webnovel

Menjadi Tumbal Makhluk Tampan

Leslie merupakan gadis tomboy yang berpenampilan laki-laki. sang ayah yang sangat menginginkan anak laki-laki membuat leslie harus membuang keinginannya menjadi feminim. Di desa yang sangat damai, Leslie mempunyai tekad untuk merubah pola pikir masyarakat desanya tentang air hujan yang menyebabkan persugihan. Sahabat kecilnya, Intan menjadi korban kali ini. Saat itu juga Leslie kecewa pada Ayahnya, ia mendapati Ayahnya bersetub*h dengan Rima Sahabat Karib Adiknya, Raya. Leslie murka, ia pun membebaskan Intan, dan menjadikan dirinya sebagai tumbal tanpa sepengetahuan siapa pun. Leslie harus menghadapi kenyataan pahit, ia ditawan oleh dedemit bertubuh kekar dan berwajah tampan.

Arkan_Abinaya · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
9 Chs

Delapan

Leslie bersemangat melangkahkan kaki mungilnya. rambut pendeknya pun ikut terhentak-hentak mengikuti irama langkahnya.

"Hei Boris!" Boris mendehem pelan, sedangkan Leslie menghentikan langkahnya seraya mengerutkan kening.

"Apa aku sopan memanggilmu begitu?"

"aku senang kau memanggil namaku" Ujar Boris.

Boris mensejajarkan langkahnya dengan Leslie. Pria besar itu menunduk menatap makhluk mungil di sampingnya.

"yak! menjauhlah sedikit"

Leslie memanyunkan bibirnya. "oh iya, kita akan kemana?"

Boris menatap ke arah depan. Tubuhnya ia tegapkan, lalu tersenyum tipis.

"Ke sana" ujarnya kemudian, Leslie mengikuti arah pandang Boris, mereka melihat sebuah air terjun dengan pohon rindang di atasnya.

"Apa itu rumahmu?"

Boris mengangguk, senyumnya tak hilang. Bagaikan seorang perantau yang sangat merindukan rumahnya. Leslie mengangguk-anggukkan kepala, ia juga ikut tersenyum.

"kalau begitu, ayok tinggal di rumahmu" Leslie segera berlari lagi. langkah kecilnya tak urung membuat hati makhluk besar itu berdesir.

Boris menyusul Leslie, lagi.

Pemandangan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Leslie. Air terjun yang sangat cantik dengan berbagai bunga di sekitarnya. Beberapa jenis binatang terlihat hidup rukun di sana.

Seekor anak rusa berlarian girang begitu melihat Boris. Anak rusa itu segera mengeluskan kepala pada kaki Boris. Boris tersenyum, sebuah senyuman yang sangat manis menurut Leslie.

"kau merindukanku fooma?" tanya Boris pada anak rusa itu.

fooma sang anak rusa kembali meloncat-loncat ceria sebagai jawaban dari peranyaan Boris. "Ya, aku juga merindukanmu kok. maaf, meninggalkan kalian terlalu lama" Ujar Boris kemudian.

Seketika beberapa jenis binatang lain ikut mendekat, Leslie yang masih takjub langsung memekik ketakutan begitu seekor ular berwarna kuning melintasi kakinya.

"Arrrkhhh! ada ular!" Leslie berlari kesana-kemari karna ketakutan.

Ular kuning itu segera menghampiri Boris dengan ekspresi merajuk. "Mobie, tak apa. dia bagian dari diriku. Kau tak perlu merasa terancam akan kehadirannya"

Ular kuning itu hanya menjulurkan lidahnya sebagai jawaban. Leslie masih ketakutan di balik semak, binatang lain menatapnya heran.

"kemarilah bocah! "

"gak mau!" tegas Leslie

"mereka tak akan menyaitimu, percayalah"

"lihatlah! mereka terlihat enggan dengan kehadiranku" Boris terkekeh kecil, kemudian berkomunikasi dengan binatang-binatang itu beberapa saat.

seekor anak rusa dan seekor kelinci mendekati Leslie, dua binatang menggemaskan itu mengeluskan kepala dan badannya pada Leslie. Leslie tersenyum, ia dengan ragu-ragu mengulurkan tangan untuk membelai mereka.

