"Martin, jangan menangis," kata Milly sambil menepuk punggung Martin yang bergetar. "Ayo ceritakan padaku. Apa yang dokter katakan padamu?"
Martin melepaskan kacamatanya lalu mengelap air matanya dengan punggung tangan. Lalu ia menyedot ingus dengan suara yang berisik. "Mama ... Mama kanker rahim stadium akhir."
"Kanker?" Milly menyipitkan matanya. Hal itu sungguh mengejutkan Milly hingga ia merinding sekujur tubuh.
"Mama sudah lama berobat di rumah sakit, tapi tidak pernah memberitahuku. Minggu lalu mamaku sudah pernah menjalani CT Scan, hasilnya baru saja keluar."
Saat itu Milly menyadari apa gunanya pembalut yang waktu itu Martin belikan untuk ibunya. Ternyata selama ini ibunya telah lama sakit, tapi tidak pernah memberitahu anaknya sendiri.
"Kata dokter, seharusnya mamaku menjalani kemoterapi. Tapi sepertinya sudah terlambat."
"Lalu kita harus bagaimana? Apa tidak bisa dioperasi?" tanya Milly.
Soutenez vos auteurs et traducteurs préférés dans webnovel.com