‘Ada saatnya kita merasa terpuruk di satu hari yang cerah.’
Alat pendeteksi kembali menyala, malam itu terasa berlalu lebih lama. Chan Yong berjalan dalam kegamangannya, ingin rasanya ia mengabaikan benda yang melingkar di pergelangan tangannya. Tetapi sebuah suara menyuruhnya untuk menghancurkan robot humanoid menggema di otaknya, semakin lama semakin mencekik hampir membuatnya tak bisa bernapas. Terpaksa ia mengangkat tangan, melirik layar yang menampilkan keberadaan HMD03.
Sekarang apa yang harus dilakukannya? Saat itu kedua kakinya melangkah ke arah yang berbeda, ia berlari menuju tempat HMD03 berada. Nanti, dia akan memikirkan tindakannya nanti setelah bertemu Joo Jae Won. Langkahnya semakin pelan, dia sudah dapat melihat si robot humanoid.
Jae Won baru saja keluar dari telepon umum saat rintik hujan turun dari langit gelap, dia mengenali siapa laki-laki di hadapannya, dia memanggilnya pemburu humanoid. Tak setakut sebelumnya, Jae Won berjalan mendekati Chan Yong.
“Kita bertemu lagi.” kata Jae Won jelas tidak senang.
“Benar, aku juga bertemu dengan HMD07! Oh-Se-Jun, seseorang memanggilnya dengan nama itu,” Chan Yong mendenguskan tawanya, “Dia terlihat lebih baik darimu, diam saja saat aku pukuli.”
“Beraninya kau! Setelah aku peringatkan, kau sama saja dengan ayahmu!” geram Jae Won bersamaan dengan tinju yang dilayangkan ke wajah Chan Yong.
Bekas luka perkelahian mereka sebelumnya juga masih belum sembuh, ditambah lagi luka baru. Tubuh Chan Yong terhempas cukup keras, sakitnya tak lagi terasa dibanding hancurnya kepercayaan pada seseorang yang telah lam aia hormati sebagai ayah. Jae Won mencengkeram kerah baju Chan Yong, melihat tak ada perlawanan sama sekali, ia pun menghempaskannya kembali.
“Siapa kau sebenarnya?” tanya Chan Yong menginginkan jawaban yang menentang kecurigaannya.
“Awalnya aku sama sepertimu, tetapi seseorang merubahku menjadi sebuah robot demi keserakahannya, kau tahu betul siapa dia.” jelas Jae Won menjatuhkan harapan Chan Yong. Laki-laki dengan sorot mata sedih itu, masih menolak kalau ayahnya tidaklah seburuk yang Jae Won katakan.
“Hentikan omong kosongmu, kau pikir aku akan percaya dengan ucapanmu!” Chan Yong tak mau menerima kenyataan, dikeluarkannya suntikan yang diketahui bisa dengan cepat mematikan kontroler dari sistem robot, PLC (Programmable Logic Control). “Aku ingin tahu apa yang akan terjadi setelah cairan ini masuk ke dalam tubuhmu, untuk mengetahuinya aku akan mencoba menggunakannya padamu,” lanjut Chan Yong mengangkat tangannya.
“AYAH!” ucap Su Hyun keras-keras, anak kecil itu berdiri tak jauh dari mereka, kedua tangannya yang bergetar memegang mainan robot iron man yang masih terbungkus.
Genggaman tangan Chan Yong dari suntikan merenggang lalu terlepas, membiarkannya membentur aspal. Satu hal yang ia tahu sekarang adalah ia telah bersalah, ayahnya telah membuatnya menjadi seorang pembunuh. Bagaimana ia akan mengambil langkah selanjutnya, apa yang harus dilakukannya setelah mengetahui kebenaran di balik pembuatan humanoid.
“Oh putra ayah sudah memilih mainannya, ayo, kita harus kembali dan membayarnya dulu.” kata Jae Won dengan harapan anaknya tak mendengar perkataan mereka, “Ayo, ayo, pasti ibumu sedang menunggu.” ia menambahkan sembari menarik Su Hyun dari memperhatikan Chan Yong yang masih terpuruk dalam keterkejutannya.