"apakah mereka jinak?" cicit Leslie.

Boris mengangguk, kemudian Leslie berjala mendekati boris. Beberapa binatang lain bergantian mengeluskan badan pada Leslie.

"ini sangat di luar nalarku" Ucap Leslie.

"Kenapa?"

"Setahuku, binatang liar tak mau disetuh manusia. Dan mereka juga terkenal sangat buas jika merasa terancam" Leslie mencoba menyentuh mobie si ular kuning.

"kau adalah bagian dari diriku, makanya mereka jinak padamu" ujar Boris. leslie mengerutkan kening, dengan ekspresi seperti itu, Boris paham kebingungan gadis tersebut.

"Permataku ada dalam tubuhmu"

Leslie mengangguk paham, ia teringat dengan adegan yang terjadi tadi.

"Apa itu sangat penting bagimu?" yang ditanya mengangguk, Boris menurunkan mobie.

"tenang saja, aku punya tiga. Dalam dirimu hanya satu, aku masih mempunyai dua"

Matahari telah direbut malam, kegelapan yang ada membuat bintang dan bulan bereksistens di langit. Sinarnya yang redup cukup untuk menyinari wajah tenang Leslie. Kini gadis itu tengah tertidur di atas sebuah batu, di samping batu itu Boris duduk sembari bersila. Tatapan matanya menerawang jauh ke depan.

 

Seeokor anak rusa mendekat, menunduk pada Boris seakan menyapanya dengan sopan.

 

"Ya, Nobie?"

 

Anak rusa menggemaskan itu menunjuk ke arah barat daya air terjun. Boris mengikuti petunjuk Nobie. Di sana, terlihat asap tipis yang cukup menggenggu. Pikiran Boris kembali resah, Ia mencemaskan hal-hal buruk yang akan terjadi akibat makhluk keras kepala yang bertabiat sangat buruk bernama Ragon itu.

 

"Apakah Ragon menyumbat mata air?"

 

Anak rusa itu mengangguk, ia menengadahkan kepalanya seakan mnunjukkan kalau dia sedang haus. Boris tersenyum, Makhluk itu melesat turun ke air terjun. Di tengah tebing, terdapat mata ar yang tersembunyi dibalik bunga angrek. Dengan tangannya yang besar, Boris menampung air itu dan membawa naik menuju Anak rusa.

 

"minumlah" ucap Boris.

 

Anak rusa itu kegirangan, memutar tubuh dua kali kemudian meminum air dari tangan Boris. Leslie terbangun, gadis itu menatap ke sekelilingnya. Matanya terpaku pada Boris dan anak rusa itu.

 

"Apa yang kau lakukan?" cicit Leslie.

 

Boris menoleh "Memberi yang kehausan"

 

Leslie turun dari batu, menghampiri Boris.

"hmm, aku ingin pulang"

 

Boris kaget "sekarang?"

 

Leslie menggeleng, ia menatap ke dasar air terjun. Beberapa binatang terlihat sedang bermain di sana.

 

"Besok, aku khawatir pada suatu hal"

 

"baiklah, akan aku antar kau besok"

 

Leslie mengangguk, kemudian duduk di sebelah Boris.

 

***

 

Sementara di desa, kondisi kepala desa makin hari makin memburuk. Ibu Kepala Desa dengan setia merawat Kepala Desa meski mendapat hinaan dari warga. Pramudja atau Ayah Dani membangun kekuatan untuk melengserkan Kepala Desa.

 

"Ayah, Kapan persembahan akan dilaksanakan ulang?" tanya Dani. Pramudja menghela nafas, ia menatap anaknya dengan pandangan gusar.

 

"kandidat yang cocok masih kita pertimbangkan. Satu-satunya gadis perawan yang tersisa hanya Raya"

 

"Rima?"

