webnovel

Episode 7 - Rumah

‘Tempat untuk aku pulang.’

Hari ini terasa melelahkan bagi Kim Se Rin. Mantan pacarnya melakukan segala cara untuk membuatnya kesal di lokasi syuting bahkan menerornya lewat pesan teks. Dibantingnya ponsel genggam berwarna putih ke sembarang arah, menggerutu tak jelas seraya menghempaskan diri pada sofa. Han Seung Woo yang mengekor di belakang urung membuka mulutnya, tersentak ketika mendengar suara melengking disusul jeritan frustrasi.

“Se Rin-ah tenanglah,” kata Seung Woo hati-hati.

“Apa Oppa bisa tenang jika di posisiku? Ouh, tentu saja kau bahkan bisa setenang air di permukaan datar, terkena lemparan batu pun tak bergeming!” cerocos Se Rin tak membiarkan Seung Woo menjawab, “Aku ingin ponsel baru!” tambahnya cepat.

Jika suasana hati Se Rin terus begini, maka tidak ada kesempatan untuk Seung Woo memberitahu berita ledakan lumbung padi yang terjadi di Busan. Sepanjang hari ini dia juga merasa gelisah, berita tadi siang yang dilihatnya di restoran chiken terus terngiang di telinganya. Tidak ada saksi mata, pihak kepolisian kesulitan mencarinya karena tak ada CCTV di sekitar tempat kejadian.

Demi menghilangkan kegelisahannya, Seung Woo menyiapkan dua cangkir coklat panas untuknya dan Se Rin. Semoga saja setelah meminumnya Se Rin akan lebih tenang dan tak terlalu memikirkan perbuatan nekat Min Ho, yang mengancamnya akan bunuh diri jika tak kembali menjadi pacarnya.

Sesaat setelah menyesap coklat panas, Se Rin melirik bingung Seung Woo, ia merasakan kegelisahan sang manager.

“Ada apa?” tanya Se Rin terdengar agak ketus.

“Apa boleh mengatakannya sekarang?” Seung Woo balas bertanya, ketenangan dalam dirinya hilang.

Alis mata Se Rin bertaut, tak biasanya lelaki setenang Seung Woo seperti ini. “Memangnya apa yang mau kau katakan?” tak ada jawaban, Se Rin meneruskan berpikir akan membantu Seung Woo agar merasa lega, “Katakan saja jika itu membuat rasa gelisahmu berkurang, aku tidak akan marah asal bukan tentang Min Ho!”

“Pegang ucapanmu.” sahut Seung Woo menerima jaminan Se Rin tidak akan marah sekali lagi, raut wajahnya berubah serius. “Begini tadi siang aku menonton berita,”

“Jangan-jangan berita aku disiram air oleh Min Ho!” sela Se Rin terperanjat dari duduknya.

“Tidak ada sangkut pautnya dengan lelaki itu!” sanggah Seung Woo sedikit dibuat gereget, ia buru-buru menambahkan, “Ledakan yang kita lihat di lumbung padi, kau ingat?”

“Di Busan?” Seung Woo mengiyakan, “Kejadian seperti itu mana mungkin terlupakan, kau sudah cari tahu siapa yang membawa syalku,” imbuh Se Rin dalam mood yang membaik.

Dalam hati Seung Woo ingin sekali merutuki Se Rin, “Sayang sekali bukan itu yang kuketahui dari berita, apa kau tidak berpikir masalah ini serius, polisi sedang mencari saksi. Mereka bilang ada korban akibat ledakan itu, ada banyak darah ditemukan di dalam lumbung!”

Se Rin mendadak duduk tegak, “APA!?” pekiknya terbeliak menatap Seung Woo yang juga gemetar. “Jadi Oppa ingin mengatakan bahwa kita adalah saksi mata dari kejadian itu, aku tidak mau … aku tidak mau bersaksi!” ia menatap curiga Seung Woo, segera menanyakan apa yang terlintas di benaknya, “Jangan bilang Oppa akan pergi bersaksi?”

“Kita tidak bisa membiarkan ketidakadilan ini, seseorang atau bahkan lebih telah meninggal dalam ledakan itu,” pantas saja Seung Woo merasa tak tenang, ia mengetahui sesuatu dan harus mengatakannya agar bisa membantu penyelidikan. “Pria yang tertabrak itu mungkin pelakunya,” tambahnya sangsi.

Hening. Satu menit berlalu. Se Rin dan Seung Woo saling pandang.

“TIDAK!” tegas Se Rin menimbang-nimbang kemungkinan, “Bisa saja dia korban yang selamat, selama aku belum menemukannya tidak akan ada di antara kita yang bersaksi.”

“Tapi,”

“Karena ini masalah serius kita harus hati-hati, aku juga seorang publik figur. Bagaimana bisa aku bulak balik untuk memberikan keterangan ke kantor polisi selama ada paparazi yang mengikuti,” kata Se Rin lebih tenang dari sebelumnya, ia mengingatkan Seung Woo untuk tetap diam jangan pergi tanpa sepengetahuannya. “Karirku mulai menanjak setelah mendapat penghargaan, setidaknya aku cukup terkenal,”

“Bukankah bersaksi adalah hal baik, mana bisa mempengaruhi citramu.”

“Lagi pula kita tidak akan banyak membantu, biarkan polisi yang menanganinya.”

Baik Se Rin maupun Seung Woo tak merasa lebih tenang, kenyataannya mereka masih memikirkan bagaimana baiknya menghadapi masalah ini. Mereka ingin membantu tapi apa kesaksiannya cukup untuk menangkap pelaku, belum lagi mengkhawatirkan media massa.

