Perjalanan sebelas jam yang cukup melelahkan.
"Entah Anaya atau Sabrina aku yakin kalian satu orang." Inilah tekad pemuda keren dan tampan.
Bandar udara penerbangan Internasional Gimpho seuol, pemuda bernama Azka sampai di seoul pukul sepuluh malam, melihat alamat Anaya menginap di hotel, The Shilla Seoul.
Azka memboking satu kamar hotel.
'Baru ini aku menyadari penting nya uang.'
Ia memagang dada tempat jantungnya berdegup.
'Belum apa-apa jantungku berdegup kencang Sabrina, apa kau akan menerima kehadiran ku, apa aku harus menyembunyikan wajah ku.
ya Allah bantu aku, di sini sangat dingin, aku sangat jengkel suasana seperti ini
bikin galau, tapi apa boleh buat, harus bersyukur Azka.'
Ada yang sudah menjemput Azka.
"You Azka?" Seorang Om-om gagah berkulit putih bersih, seperti campuran Jepang dan Indonesia.
"Yes." Azka menjabat tangan.
"Aku, Robet, Nyonya Sofia, mamimu. Baru menelpon, mari." Mereka berjalan ke mobil, masuk mobil, lalu berangkat.
'Suruhan Mami kok seperti mafia sih, lebih seram dari Pak Adi, lebih menakutkan orang ini.'
Batin Azka.
"Aku teman Mamimu, dia perancang perhiasan yang hebat." Mencoba mencairkan suasana.
"Untung Om bisa bahasa Indonesia,"
syukur Azka.
"Aku orang Indonesia, orang Ibuku wanita Jepang. Azka jika mengejar cinta kau harus lebih dewasa, dari sebelumnya," jelas Robet.
"Belum mulai udah di ceramahi, sayangnya bukan Ustadz melainkan pakar wanita," gumam Azka.
"Aku mendengarnya, kau harus belajar soal cinta ke pakarnya," jelas Robet, Azka meremehkan.
"Anda sendiri, badan menakutkan
seperti itu ada yang mau menikah
dengan Anda?" Pertanyaan yang di ajukan Azka sangat aneh.
"Istri ku tiga, tapi cinta wanita yang ku cintai hanya satu, Mamimu, yang tidak mau aku nikahi," jawab tegas Robet Azka tertawa.
"Aku tidak terkejut kau jatuh cinta ke Mami, ya jelas saja Mami menolak Anda, sedikit seperti ... hehehe." Ucapan tidak jelas Azka tertawa sendiri.
"Aku tidak pernah menyangka Anak Sofia sedikit ..." ledek balik Robet.
"Maaf. Lalu pakarnya cinta siapa, tidak mungkin Anda, karena cinta Anda di tolak mentah mentah hehe," jelas Azka.
"Dengar Azka, perjuangan Mami mu di Paris sangat sulit, sebagai perancang disainer hebat, banyak teman jadi musuh. Kau harus sekuat Mamimu, Anaya datang bersama pria entah itu siapa " Perkataan Robet sangat mengejutkan Azka.
"Pria ...? Kenapa mami tidak bilang," keluh Azka, sedikit berfikir.
"Ancaman nih," keluh Azka.
"Mulai saat ini putuskan apa kata hatimu, tetep maju dan berjuang, Atau maju perlahan tapi pasti, atau mundur sekarang juga!" tegas Robet.
"Aku ada niat dan janji harus di penuhi, bersamaku atau tidak yang penting Anaya bahagia, laki-laki sejati harus iklas berkorban untuk kebahagiaan orang yang di cintainya, yang penting dia bahagia itu sudah cukup untukku." Ucapan bijaksana dari Azka yang sok santai, padahal perasaannya tak karuan.
"Tidak mungkin hatiku ceklek lagi," lanjut Azka meringik takut patah hati.
Robet tersenyum melihat tingkah Azka.
"Aku tak menyangka kau bisa dewasa lalu kemudian aneh." Heran Robet, sembari menoleh ke Azka.
"Ahg, kenapa berita baru, selalu mengsyokkan hatiku, setelah berharap dengan level penuh kini harapan mulai turun level lagi," keluh Azka dengan suara keras, Robet tersenyum miring.
"Kembali aneh," sahut Robet.