 

Pramudja mendecih "Perempuan itu terlalu kotor untuk dijadikan persembahan. Tabiatnya sangat buruk"

 

Dani mengangguk-angguk, ia baru saja mengetahui kenyataan yang disembunyikan para petinggi desa. Tanpa perlu membicarakannya pun, semua akan paham tabiat buruk gadis itu. Sangat malang, pikir Dani. Padahal dia masih belia, masih belasan tahun.

 

"ya, kita harus bisa mendapatkan Raya"

 

 

"benar, dimana kah Raya sekarang?" Dani dan Pramudja serentak berpangku tangan, mereka seperti pasangan ayah dan anak yang sangat solid. Tapi sayang, tujuan mereka begitu buruk.

 

Mereka tidak tahu di mana keberadaan Raya. Sejak terbongkarnya niat kubu pemberontak, Kepala Desa bertitah pada orang terpercayanya untuk mengamankan Raya. Kepala Desa yakin, umurnya tak akan lama lagi. Kekuatan spiritual yang menghantamnya di gunung beberapa minggu lalu cukup membuatnya tak bisa sembuh.

 

Sebagai seorang ayah, Kepala Desa tetap mengutamakan keselamatan darah dagingnya. Kini Raya tengah duduk termenung di tepi beranda rumah seorang wanita paruh baya kepercayaan Kepala Desa.

 

Wanita yang akrab disebut Bu Sumi itu mendekati Raya.

 

"Kenapa melamun, cantik?"

 

Raya menoleh, raut wajahnya lesu. Sebelum menjawab, Ia menghembuskan nafas terlebih dahulu "Aku rindu Bapak dan Ibuk, Bu Sumi"

 

Bu Sumi tersenyum, tangannya terangkat untuk mengelus kepala anak gadis yang ia kasihi itu, meski bukan darah dagingnya.

 

"Bapak sedang sakit, nak. Kamu berdo'a ya, untuk kesembuhan Bapakmu"

 

Raya mengangguk, Gadis kecil itu sangat patuh pada Bu Sumi. Bu Sumi adalah orang kepercayaan Kepala Desa karna keluarganya sudah sangat lama bekerja untuk keluarga Kepala Desa. Bu Sumi tahu apa yang sebenarnya terjadi, Ia menengadahkan wajah, menatap pada gunung yang menjulang tinggi di depannya.

 

"Bu Sumi malah lebih cemas pada kakakmu, Raya"

 

Raya menoleh, menatap Bu Sumi lebih intens. "Kakak Kemana, Bu?"

 

"kakakmu pergi ke tempat yang sangat berbahaya. Sangat tidak layak seorang gadis lembut seperti kakakmu berada di sana" Raya kaget, ia menjauhkan tubuh dari Bu Sumi sesaat. Dengan takut-takut Raya bersuara.

 

"Bu sumi tau?"

 

Bu Sumi memandangi wajah cantik Raya. "tau apa hm?"

 

"kalau kak Leslie adalah seorang perempuan?"

 

Bu Sumi mengangguk, senyumnya tak hilang dari wajah keibuan itu.

 

"ya, Ibu tau. Ibu yang membantu persalinan Ibukmu dulu. Bu Sumi juga yang pertama kali menggendong kakakmu dulunya"

 

Raya mengangguk-angguk. Wajahnya menunjukkan kelegaan. Rahasia besar yang selama ini di simpan keluarga ternyata ada yang mengetahui, dan syukurnya orang yang amanah. Raya tersenyum lagi pada Bu Sumi, Bu Sumi tak bosan membalas senyuman gadis kecil itu.

 

"Bu! Para pemberontak tahu keberadaan kita!" seorang anak laki-laki berlari sembari membawa kayu kering di pundaknya. Raya dan Bu Sumi serentak menoleh dengan pandangan cemas.

 

"Ayo, Raya. Kita harus bergegas pergi. Tama! Segera kemasi barang-barang yang di perlukan" titah Bu Sumi.

 

Belum selesai semua kalimat Bu Sumi, suara orang ramai terdengar. Semua yang ada di rumah itu seketika panik. Bu Sumi pun segera menarik tangan kedua anak seumuran itu.