webnovel

Mimpi

"Lari Neveah..."

"Tidak! aku ingin bersamamu"

"Jangan bodoh, cepat tinggalkan tempat ini. Kamu tidak aman disini"

"Aku--"

"Pergi!"

Neveah berlari sekuat tenaga ke arah jembatan yang rapuh, di bawahnya mengalir air yang deras disertai suara.

"Pergi!"

"Joachim..."

"Pergi! selamatkan dirimu dulu. Aku akan menyusul"

Joachim melemparkan sesuatu pada Neveah yang refleks ingin meraihnya tetapi,

krek.... bum... byur....

Neveah hilang dari pandangan Joachim. Jembatan yang di injaknya runtuh tanpa bisa dicegah. Joachim tertegun sejenak sebelum berbalik melangkah pergi dari situ.

Langkahnya ringan seperti tanpa beban, Joachim terus berjalan menuju mobil yang sudah menunggu sejak tadi.

"Pergi!"

"Nona Neveah?"

"Cari di danau, mati tinggalkan hidup bawa ke tempat yang di sepakati pihak sana"

"Baik"

Joachim masuk dalam mobil demikian juga Anki orang kepercayaannya. Mobil melaju dengan lambat dan hati-hati, sekitarnya sangat curam dan terjal.

Gelap malam menyulitkan sebagian orang untuk penyelamatan Neveah di danau. Suara berisik membelah untuk menyadarkan Neveah dari pingsannya.

"Dimana aku?"

Kepalanya melihat kanan dan kiri. Tidak ada orang selain kegelapan malam. Wajahnya terasa kaku dan nyeri di sebagian tubuhnya.

"Joachim..."

Suaranya serak dan nyaris hilang. Kepalanya sangat sakit, bajunya basah kuyup bahkan ia tak bisa bergerak lebih jauh karena lukanya lumayan mengganggu.

srek... srek.... suara dedaunan di buka terdengar, Neveah berjuang keras untuk melihat siapa yang datang.

"Neveah?"

"Sebastian?"

"Oh God, aku akhirnya menemukan kamu. Aku pikir kamu sudah mati"

"Dimana Joachim?"

"Kamu masih memikirkan bajingan itu? Neveah, sebaiknya kamu pikirkan dirimu dulu. Coba aku lihat"

Sebastian berusaha menarik Neveah untuk berdiri tapi mendadak Neveah limbung ke arah samping kanan sehingga jatuh dalam genangan air.

byur....

"Neveah...!"

"Aku-- , ouch!"

"Kamu tidak apa-apa? dimana yang sakit?"

"Aku rasa kakiku terasa sakit dan sedikit tidak bisa aku gerakan"

"Aku gendong kamu"

Sebastian cepat mengendong Neveah tanpa bisa dilawan. Tangan Neveah otomatis melingkari leher Sebastian agar tidak terjatuh.

"Neveah, apa yang kamu lakukan disini? berita yang aku dengar membuatku panik"

"Aku tidak tahu. Aku hanya tahu datang kemari bersama Joachim kemudian ada orang yang mengejar kami. Ada orang yang menembaki"

"Bagaimana bisa...."

Sebastian Giovinco tidak jadi mengatakan sesuatu, kenyataannya tidaklah demikian. Neveah memandang jauh ke arah depan tapi didapatkan hanya kegelapan tanpa akhir.

"Tidurlah Neveah. Mobil masih jauh dari sini"

"Aku berat"

"Memang"

"Sebastian, kamu mengolok-olok aku"

"Terima kenyataan saja kalau kamu gemuk"

"Sebastian, ini tidak adil kamu berkata begitu padaku. Bukankah kamu yang sering mengajak aku keluar untuk makan? kalau tidak makan, kamu akan mengeluh panjang padaku"

"Aku hanya mengajak kamu makan tapi tidak memintamu untuk menjadi gemuk"

"Hei...."

Teriakan protes Neveah mengalihkan suara yang menyeramkan di sekitar mereka berdua. Sebastian terus membawa Neveah menuju rumah yang berada di pinggir danau, perlahan Neveah tertidur.

Rumah pinggir danau tampak sepi, penjaga rumah berlari menghampiri Sebastian bersama juru masak.

"Siapkan kamar utama, panggil dokter segera"

"Baik tuan Sebastian"

Penjaga rumah segera berlari ke arah ruang keluarga dimana telepon rumah biasa di letakan sementara juru masak segera bergegas ke arah kamar utama dan membawa pakaian bersih dari lemari.

"Bersihkan nona, aku akan menunggu dokter diluar"

"Baik tuan Sebastian"

Sebastian menatap wajah tenang Neveah, ada perasaan tidak rela tetapi terpaksa dilakukan, pergi tinggalkan kamar. Juru masak cepat mengantikan pakaian Neveah, selesainya iapun membuat minuman panas untuk Sebastian.

Tiga puluh menit kemudian, dokter keluarga datang membawa peralatan yang diperlukan. Penjaga rumah mengambil alih tas yang dibawa, "Silahkan dokter, tuan Sebastian sudah menunggu" katanya.

