Café seeventh
"Lalu, kenapa kamu ada di sini?" tanya si pelanggan saat melihat Gretta duduk santai di hadapanya.
Bukannya tidak suka, namun ia merasa gugup dan akan bisa mengerjakan tugasnya jika ada gadis ini di depannya.
"Eh?" Gretta menatap si pelanggan ini dengan ekspresi kaget, saat suara ketus mampir di pendengarannya "Aku tidak boleh duduk di sini?"
"Eh?"
Kalau tadi yang kaget Gretta, maka kali ini si pelanggan inilah yang menatap Gretta dengan ekspresi lucu, kaget yang terlihat lucu menurut Gretta. Hingga kekehan manis terdengar dan ini sukses membuat pelanggan di sekitar mereka menahan napas.
"Jahat sekali, ya sudah deh. Aku kembali bekerja, bleee… dasar pelit," imbuh Gretta pura-pura sebal, kemudian beranjak dari duduknya dan meninggalkan si pelanggan yang terdiam, terpukau karena kekehan itu.
Deg! Deg! Deg!
Sial, jantungku.
Si pelanggan ini harus rela terkena serangan jantung mendadak akibat senyuman Gretta, yang kini sudah kembali sibuk melayani pelanggan yang baru berdatangan.
Sejenak, pelanggan tanpa nama ini menatap dalam diam dengan jantung masih berdebar hebat. Sebelum akhirnya harus terganggu, saat sang kakak memintanya
cepat mengiriminya laporan yang sialnya memang sudah dijanjikan.
Ck, ganggu saja, dengkusnya dalam hati.
Dan seterusnya, ia pun tenggelam dengan laptop meski sesekali netranya akan melirik Gretta yang hilir mudik da depannya.
Waktu cepat berlalu, tidak terasa hari sudah malam dan Gretta pun memutuskan pulang di pukul sebelas malam. Ini sudah terlalu malam dan ia yakin jika dua wanita itu akan mengamuk melihatnya pulang telat.
Tapi, rasa takutnya terhadap keluarga kalah dengan rasa senang, saat merasakan waktu malam bersama keluarga pemilik café ini. Ia pun baru ini merasakan makan malam seadanya, namun dipenuhi canda tawa dari mereka yang mengelilinginya.
Hatinya menghangat saat papa Ronny menyuapinya sepotong chicken katsu, sedangkan Ayana sendiri menyuapinya satu sendok penuh sop jagung.
"Hati-hati, Gretta. Lagian, kenapa tidak mau di antar sih, kan aku khawatir," dumel Ayana mengantar Gretta sampai di depan halte bis, yang untungnya saja beroperasi hingga pukul satu dini hari.
"Tidak usah, Kakak. Aku sudah besar dan ingin sendiri saja," tolak Gretta.
Sebenarnya, bukan hanya ada Gretta dan Ayana di sana, melainkan seorang pemuda yang sengaja menunggu sampai Gretta pulang.
"Eh! Ada pelanggan itu juga di sana. Hei! Kamu belum pulang?" lanjut Gretta sambil melambaikan tangan, hingga si pelanggan ini pun bergerak salah tingkah karena ketahuan.
"Man- eh! Ah! Benar juga." Ayana mengulas senyum cerah melihatnya, meskipun ia belum mengetahui nama si pelanggan, ia tetap saja merasa jika si pemuda ini tidak bahaya.
Dengan langkah santai menutupi malu, si pelanggan ini pun akhirnya mau tidak mau menghampiri Gretta yang tersenyum semringah dan Ayana yang menatapnya seakan mengdoda.
Tap!
"Hai!" sapa si pelanggan singat dan melambai tangan singkat pula.
"Hai! Kamu sengaja nunggu bis juga?" tanya Gretta tanpa basa-basi.
"Em, ya seperti itulah," jawab si pelanggan seraya mengusap leher, menatap jauh di ujung sana dan mendesah lega dalam hati "Ah! Itu bisnya," lanjutnya mengalihkan pembicaraan.
"Akhirnya datang juga. Nah! Kak Aya, Gretta pulang dulu ya. Jangan khawatir nanti akan kukirim pesan kok," ucap Gretta menenangkan.
"Baiklah," sahut Ayana singkat, ia kemudian menghadap ke arah si pelanggan yang juga menatapnya dengan alis terangkat "Tuan, bisa titip Gretta y-
"Ya! Kak Aya. Memangnya aku anak kecil pakai titi- empphh…"
"Berisik. Bis sudah datang dan Tuan pelanggan tak bernama, tolong awasi si bar-bar ini ya. Takut ketiduran di bis."