ΘΘΘ
Ruangan luas di salah satu hotel berbintang sedang sangat ramai pengunjung, dimana semua orang menghadiri acara pelelangan barang milik selebriti yang hasil penjualannya akan didonasikan pada panti asuhan. Kim Se Rin menjadi salah satu aktris yang mengamalkan barangnya, ia hampir tak percaya tas cantik yang dibelinya saat berkunjung ke London terjual begitu cepat dengan harga cukup tinggi.
Baru saja ia tersenyum pada orang-orang di sekitar, sampai matanya menangkap sosok Min Ho sedang berjalan menaiki podium sambil membawa lukisan yang ia akui sebagai karyanya untuk diamalkan. Dalam waktu singkat saja lukisan tersebut sudah terjual mahal. Min Ho turun dari podium dengan bangga, matanya terus tertuju pada Se Rin di sudut ruangan.
“Astaga Manager Han!” seru Se Rin melalui ponsel genggam yang ditempelkan di telinganya, ia menambahkan pelan, “Sudah aku bilang periksa dulu siapa saja yang akan datang, dia ada di tempat yang sama denganku ... itu pertanda buruk,”
Di belakangnya Min Ho mendesah mendengar dirinya disebut sebagai pertanda buruk, ini menjadi semakin menarik, pikirnya melangkah mendekati Se Rin yang kini marah-marah dengan suara lebih jelas.
“Bagimu aku ini pertanda buruk,” kata Min Ho merangkul pundak Se Rin, gadis itu terbeliak menatapnya. “Akan aku tunjukkan buruk itu seperti apa.”
Se Rin merasakan tangan dari pundaknya turun ke bawah. Sontak ia berteriak keras, mengalihkan beberapa pandang mata ke arah mereka, kemudian memandang Min Ho jijik.
“Beraninya kau...” Se Rin gemetar menahan marah.
“Bagaimana apakah ini termasuk buruk yang kau maksud,-“
PLAKK~
Ruangan menjadi riuh, suara saling bisik terdengar menggema. Semua ponsel dan juru kamera terarah pada Se Rin. Meski begitu Se Rin tak peduli dengan tudingan orang-orang tentangnya yang kasar, toh mereka tidak tahu apa yang sudah Min Ho lakukan.
“Benar-benar buruk,” gumam Seung Woo menerobos kerumunan menarik Se Rin untuk segera pergi.
Tak butuh waktu lama berita Se Rin yang menampar Min Ho diacara amal menjadi pencarian pertama, komentar pedas tertuju pada Se Rin. Mengatakan dia wanita tak tahu malu, apa dia merasa begitu cantik sampai pantas memperlakukan Min Ho seperti itu.
‘Dia memang mantannya tapi itu tak benar, beraninya dia memukul Min Ho Oppa!!!’
‘YA, Kim Se Rin kau boleh bangga pernah menjadi kekasihnya, setelah melakukan ini akan aku pastikan kau menderita XXX’
Pintu pengemudi mobil dibuka dari luar, Seung Woo masuk dengan segelas minuman di tangannya. “Sudah jangan dibaca lagi,” katanya sembari menyodorkan ice coffe yang diminta Se Rin.
Tanpa minat Se Rin menerimanya, mengalihkan pandangan dari layar ponsel. “Keterlaluan mereka menghakimiku tanpa tahu yang sebenarnya,” ia menggerutu lalu melempar ponsel ke bangku sebelahnya.
“Begitulah cara mereka hidup di dunia maya, sekali melihat maka anggapan pertama sesuai dengan apa yang mereka lihat ... kau telah menamparnya di tempat umum,” Seung Woo malah semakin membuat Se Rin kesal, dimana sosok laki-laki yang selalu menenangkannya. “Tadi presdir menghubungiku dia marah besar dan menyuruhmu untuk ke kantornya sekarang juga, jadi apa yang akan kau lakukan?” tambah Seung Woo menanyakan keputusan pada aktrisnya.
Seketika itu juga Se Rin memberengut kesal, tidak ada yang bisa memahaminya. “Menurutmu aku akan pergi ke kantor presdir atau pulang ke rumah?” tanya Se Rin pada Seung Woo yang segera mengangguk mengerti.
