Adiyaksa merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur setelah lelah menghabiskan waktu bersama Cintia sehari penuh. Adiyaksa juga kembali ke rumahnya setelah jam mahal yang melingkar pada pergelangan tangannya menunjukkan pukul tiga sore.
Sebenarnya Adiyaksa tidak ingin pulang ke rumahnya. Karena hatinya terasa berat. Jika tidak melihat pujaan hatinya sehari saja. Beruntung dia masih bisa bernapas meski berjauhan dengan pujaan hatinya.
"Semoga kamu wanita terakhir di hidupku ya dek. Semoga gak ada lagi yang bisa menjauhkan kita, semoga kita bisa menikah dan menciptakan keluarga bahagia, meski…." Adiyaksa menghela napasnya berat saat mengingat apa yang sudah membuatnya berpisah dengan mantan istrinya.
"Mas harap kamu bisa menerima mas ya dek, mas gak bisa lagi kalau harus kamu tolak," gumam Adiyaksa sambil menatap lurus atap kamarnya.
Adiyaksa jadi membayangkan berbagai kemungkinan kalau sampai Cintia tahu keadaannya yang sebenarnya dan tahu alasannya sebenarnya bercerai dengan istrinya.
Bukan maksud Adiyaksa masih mencintai mantan istrinya, tapi dia masih merasakan sakit jika mengingat alasannya berpisah.
"Tapi siapa juga yang mau sama laki-laki kaya aku sih dek. Kalau kamu tahu alasannya … Apa kamu juga bakalan ninggalin mas dek?" Meski Adiyaksa tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dengan hubungannya bersama Cintia, tapi dia hanya berandai jika Cintia sudah menjadi miliknya.
"Gak gak. Aku gak cuma berandai, tapi memang Tia nanti pasti akan menerima aku. Terpaksa atau tidaknya Tia, dia harus menerimaku."
"Terlepas dari apa alasannya bercerai, selama ada uang mas akan perjuangkan kamu dek, apapun risikonya." Adiyaksa mengepalkan tangannya kuat, sekuat tekadnya yang ingin mendapatkan Cintia sebagai pendamping hidupnya.
Restu Bagas serta orangtua Cintia saja sudah dia dapatkan, lalu apa gunanya Cintia setuju atau tidak. Biarkanlah Adiyaksa egois kali ini saja, dia hanya berusaha mendapat apa yang dia mau.
Dia kaya dan memiliki segalanya, jadi tidak akan sulit untuk mendapatkan seorang Cintia.
Adiyaksa bergegas membuka pintu kamarnya saat terdengar ketukan berkali-kali.
"Iya ma?"
"Gimana hari ini? Kapan pujaan hatimu itu kamu ajak ketemu mama." Rahayu melangkah masuk kedalam kamar anak laki-lakinya.
"Tunggu ya ma, sabar dulu. Masih diluluhkan ini hatinya calon mantu mama." Rahayu mendengus gemas melihat sikap sang anak yang suka aneh-aneh ini.
"Baik-baik kamu sama adiknya Bagas. Kalian kan udah kenal, maksud mama itu kamu sama Bagas. Jadi kalau kamu sampai berjodoh sama adiknya Bagas ya bagus gitu maksud mama."
"Semoga dia pasangan yang tepat juga buat kamu. Mama pernah sih beberapa kali ketemu sama Cintia, dia gak tahu sih mama siapa, tapi dia sopan sama mama, baik juga anaknya."
"Seksi lagi. Sesuai tipe kamu kan?" Rahayu menatap anak laki-lakinya dengan alis yang ia naik turunkan.
Adiyaksa tertawa keras saat melihat perlakuan mamanya. Tidak heran dia bisa bersikap seperti ini, pastinya buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
"Kamu jaga dia ya nak, jauhkan dari mantan istrimu."
"Semoga di gak mengganggu kamu lagi," lanjut Rahayu sendu.
Adiyaksa yang baru saja merebahkan tubuhnya pada sofa di samping tempat tidurnya pun bergegas untuk menuju sang mama. Dia tidak tahu bahwa mamanya masih mengingat beberapa hal buruk yang menyangkut mantan istrinya.
Adiyaksa tahu seberapa cemas ibunya saat melihat hubungan anaknya kembali kandas karena mantan istri yang kembali mengganggu. Terlebih mengancam akan membongkar semua rahasia Adiyaksa ke publik.