Ayana dengan cepat dan tak berperikakaan membekap bibir kissable Gretta yang mancus tanpa bisa dicegah, kemudian meminta tolong kepada si pelanggan yang disebut tak bernama olehnya.
Ckitt!
Bis pun akhirnya sampai di depan ketiganya, Gretta lebih dulu menaiki setelah memeluk dan menjulurkan lidahnya singkat ke arah Ayana. Sedangkan si pelanggan, ia melirik sekilas Ayana dan mengangguk kecil.
"Aku akan menjaganya, sampai di tempat tujuan. Tenang saja," ucapnya berjanji baru kemudian menaiki bis dan meninggalkan Ayana yang diam-diam tersenyum.
"Wah…, ternyata benar suka ya," gumam Ayana dengan kekehan pelan setelahnya.
Bis pun kembali jalan meninggalkan halte dan Ayana sendiri kembali berjalan, meninggalkan halte menuju ke café yang merangkap rumah di bagian atas.
Di dalam bis, Gretta yang baru ini merasakan naik bis malam hari tidak bisa berhenti tersenyum. Netranya menatap berbinar setiap lampu di pinggir jalan dan juga setiap apapun yang dilewatinya.
Ia melupakan fakta jika bisa saja saat sampai rumah nanti, ia akan terkena semburan murka nenek dan ibunya.
Di bagian lain bis, ada si pelanggan yang diam-diam memperhatikan bagaimana Gretta menatap setiap apa yang mereka lalui. Keningnya berkerut, sedikit heran dengan tatapan berbinar dari Gretta yang seakan tidak pernah melihat apa yang ada di luar bis.
Aneh sekali, apa dia tidak pernah main ke luar rumah, pikirnya penasaran.
"Hei! Tuan pelanggan, di mana rumahmu?"
Gretta yang merasa diperhatikan segera menoleh kea rah si pelanggan, yang tersentak kecil namun segera disembunyikannya dengan baik.
"Di komplek tiga halte dari sini."
Keduanya duduk saling berjauhan, namun si pelanggan yang memilih berdiri dengan satu tangan memegang tiang, membuatnya leluasa menatap wajah Gretta dari sini.
"Kita hanya beda satu halte. Itu berarti aku yang dulu turun," sahut Gretta sambil menganggukkan kepalanya mengerti "Lalu, kenapa kamu tidak duduk?" lanjutnya bertanya dengan kening berkerut.
Ah!
Si pelanggan ini mengusap lehernya sambil membuang tatapannya ke arah lain "Tidak ada. Hanya suka berdiri," jelasnya sebelum akhirnya berjalan dan duduk di samping Gretta yang menghadapnya juga.
"Sudah duduk," kata si pelanggan ini dengan wajah lempeng.
"Ya, tapi kenapa harus di sampingku?" balas Gretta menatap si pelanggan dengan wajah berlipat "Di sana kan kosong," lanjutnya mencebil sebal.
"Tidak. Tapi, memangnya kamu tidak pernah dengar ya tentang bis malam?" sahutnya balik bertanya kepada Gretta yang menggeleng polos.
"Dengar apa?"
"Katanya, kalau naik bis malam duduk di kursi sendirian, nanti yang nemenin setan. Hih! Seram, emang kamu mau?"
"Apa!? Tidak mungkin-
"Sebaiknya aku pindah dan berdiri-
"Ya! Jangan tinggalkan aku. Duduk di sini dan jangan kemana-mana."
"Tidak mau, kamu yang mengusirku dengan perkataan di awal."
"Apa? Siapa yang mengusir. Duduk di sini saja Tuan pelanggan, aku tidak mau duduk sendirian," pinta Gretta setelah akhirnya berdebat dan saling menyela satu sama lain.
"Baiklah, aku akan duduk di sini."
"Benarkah! Huwee…, terim kasih. Tidak jadi duduk ditemani setan," sahut Gretta pura-pura menangis.
Si pelanggan ini menatap puas ke arah Gretta yang akhirnyanya duduk anteng di sebelahnya. Kemudian, keduanya sama-sama terdiam dengan pikiran masing-masing. Namun tidak lama, ketika si pelanggan ini kembali menakut-nakuti Gretta yang menjerit ketakutan dan terjadilah hal yang tidak diduga.
"Gretta."
"Hum?"
"Di samping jendela ada bayangan."
Kyaaa!
Grep!
Eh!?
Bersambung