Dokter keluarga, Isavuel melangkah cepat arah kamar utama. Beberapa tahun terakhir, sering keluar masuk rumah ini jadi terbiasa. Sebastian berdiri di depan kamar utama, "Isavuel..." panggilnya seraya membuka pintu kamar. Penjaga rumah menyerahkan tas milik Isavuel kepada Sebastian.

Mereka berdua masuk, Isavuel memeriksa cermat kondisi Neveah. Terdapat luka lecet dan memar di beberapa bagian tubuhnya tapi tidak ada yang membahayakan. Buru-buru membersihkan luka lecet dan memar mengunakan antiseptik lalu menutup dengan perban.

"Apa yang terjadi, Sebastian?"

"Aku tidak tahu. Hari ini, aku pergi ke kota. Pengumuman ada dimana-mana Isavuel, aku rasa dia mendengarnya"

"Kamu harus lebih menjaganya. Joachim tidak akan menyerah begitu saja"

"Aku tahu"

"Dusty Mariele tidak akan membiarkan Neveah hidup. Ini bisa membuat Neveah gila"

"Isavuel..."

Isavuel meletakan peralatannya kembali dalam tas. Sebastian menarik nafas tidak tenang, "Bagaimana keadaannya?" tanyanya.

"Tidak ada yang serius. Apakah dia jatuh?"

"Jatuh dari jembatan gantung diatas danau"

Isavuel terkejut mendengarnya, "Apa yang dilakukan disana? kamu harus menyelidiki semuanya" katanya sedikit kencang.

"Isavuel, aku juga tidak tahu. Aku tinggalkan dia dalam keadaan baik-baik saja. Penjaga rumah beritahu aku jika Neveah hilang dan terdengar suara tembakan beberapa kali. Aku cepat mencarinya"

"Joachim? tidak mungkin?"

"Pria bajingan itu tidak akan membiarkan Neveah hidup, kamu tahu itu"

"Ini tidak benar"

"Kamu berfikir apalagi? Isavuel, Joachim bukan pria baik"

"Berhenti! jangan di teruskan. Kita bersahabat sangat lama Sebastian, aku tidak mau kehilangan pertemanan hanya gara-gara ini"

Isavuel bangkit berdiri, mengambil tasnya lalu melihat lagi arah Neveah. Tarikan nafas yang teratur terlihat dari arah dada Neveah.

"Aku pulang dulu, jika ada perubahan padanya, kamu harus beritahu aku" kata Isavuel meninggalkan kamar dan Sebastian.

Sebastian duduk di pinggir tempat tidur Neveah, "Neveah, sebenarnya apa yang kamu cari? aku ada disini. Mengapa kamu tidak mempertimbangkan perasaan dariku?" tanyanya.

Perasaan takut dan khawatir jadi satu namun, Neveah tidak merespon apapun kepada Sebastian. Tak mau menggangu, Sebastian hendak beranjak ketika Neveah membuka matanya.

"Sebastian?"

"Ya"

"Mengapa badanku sakit sekali?"

"Kamu terjatuh di tangga. Beruntung kamu tidak apa-apa"

"Tapi...."

"Kamu bermimpi berjalan Neveah"

"Lagi?"

"Ya"

"Oh"

"Tidurlah, diluar masih malam. Aku tidak akan pergi dari sini supaya kamu tidak bermimpi jalan lagi"

"Maaf aku merepotkan kamu"

"Jangan pikirkan, tidurlah Neveah"

"Sebastian, aku bermimpi bertemu Joachim di danau. Joachim mengajakku berjalan menyusuri danau. Sangat indah mimpi kali ini tapi tiba-tiba ada suara tembakan. Aku ketakutan dan Joachim membawaku berlari ke arah goa, disana tidak ada jalan lagi. Joachim minta aku menyeberangi jembatan tapi aku takut"

"Lalu?"

"Joachim marah, aku terpaksa menyebrangi. Tiba-tiba Joachim memanggilku di tengah jembatan, ia melempar sesuatu ketika aku tangkap, jembatan ambruk"

"Itu hanya mimpi, jangan dipikirkan"

"Benarkah? tetapi aku merasa itu benar terjadi"

"Hanya mimpi, Neveah. Kamu terjatuh dari tangga, penjaga rumah dan juru masak yang menghampiri kamu, aku baru datang"

"Paman Hau dan bibi Hau?"

"Ya. Neveah, bermimpi itu bagus tapi lain kali bermimpi jangan di kamar ini. Beruntung mereka berdua cepat tanggap, bagaimana kalau tidak ada orang?"

"Maaf Sebastian"

"Tidak apa-apa, tidurlah. Aku akan berjaga disini agar kamu tidak terjadi sesuatu lagi"

"Sebastian, maafkan aku sudah menyusahkan kamu selama ini"

"Jangan dipikirkan. Tidurlah"

Sebastian merapikan selimut yang ada di atas badan Neveah, iapun beranjak ke arah sofa kamar yang terletak di sudut. Terlihat lelah, Neveah tidak jadi bicara lagi.

Neveah tidak nyakin ini hanya sekedar mimpi tetapi perkataan Sebastian sangat menyakinkan, namun rasa sakitnya benaran. Mungkin benar, ia terjatuh dari tangga.