webnovel

Tak Akan Menyesal

"Sabrina ... kau kenapa?" tanya Azka kebingungan dan sangat merasa bersalah.

"Mungkin dia lelah, rumah ku dekat sini,kalian boleh istirahat," kata Om Abdul.

"Sabrina ..." Azka sangat bingung,wajahnya resah gundah melanda.

"Aku tidak bisa apa-apa ... kau tahu kan ...." Sabrina terus menangis dan merunduk.

"Aku minta better lagi," minta Sabrina mengejutkan Azka. Azka segera mengambilkan biskuit anti galau itu.

"Laper?" tanya Azka memberikan biskuit, Sabrina sangat cepat menyautnya. Lalu makan namun merengek.

"Ini enak ... hiks hiks hiks" Sabrina makan tapi menangis.

"Enak, kok nangis?" tanya Azka ia sangat khuwatir, matanya tak henti memandang gadis cinta pertamanya bertingkah aneh.

"Aku ...."

"Iya. Apa ... ayo katakan?" Azka masih menghadap ke Sabrina yang duduk di belakangnya. Azka sangat penasaran.

"Hiks ... Aku ingin pup ... he hiks kan ... memalukan ...." Akhirnya Sabrina mengatakan apa yang ia tahan selama itu, akhirnya ia sudah tak tahan.

"Ya Allah ...." Azka sangat terharu dengan sikap Sabrina yang menahan sesuatu itu.

"Kamu pasti tidak akan menerimaku ..."

kata Sabrina menjadi-jadi. Karena dia sangat malu jika apa-apa harus di bantu

ke toilet, memakai baju ia tidak bisa melakukan semua sendiri karena keadaan lumpuhnya.

"Jika jadi suamimu aku akan melakukan semua itu." Yakin Azka dalam gumamnya.

"Aku menerimamu apa adanya Sabrina ..." lanjut Azka meyakinkan Sabrina. Sabrina fokus dengan perutnya dan mengigit better.

"Kebelet kok makan?" tanya Azka mengerutkan kening.

"Ini cara ku menahanya hiks hiks heh ..." Sabrina terus menangis sambil makan biskui coklat vanila itu, seperti tupai mengrogoti batang pohon, cepat dan gesit dalam mengigitnya.

"Om masih jauh?" tanya Azka ke Supir.

"Tuh." Tunjuk Om Abdul yang sudah dekat.

"Ha, ini memalukan." Sabrina menangis tersedu-sedu, sambil menutupi wajah dengan kedua telapak tanganya.

"Udah keluar?" tanya Azka malah menahan tawa. Melihat expresi gadi yang di cintainya pertama kali.

"Kau harus tanggung jawab." Suara lemas Sabrina. Mobil berhenti.

"Oke." Azka langsung turun, ia bergegas mengambil kursi roda membuka lalu membuka pintu.

"Ayo." Azka sangat serius dengan ucapannya.

"Hiks Ini sangat bau, hiks hiks." Sabrina merunduk menutup wajahnya karena sangat malu. Azka berusaha menenangkannya.

"Dengar. Ah ... Ayo aku tidak apa-apa. Sini ku bantu." Bujuk Azka.

"Sungguh!" Sabrina menaikan wajah menatap ke pria yang mencintainya selama hampir dua tahun. Entah apa arti pandangan itu, hanya Allah yang tahu.

"Sini." Azka meletakkan tangan kanan Sabrina ke pundaknya dan membopong Sabrina ke rumah om Abdul.

"Aku malu." Sabrina menyembunyikan wajahnya ke dada Azka. Detak jantung berdetang normal, hanya hatinya berkecamuk. Azka komat kamit hanya terdengar gigi yang bergesekan Thek Thek Thek.

Padahal yang di katakan Azka ini,

"Aku menerimamu apa adanya, setulus hatiku. Kalau Andre ada aku bejek-bejek sampai lungset, apa di kira mudah apa,orang punya kaki tapi tidak bisa gerak. Fikiran dia kemanasih. Ya Allah ... aku sangat marah sama Andre kenapa dia setega itu dasar hati sekeras batu Malin kundang. Ah ... lagi-lagi bujukan setan,bagaimana pun Sabrina sudah mencintainya. Sementara aku seperti orang berdiri di pantai, kandas dan terhenti saat di terjang ombak, Aku pun terjatuh karena tak kuat menahan terjangan itu. Ya Allah. OMG." Gumam yang tak jelas dan sangat aneh. Sabrina memperhatikankanya.

"Berdzikir?" tanya Sabrina.

"Mengrutu, membicarakan Andre." Jelas Azka.

"Aku tidak marah Kak ... ini sudah takdirku ... Mungkin ini yang terbaik untukku, Allah lebih tahu yang terbaik untukku." Ucapan tegar dari Sabrina,semakin menyayat hati Azka. Mata Azka berkaca-kaca mendengar Sabrina pasrah dengan keadaanya.

'Subhana Allah, dia sangat tabah. Ya Allah aku mencintainya tanpa batas,izinkan aku ada di sampingnya, aku menerima keadaanya. Lillahita'ala.' batin Azka.

"Andai kau mau menerimaku Sabrina," bisik Azka sangat jelas Sabrina menatapnya, entah apa yang ada di fikirannya. Terdiam sejenak lalu.

"Kak, sudah waktunya kau membuka hati untuk orang lain, banyak gadis cantik dan solihah yang disiapkan Allah untukmu," suruh Sabrina mencoba meyakinkan Azka bahwa Azka berhak mencintai orang lain.

"Namun aku tidak akan memaksamu, dan aku tidak bisa biarkan cintaku seperti ini tanpa memilikimu." Lanjut Azka.

