat perbelanjaan itu.

Waktu berjalan begitu cepat, yaa meskipun sangat lambat terasa. Adzan sudah berkumandang, namun belum ada pergerakan sama sekali darinya. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke dalam dan bertanya tempat shalat.

Setelah shalat, ia kembali ke halaman pusat perbelanjaan. "Zara, Asaalamualaikum." Sapa seseorang. "Taqdir nih, ketemu kamu di sini."

"Ah, Waalaikumussalam.." Jawabnya dengan cukup ketus. Lalu ia menyibukan diri untuk mengambil sesuatu di dalam tasnya tanpa sedikit pun membiarkan dirinya menatap seseorang itu.

"Ra, hujan. Mau aku antar sampai kosan mu? Atau.. mau sampai rumahmu?" Tawarnyaa dengan senyum sebaik mungkin. Ya, meskipun ia tahu ia tak pernah dilirik oleh wanita di hadapannya. Akan tetapi entah mengapa ia memiliki suatu keharusan untuk memaksimalkan penampilannya.

"Tidak perlu. Silahkan pergi, tidak ada yang perlu dibicarakan kan?" Tanyanya, ia kemudian melihat notifikasi di layar handphonenya yang tak lama kemudian sebuah panggilan muncuk di layar.

"Assalamualaikum.." Sapanya pada seseorang dibalik telpon itu.

"Waalaikumussalam, sedang apa?" Tanyanya.

"Ah, aku sedang di pusat perbelanjaan." Ucapnya jujur.

"Ngapain di sana? Sama siapa?" Tanyanya lagi dengan kerutan di keningnya.

"Ah aku tadi sendirian, karena Nifa dan Vara sedang ada urusannya masing-masing. Kenapa?" Tanyanya balik.

"Aku hampir sampai di kampusmu, cepatlah keluar." Perintahnya. Saat itu juga entah mengapa perasaan Zara menghangat. Dulu kalau ia pergi belanja sendiri tak ada yang menemani terlebih untuk menjemput. Tapi, saat ini setelah ia merelakan status lajangnya. Ada seseorang yang begitu peduli dimana pun ia berada. Yaaa kasarnya ponsel yang selalu berdering sesekali karena teman yang menanyakan tugas ataupun kegiatan organisasi kini lebih sering terdengar karena pertanyaan khawatir dari seorang suami.

Ah, aku semakin merasakan kehangatan ini. Ucapnya kembali tersenyum.

"Wah, ada kabar bahagia apa ini?" Tanya seseorang lagi yang dalam sekejap menghancurkan moodnya. Sungguh mengesalkan.

Tiba-tiba ada seseorang yang menghampiri keduanya dengan payung ditangannya. "Ayo.." Ajaknya pada sang wanita. Lalu ia menganggukkan kepala secara sopan pada laki-laki yang sejak tadi berusaha mendekati wanitanya. Dan reaksi Zara hanya tercengang dengan kelakuan suaminya itu. Tapi tak dapat dipungkiri, kebahagiaan itu kembali hadir dengan hadirnya dia yang mencinta.