Sebenarnya menutupi identitas saksi juga bisa dilakukan, hanya saja masih butuh keberanian untuk melakukannya. Sekali lagi Se Rin memutuskan untuk mencari saksi lain yang ia temui setelah terjadinya ledakan susulan. Dan orang itu adalah laki-laki yang tengah memiliki syalnya.

ΘΘΘ

Hari yang gelap tak menyurutkan semangat para detektif untuk menyelidiki lebih jauh tempat kejadian perkara, di mana ditemukan banyak bercak darah di dalam lumbung padi yang telah terbakar. Seorang detektif berumur akhir dua puluh tahunan terlihat berbicara dengan polisi yang berjaga di garis polisi, begitu seriusnya sampai tak sengaja mengabaikan panggilan rekan detektifnya yang berlari tergopoh memanggilnya seraya mengacung-acungkan berkas.

“Detektif Seo!” serunya untuk terakhir kali karena berhasil mengalihkan perhatian orang yang dipanggilnya, setelah dirasa jaraknya cukup dekat ia menjulurkan berkas yang ujungnya nyaris mengenai hidung Detektif Seo. “Ini, tim forensik sudah mendapatkan hasilnya,” sengalnya terengah lelah, mengingat telah melewati undakan ladang kering.

Seo Young Ho segera mengambil alih berkas, membukanya dan membaca dengan serius. “Lima DNA telah ditemukan,” katanya membiarkan rekan yang telah membawakan berkas itu melihat hasilnya juga, “Detektif Kim aku yakin ini pembunuhan berencana!” ia menambahkan dengan raut wajah mengeras marah.

Mulut Kim Jung Woo ternganga, darah yang dikira milik hewan terbukti salah yang berarti lima orang meninggal karena ledakan. Pihak kepolisian menyatakan ledakan terjadi akibat bom yang dikendalikan dari jarak jauh, jelas sekali kejadian ini telah direncanakan. Jung Woo selesai dengan berkas yang beberapa detik lalu diambilnya dari Young Ho.

“Aku kira juga seperti itu,” kata Jung Woo ngeri, mengembalikan berkasnya pada ketua tim khusus kejahatan dua.

“Detektif Kim kau cari tahu identitas para korban,” Young Ho memerintah lalu beranjak pergi ia meneruskan, “Aku akan mencari saksi sekali lagi, akan aku pastikan menangkap pelakunya!” geramnya selalu tak bisa menanggapi kasus secara santai, bekerja seharian penuh untuk memecahkan kasus, jika ia memulai sebuah kasus maka ia harus mengakhirinya, tentu dengan hasil yang memuaskan.

ΘΘΘ

Berdiri mematung di depan rumah besar yang bertingkat, sungguh Se Jun tak bisa percaya, ia akan tinggal di sana. Sepanjang perjalanan menelusuri komplek perumahan, Se Jun terus bertanya pada kakek, rumah seperti apa yang akan ditinggalinya … dia tak begitu berharap akan tinggal di salah satu rumah bagus yang dilewatinya. Tetapi kakek mengatakan dengan mantap bahwa di depan mereka ini adalah rumahnya.

“Mana mungkin ini rumahmu!” seru Se Jun menyangsikan, sulit mempercayai kakek yang dikiranya gelandangan. “Harabeoji segeralah bangun dari mimpimu, kita bisa menyewa flat kecil di atas atap,” usulnya lebih percaya bahwa kakek hanya bermimpi di siang bolong.

Tangan kakek sibuk mengaduk-aduk isi tas gendongnya yang kotor dan bertambal, “Ketemu.” katanya seraya menunjukkan kunci.

“Tak mungkin kau memiliki kunci rumah ini...,” kata Se Jun melambat di akhir kalimat, karena nyatanya pintu gerbang telah dibuka oleh kunci yang dipegang kakek. “Benar kita akan tinggal di sini!?” ia terperangah setengah senang melihat kakek memasuki halaman rumah yang memang terlihat tak terurus.

Keraguannya semakin menipis dan kakinya melangkah perlahan seraya mengamati lingkungan yang akan di tempatinya. Gerbang di sebelah rumah kakek berderit, seseorang telah membukanya bersamaan dengan Se Jun yang menutup kembali gerbang. Se Rin merasa mendengar suara dari tetangga yang telah lama tak terlihat batang hidungnya, melirik sekilas rumah tersebut.

Ia dengan penampilan anggunnya, mengenakan dress putih selutut sembari menempelkan ponsel di telinganya.

“Menyeramkan sekali.” komentar Se Rin untuk rumah kusam dan hampir tak terurus itu.

“Iya, Manager Han, kau sangat menyeramkan, karena telah berbohong, aku tidak melihatmu dan tidak ada mobil yang terparkir di depan rumah!” kesal Se Rin menyesal telah terburu-buru keluar dari rumah, “Sebenarnya yang terlambat itu Oppa bukan aku, jika Oppa tak datang sampai hitungan ketiga aku akan masuk lagi ke rumah!” ancamnya melipat satu jari, “SATU!”

Tidak ada tanda-tanda datangnya mobil, ia telah mengacungkan dua jari, berseru, “DUA dan TIᅳGA!” katanya lambat-lambat.

Mobil yang ditunggunya mengerem cepat, berhenti tepat di depan Se Rin. Tubuh Seung Woo sampai terhempas ke depan beberapa centi meter, untunglah dia memakai sabuk pengaman dengan baik.

“Aku merasa telah menyihir mobil yang datang tepat setelah hitungan ketiga,” ujar Se Rin merasa puas dengan kerja manager-nya. “Accio (mantra panggil)!” tambahnya mengayunkan tangan seolah memegang tongkat sihir.

ΘΘΘ