webnovel

03.

Binar berjalan malas menuju apartnya sebab Binar tau siapa yang akan dia temui. Bola mata Binar menangkap seorang lelaki yang tengah berdiri di depan pintu apartnya.

Bara. Bara Fero Nugraha lelaki berumur 26 tahun, seorang pengusaha muda sukses dalam bidang seni. Keluarga Binar memang terkenal dengan seninya, terlebih ayahnya dulu adalah seorang seniman hebat.

Perusahaan ayahnya kini dipegang oleh kakanya, Bara. Sebab ia anak tertua dan pandai pula dalam hal bisnis, jauh dengan Binar yang sebatas menyukai seni.

" Kamu sudah makan? " tanya Bara.

" Tidak usah basa-basi, cepat katakan apa maumu! " jawab Binar ketus.

" Kamu tidak membiarkan aku masuk dulu? " Bara memang penyabar.

" Ck, iyasudah terserah " jawab Binar mengalah karena ia tak mau berdebat dengan kakanya itu.

Clekkk

Pintu apart Binar terbuka membiarkan kakanya masuk terlebih dulu dan duduk di sofa biru milik Binar.

" Mau minum apa kau? " Binar memang malas dengan kedatangan Bara, tapi Bara tetaplah kakanya.

"... Jika ingin yang berwarna beli saja sendiri, disini hanya ada air putih " lanjut Binar.

" Iya, air putih saja " jawabnya lembut.

Tak lama Binar membawa satu gelas air putih, iya hanya satu gelas karena jika Binar membuat satu lagi untuknya bisa-bisa kakanya itu akan lebih lama berada di sini dan Binar tidak mau itu terjadi.

" Cepat katakan apa maumu! "

" Binar, kita ikut bunda yuk! Kita tinggal di rumah bunda sama ayah, kita hidup bahagia lagi seperti dulu, Binar " ujar Bara penuh harap.

" Ayahku sudah lama meninggal dan bahagiaku sudah lama hilang " jawab Binar dingin.

" Binar, bunda sayang kamu, bunda sayang kita " Bara benar-benar penuh harap.

" Haaah " Binar menghela napas malas.

"... Sayang katanya? Kalau sayang kenapa bukan dia yang kemari, kenapa malah kau Bara, kenapa? " ucap Binar kesal. Binar memang menyangka hal ini akan terjadi tapi kenapa bukan bundanya langsung yang datang membujuknya malah menyuruh Bara berkata dengan embel-embel ' sayang dan menyayangi ' cih basi Binar tau itu.

" Bunda sibuk, Binar " Bara memelas.

" Iya, sibuk dengan keluarga barunya "

"... Sudalah pulang saja sana kau! "

Tanpa Binar sadari butiran bening jatuh di pipi mulus Binar. Hatinya sakit, sakit sekali. Bohong jika dia bilang tak rindu bundanya, Binar rindu sangat rindu. Tapi karena sikap bundanya yang seperti itu Binar lebih memilih acuh pada bundanya.

" Hei, maafkan aku Binar sungguh aku tak bermaksud melukaimu " ucap Bara sambil memeluk Binar dan mengelus sayang surai Binar.

" Ka, aku butuh ayah. Aku rindu ayah, bawa aku ke ayah ka " tetap dengan menangis.

Bara tersentuh karena sudah sekian lama Binar tidak memanggilnya seperti itu. Tapi Bara tidak mau membawa Binar bertemu ayahnya, sebab Bara tau jika Binar bertemu ayahnya malah akan menambah kesedihannya.

" Tidak bisa Binar, maaf " ucap Bara dengan nada sedih.

" Ka Bara aku mohon. Aku butuh ayah " ujar Binar melemah sekarang.

" Binar jangan seperti ini, di sini saja ya bersamaku " bujuk Bara.

" BARA! Aku butuh ayah, aku rindu ayah, bawa aku sekarang Bara! " emosi Binar tidak terkendali lagi. Baru saja Binar memanggil Bara dengan kata ' kaka ' tapi sekarang ia malah membentak Bara.

Bara menghela napas panjang.

" Baiklah, baiklah aku akan mengantarmu bertemu ayah " Bara mengalah demi keinginan sang adik.

☆☆☆

Dengan mata sembabnya Binar memasuki gerbang hitam yang kanan kirinya terdapat pohon-pohon besar. Binar duduk dan mengelus batu nisan bertulisan

' Abelard Fremont Nugraha '. Iya Binar blasteran, nenek Binar orang Indonesia asli sama seperti bundanya sedangkan kakeknya orang Jerman. Maka dari itu nama belakang ayah Binar nama Indonesia.

" Ayah, Binar rindu ayah. Ayah sedang apa? Ayah rindu Binar tidak? Ayah, Binar ingin bermain bersama ayah seperti dulu, kenapa ayah pergi? Hah, kenapa ayah? " ucap Binar menangis deras sembari mengelus nisan ayahnya.

Bara tidak tega melihat adiknya seperti ini. Bara hanya bisa menahan tangisnya, jujur Bara juga merindukan sosok ayahnya itu sebab sudah lama sekali ia tidak mengunjungi makam ayahnya karena Bara tinggal di negara asli ayahnya meneruskan perusahaan milik Abelard.

" Binar, sudah yuk! Sudah hampir malam. "

" Ayah, ku tinggal dulu ya. Dadah ayah " Binar mengecup nisan ayahnya sebelum pergi.

' Ayah, ku harap keputusan ku tidak salah ayah ' -Binar.