ΘΘΘ
Harinya tak berjalan lancar setelah kejadian di acara amal. Semua jadwal syuting drama, iklan dan variety ditunda bahkan dibatalkan. Jadilah Se Rin diantar pulang oleh Seung Woo yang tak henti-hentinya memberikan kata-kata penghibur.
Sesampainya di rumah Se Rin membuka kulkas, diambilnya sebotol air mineral lalu menegaknya hingga menyisakan setengah. Di luar rumah mobil yang dikendarai Seung Woo melesat cepat, setelah mendapat panggilan telepon dari atasannya. Pasti dia akan dimarahi karena tak bisa mengatur aktrisnya, habislah dia.
“Hari paling melelahkan,” desah Se Rin berjalan gontai menuju kamarnya, menekan knop pintu, memasukinya dengan malas.
Sedetik kemudian matanya membelalak, membuka mulut lebar sembari menarik napas. “Benar-benar buruk, Min Ho sialan!” umpat Se Rin bersungut-sungut melihat keadaan kamar berantakan, dengan dinding penuh coretan. “AAAAAAKH!”
Di kamarnya Se Jun tersentak sejenak, selimut yang menutupi kakinya terhempas, terlintas dibenaknya Se Rin terpeleset lalu jatuh menelungkup di kamar mandi. Atau ada seorang pencuri masuk ke rumah tetangganya. Tahu wanita itu tinggal sendiri, Se Jun bergegas menuju balkon, meloncat ke balkon kamar Se Rin, mengetuk jendela panik hingga terbuka. Sepertinya Se Rin lupa mengunci jendela, mungkin juga jendelanya dirusak pencuri.
Se Rin masih ingat dengan jelas, pagi tadi kamarnya masih rapih dan layak untuk ditinggali, tapi sekarang keadaan berbanding terbalik dengan barang-barang berserakkan di lantai. Peralatan kosmetik berjatuhan dari meja rias, hanya beberapa yang masih berada di tempat meski tergeletak menyedihkan. Kapas-kapas putih dari bantal berserakan di kasur, terbawa angin dari jendela yang baru dibuka oleh Se Jun.
“Apa yang terjadi di sini?” tanya Se Jun mengeryit heran. “Tulisan di dinding itu,”
Coretan-coretan berwarna merah hampir menutupi wallpaper dinding, selain tulisan, ‘Kau akan mati karena telah menampar Min Ho’, ada juga gambar tengkorak dan begitu banyak tanda X. Memikirkan penggemar macam apa yang sangat menyukai Min Ho sehingga berani menerornya, dia jamin akan menuntut orang itu.
“Kau baik-baik saja?” kata Se Jun melihat bagaimana Se Rin mengatur napasnya yang tak beraturan.
“Apa aku terlihat baik! Kacau, aku kacau sekali! Hari-hari burukku akan dimulai, dan itu karena laki-laki berengsek itu!” Se Rin benar-benar marah, hidupnya tidak bisa lebih buruk lagi karena mantan sialan yang selalu menyulitkannya, kan.
Se Rin tidak ingin kehilangan pekerjaannya. Dia tidak ingin kesepian, dia suka keramaian dan menjadi pusat perhatian. “Bagaimana ini?” tanya Se Rin menangis, lelah akan semua masalah, belum lagi anggota Delight menyalahkannya atas diundurnya tanggal ‘comeback’ mereka.
“Ternyata kau bisa menangis.”
“Kau pikir aku robot, aku ini manusia yang bisa menangis juga!”
Buru-buru Se Jun menutup mulutnya, kebingungan. “Katakan apa yang harus aku lakukan?” Se Jun ingin membuat Se Rin merasa lebih baik, tapi gadis itu malah menangis semakin keras.
Dari drama yang pernah Se Jun tonton. Karakter pria akan memeluk karakter wanita, saat sedang sedih, sebelum itu dia harus menepuk-nepuk pelan lengan bagian atas sambil berkata, “Tenanglah semuanya akan baik-baik saja,” Setelah itu menariknya dalam pelukan dan kembali mengatakan, “Aku akan melindungimu jadi berhentilah menangis...,”
ΘΘΘ