Saat mengatakan ini, wajah staf medis yang ada di sekitarnya langsung terlihat tidak senang. Kenapa bisa ada orang yang bicara seperti ini? Apa maksudnya dokter yang hanya menginginkan uang?
Bukankah dokter mengumpulkan uang untuk operasi?
Pria di samping Jiang Tingxu buru-buru menarik ibunya dan berkata dengan nada serius.
"Ibu, jangan bicara sembarangan! Jika Ibu tidak ingin berada di sini, pulanglah! Cukup aku saja yang di sini!"
Lalu pria itu menatap Jiang Tingxu lagi.
"Dokter, lakukanlah! Lakukan operasinya dan selamatkan istriku!"
Semua orang yang mendengar di ruangan itu merasa lega.
Di rumah sakit, terutama di IGD, ada banyak hal aneh yang bisa dilihat. Yang membuat banyak orang marah adalah ada kesempatan untuk menyelamatkan nyawa pasien, tetapi ditunda oleh pihak keluarga dan hanya bisa menyaksikan pasien itu meregang nyawa.
Jiang Tingxu mengangguk, lalu berkata kepada kepala perawat.
"Sudah terlambat! Telepon staf di ruang operasi dan segeralah lakukan persiapan! Semua pemeriksaan hanya bisa dilakukan di ruang operasi! Siapkan formulir persetujuan operasi untuk ditandatangani oleh pihak keluarga!"
Ada perintah yang menertibkan dan menenangkan hati semua orang yang sedang marah.
"Baik, aku mengerti. Xiao Ran, kau dan Xiao Jing, dorong pasien ke ruang operasi!"
"Baik, kepala perawat!"
Saat pasien sudah dibawa pergi dan kepala perawat menutup sambungan telepon, ia mendadak berteriak.
"Aih, gawat!"
Jiang Tingxu mengguncang tangannya. Saat ia meluruskan stetoskopnya dan bersiap kembali ke kantornya, ia mendengar kepala perawat itu berseru dan ia bertanya.
"Apanya yang gawat?"
Kepala perawat menarik rambutnya dengan buru-buru.
"Semuanya sudah ada di ruang operasi. Sekarang hanya ada Dokter Jiang. Siapa yang akan melakukan operasi pada … pasien ranjang nomor 48?"
Ada apa ini?
Jiang Tingxu juga tak kalah terkejutnya saat menyadari situasi ini.
"Cepat telepon dokter bedah toraks!"
"Oh, benar juga! Telepon dokter bedah toraks."
Tidak ada dokter spesialis bedah di ruang IGD, sehingga mereka hanya bisa meminta bantuan dari dokter bedah toraks.
Jiang Tingxu juga tak kalah cemasnya. Ia tak bisa pergi ke meja operasi sendirian tanpa lisensi dokter, kalau tidak ....
Hei!
Ia hanya bisa mengatakan bahwa ada begitu banyak pasien yang harus dioperasi hari ini. Kelompok orang yang sedang berseteru telah ditangani oleh beberapa dokter ahli bedah, sehingga saat ini membuat mereka cukup sibuk.
"Hah? Semuanya sedang melakukan operasi?"
Suara sang kepala perawat yang hampir menangis terdengar sangat jelas.
"Aku mengerti."
Sambungan telepon itu pun berakhir.
"Dokter Jiang, dokter ahli bedah toraks juga tidak ada. Sekarang, kita harus bagaimana?"
Ehm, ini adalah rumah sakit, bukan medan perang.
Di medan perang akan sangat bagus jika ada dokter. Namun, siapa yang menginginkan dokter begitu banyak di medan perang?
"Apa yang bisa kita lakukan sekarang? Telepon kepala rumah sakit dan buat laporannya!"
Kepala perawat mengangguk. Dengan cepat, ia memutar nomor telepon kantor kepala rumah sakit. Ia langsung merangkum situasinya dengan cepat dan akurat.
"Benar! Benar! Memang begitulah situasinya. Pasien harus segera dioperasi dan kita tidak boleh menundanya lagi!"
"Ya, ya, baik, Dokter Jiang ada di sampingku. Akan kualihkan teleponnya kepadanya."
Jiang Tingxu menerima telepon itu, sudut bibirnya berkedut tanpa henti.
"Halo, saya Jiang Tingxu."
"Xiao Jiang. Kau akan melakukan operasi pada pasien di ranjang nomor 48. Apa kau cukup percaya diri?"
Kau menyerahkan operasi ini kepadaku?
Operasi apa yang dimaksud kepala rumah sakit?
"Hah?"
"Aku sudah mendengar kemampuan dan keahlianmu dalam menangani kasus khusus dari gurumu sejak lama. Kepala IGD sering memujimu di hadapanku. Kau punya kemampuan yang cukup untuk melakukan operasi ini!"
Karena kepala rumah sakit sudah berbicara demikian, tentu saja Jiang Tingxu tak bisa menolaknya.
"Baik, akan saya lakukan!"
"Hahaha, baiklah! Yang mana yang harus diperhatikan di IGD? Kau sudah tak sabar untuk mempertimbangkan kondisi pasien. Sekarang, pergilah ke ruang operasi untuk bersiap-siap. Aku akan mengirimkan asisten dokter dari departemen lain untuk membantumu. Bersemangatlah, jangan tegang!"
"Baiklah!"
Saat Jiang Tingxu menutup sambungan telepon, ia merasa sangat malu dalam hati. Lalu, ia berkata kepada kepala perawat.
"Ada seorang anak di kantorku. Bantu aku mengawasinya."
"Baiklah, tak masalah!"
Kepala perawat begitu penasaran dan ingin bertanya siapa anak yang dimaksudkan Dokter Jiang. Namun, ia tak sempat menanyakannya dan sosok Dokter Jiang telah pergi menjauh.