"Di sini Az ...." tunjuk Om Abdul membukakan pintu toilet.

Sabrina memukuli pundak Azka.

"Bagaimana ini siapa yang membantuku ... kenapa kau tega hiks."

"Maaf kan aku Sabrina. Ini semua

kebodohanku," sesal Azka yang masih membopong Sabrina.

"Biar istriku yang membantunya," ujar Om Abdul membantu masalah.

"Terimakasih Om."

"Kak ... hiks hiks hiks" Sungguh nelangsa wajah Sabrina. Azka pun tak tega.

Istri om Sabrina datang Azka mendudukkan Sabrina ke kamar mandi. Ia bergegas ke mobil mencari pakaian Sabrina. Lalu memberikan baju Sabrina ke Istri om Abdul. Azka berdiri di depan pintu toilet.

'Kau menderita Sabrina, jadikan aku sesuatu yang halal untukmu, aku tak akan menyia-nyiakanmu. Ya Allah satukan aku dan Sabrina, Ya Allah aku kembali berharap, ampuni aku ya Allah,berilah Sabrina kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.' Azka menunggu di luar, perasaan tulus muncul di sanubarinya ia tak mudah menyerah.

Ini lah cinta apa adanya yang sejati, cinta Azka Faisal. Menerima orang yang di cintai apa adanya, setia, berkorban untuk kebahagiaan orang yang di cintainya, dan tak mempedulikan perasaanya walau sangat sakit dan pedih di dalam hati.

Ponselnya berdering. Azka mengambil ponsel dari sakunya lalu berjalan ke halaman depan rumah.

"Nomer siapa?"

Azka menggeser layar ponsel berarti menerima panggilan masuk.

"Halo," jawab Azka.

"Assalamua'alaikum," jawab suara laki-laki yang suaranya sangat asing untuk Azka.

"Maaf No kenal," jawab Azka bahasa campur.

"Aku Akmal." Ungkap pria itu. Azka melepas ponselnya karena terkejut.

"Azka konyol," gumam Azka yang lalu mengabil ponsel itu.

"Wa'alaikumsalam kakak ipar." Kaki Azka bergemetar tak pernah menyangka jika kakak kandung Sabrina akan menelponnya. Telapak tangannya juga dingin karna grogi.

"Azka." Panggil Akmal mengejutkan.

"Adem Mas," ceplos Azka.

"Ada apa Mas, maksudnya?" lanjut Azka mencoba rilex.

"Sabrina sudah bersamamu?" tanya Akmal membuat Azka sangat gugup.

"Aku tidak macam-macam Mas, sumpah demi Allah." Saking takutnya Azka menjawab tidak nyambung dengan pertanyaan.

"Kalau tidak macam-macam nikahi dia." Suara jelas lantang, tegas dari Akmal.

"What. Saya seneng, tapi saya tidak bisa memaksakan cinta Sabrina," jawab Azka serius.

"Kamu tidak takut dosa kepada Allah,menyentuh yang bukan muhrimnya?" lanjut Akmal membuat.

"Takut full tidak setengah. Tapi Mas cinta tidak harus memiliki," kata Azka tidak mau menyakiti Sabrina lebih dalam.

"Berarti kamu lebih takut ke Sabrina? Bukan kepada Allah?" tanya Akmal membuat hati Azka dalam belenggu dilema, yang meninggkat kegalauanya menjulang ke ubun-ubun di kepala Azka.

"Beh ... perintah Mas ini membuat hati

syok, aku mencintai tidak berdasar dan apa adanya sungguh. Suwer! Namun aku tidak sekejam itu memaksa Sabrina, hanya untuk keegoisanku," ujar Azka tentang perasaannya sambil menjambak rambutnya.

"Bukan soal keegoisan namun takut kepada Allah. Aku akan bujuk Sabrina. Kamu harus setuju." Suara lantang Akmal membuat wajah Azka memarah seperti sedang berhadapan secara langsung.

"Please ... Mas ... Sabrina akan tambah benci kepadaku." Ungkapan Azka lalu duduk jongkok.

"Sabrina sangat mencintaimu Azka. Aku kakanya, aku tahu berapa dalam dia mencintamu, demi cinta dari Allah maka berkenankah kau menikahinya?" Bujuk Akmal meyakinkan Azka.

"Kalau kau mau, aku akan urus pernikahan yang sah kita vidio call itu sudah cukup aku wali nikahnya. Surat-surat semua akan ku atur hingga menjadi pernikahan yang sah secara agama,sepulang dari Korea kau hanya akan menandatanganinya." Perkataan Akmal mantab tanpa ragu, memberikan adiknya kepada Azka.

"Ya Allah di saat aku mulai mundur pelan-pelan harapan muncul tanpa di undang,aku galau." Azka meremat kepalanya ketika permintaan dari kakak gados yang teramat di cintainya. Akmal mendukung dan merestui, Akmal percaya penuh dengan Azka.

"Azka ... aku yakin tidak ada yang berubah dari Sabrina, beri dia waktu agar terus terang tentang perasaannya," jelas Akmal lebih lanjut.

"Cinta bukan begini Mas. Saat ini aku hanya bisa diam, semua terserah Sabrina. Terserah Mas Akmal mau membujuknya atau tidak semua terserah, aku puyeng, karena aku walau mencintainya aku takkan memaksanya." Itulah jawaban Azka, yang masih sangat terkejut mendapat perintah tiba-tiba dari Akmal.

"Kau mencintainya dengan tulus dan sabar, ambil kesempatan ini, atau kau akan menyesal. Nanti aku telpon lagi."

tegur Akmal lalu menutup telpon.

"Aku takkan menyesal kalau membuat merah jambu bahagia, walau bukan bersamaku."

Bersambung.