Adiyaksa memang tidak terlalu mengambil pusing akan hal itu. Tapi sang mama justru membuat ancaman dari mantan istrinya sebagai pikiran. Bahkan Rahayu sempat jatuh sakit karena terlalu memikirkan Adiyaksa yang diancam oleh mantan istrinya sendiri.
"Mama tenang ya, Adi akan membereskan semua masalah saat akan menikah dengan pasangan Adi nanti. Adi juga yakin pasti sebentar lagi akrn menikah dengan Cintia."
"Adi juga pasti akan membalas wanita itu kalau sampai mengganggu hubungan Adi sama Tia ma," lanjut Adiyaksa dalam hati.
Dia sudah terlalu lama diam selama ini, jadi tidak akan ia biarkan lagi kalau sampai wanita licik itu kembali mengganggu hidupnya. Kalau perlu Adiyaksa akan membuat wanita itu tahu, siapa Adiyaksa sebenarnya.
Lingkungan pengusaha yang keras, akhirnya membuat Adiyaksa juga terbiasa dengan kerasnya hidup. Dia tidak akan menjadi sukses seperti sekarang kalau dia tidak cepat beradaptasi dengan lingkungannya.
"Kalau sampai kamu mengganggu hubunganku kali ini, aku juga bisa menyingkirkan kamu dengan tanganku sendiri," batin Adiyaksa licik.
***
Cintia menghela napasnya saat bayangan Adiyaksa tidak juga menyingkir dari kepalanya. Laki-laki itu seolah berputar dan berlarian di dalam otaknya. Tidak lupa dengan senyuman penuh pemikat yang Cintia masih ingat dengan jelas.
"Gak gak, gak boleh." Cintia kembali meyakinkan dirinya bahwa dia tidak boleh secepat ini jatuh ke dalam pesona Adiyaksa.
Dia memang cukup sering berinteraksi dengan laki-laki akhir-akhir ini. Untuk alasan apa lagi kalau bukan untuk mencari calon suami yang sesuai. Tapi Cintia juga belum menemukan sosok yang sesuai sebenarnya.
Dia memang menyukai mantan kekasihnya, menyayangi mereka selayaknya menyayangi pasangannya. Tapi… Cintia tidak tahu kenapa tidak ada rasa menggebu di dalam hatinya untuk hidup bersama mantan kekasihnya dulu.
"Aku ini sebenarnya kenapa sih? Kok kaya orang gila gini," gumam Cintia frustasi. Pasalnya Cintia sangat ingin tersenyum padahal dia tidak tahu apa alasannya.
Cintia merasa ada yang aneh dengan tubuhnya karena dulu dia tidak seperti ini saat bersama mantan kekasihnya. Cintia juga jadi terpikirkan bahwa siapa yang sebenarnya salah dalam hubungannya selama ini? Kenapa mantan kekasihnya selalu menggunakan dirinya sebagai alasan kandasnya hubungan.
"Kayanya aku napas aja jadi masalah kalau sama mereka." Cintia mendengus kesal saat mengingat bagaimana mantan kekasihnya dulu saat memutuskan hubungan.
Bisa-bisanya mereka mengatakan Cintia terlalu cuek menjadi wanita, lalu mengatakan Cintia terlalu egois menjadi wanita. Tidak mencintai pasangan dengan tulus, bahkan Cintia masih ingat ada mantan kekasihnya yang mencaci makinya karena Cintia sama sekali tidak mencintainya karena menolak untuk diajak pergi ke salah satu hotel.
"Emangnya aku wanita begituan apa sampai diajak ke hotel! Sialan!" Cintia memukul bantalnya keras.
Jika semua wanita akan begitu menyombongkan keseksian pada tubuhnya lalu menampakan tubuhnya dengan mudah melalui cara berpakaian yang kurang pantas. Tapi tidak dengan Cintia, dia sudah sebisa mungkin menutupi bagian-bagian tubuhnya dengan berpakain sopan. Meski dia bangga memiliki tubuh yang seksi, tapi karena tubuh seksinya juga dia sering menjadi pusat perhatian dan Cintia tidak suka menjadi pusat perhatian.
"Semoga kamu gak akan kecewakan aku mas," gumam Cintia dengan pikiran yang kembali melayang kesana kemari. Semoga pilihan orangtua serta kakaknya tidak salah seperti pilihannya selama ini. Dia mengaku telah asal memilih calon suami, hanya saja Cintia tidak ingin secara terus terang mengaku di hadapan orangtuanya serta kakaknya.