"Seharusnya kalau memberi kabar besok pagi, jadi tidak bisa tidur nyenyak to aku malam ini."
'Perasaanku kacau lagi, seperti pecahan kaca yang di lempar lalu hancur menjadi beling, Ya Allah.'
kata Azka dalam hati.
"Tapi aku tidak akan melarikan diri lagi, akan ku tunggu sampai dia menikah dan bahagia, lalu aku bisa pergi dengan nyaman," jelas Azka mencoba santai, walau harapan yang tumbuh kembali layu.
"Kata pemuda yang jatuh cinta tak bisa di lawan, tidak bisa dibantah. Oke, kita sampai," tunjuk Robet ke Hotel, kaluar dari mobil, lalu masuk Hotel.
Hotel The Shilla, memang terkenal indah
dan mahal.
'Sabrina kau bunga yang pertama ku hirup baunya, Sabrina kau bunga yang ku juluki merah jambu, Sabrina andai aku bisa menghitung rintikan hujan, sebanyak itu cintaku untukmu. Tingginya menara tak bisa mengukur cintaku, dalamnya lautan tak bisa mengukur
dalamnya cinta, aku penyair cinta yang hanya memendam. Klik, ku kunci lagi hati ku,walau kau datang bersama orang lain aku akan tetap mengungkapkan perasaanku, tak peduli kau menerima atau menolak. Mencintai jika tak terbalas rasanya sangat sakit.
Terserah Allah Karena semua takdir yang merencanakan hanya Sang Pencipta, aku hanya mengikuti alur jalanku.'
Azka memesan kamar yang dekat dengan Anaya. Berjalan memasuki
lorong-lorong Hotel.
"Ini kamarnya." tunjuk Robet.
"Itu kamar Anaya, yang sana kamar pria yang datang bersama Anaya," jelas Robet. "Ayo masuk," ajak Robet, Azka terdiam sejenak untuk melihat kamar Anaya.
'Perih dan sakit, aku menangis.'
Memandangi kamar Anaya, air mata ia tahan agar tidak terjatuh.
Pintu di buka.
"Hai ..." Gadis cantik berambut pirang, Azka terkejut, lalu masuk dengan
sedikit merinding.
"Dia pakar cintamu, dia halunya tinggat level angkasa di ubun-ubunnya. Dia berhasil menjodohkan 132 orang mau cerai, dan orang sepertimu," kata Robet.
Azka menahan tawa. "Hahaha, masa dia ...."
"Aku tertular virus bahasamu, oke dia di sewa oleh Mamimu, namanya Ran Ha Kyu. Panggilannya Hihu" jelas Robet.
Azka tertawa terbahak-bahak mendengar namanya, lalu duduk di sofa.
"Hihu, hehe ... saya Azka, lemes aku, hehehe." Azka berbaring di sofa, lalu memejamkan mata.
"Hay kok tidur, ayo susun rencana," ajak Hihu dengan memukuli Azka dengan bantal.
"Maaf, jangan dulu sok akrab, diam, aku capek!" bentak Azka tak menggubris Hihu, malah merebut bantal yang di pakai Hihu memukulinya.
"Biarkan dia capek, ayo kita keluar, kita bicara besok pagi," ajak Robet ke Hihu.
Mereka keluar, Azka langsung bangun.
"Indonesia sok ke korea-koreaan, belum salat, arah qiblatnya di mana ini?"
Azka keluar, membuka pintu tanpa sengaja melihat gadis berjilbab abu-abu duduk di kursi roda, ciri-cirinya seperti Anaya, Azka menutup pintu, membuka sedikit pintu dan merunduk, membesarkan suaranya.
"Mbak boleh tanya, arah kiblat di mana?" tanya Azka.
'Kok sedikit beda dan tidak memakai cadar,' batin Azka.
"Arahnya sama seperti kamu berdiri," jawab gadis itu tanpa melihat ke yang bertanya ia masuk kamar.
"Tulang tulangku linu ...." Azka mengambil air wudu, salat jama' takhir Magrib dan Isya'.
'Ya Allah jika dia Sabrina maka
beri aku petunjuk, Tolong dekatkan aku, Ya Allah jangan kau buat hatiku melemah.'
Azka memejamkan mata lalu berbaring di atas sajadah.
'Apa aku harus menyamar, untuk sementara, sampai aku tau kalau dia Sabrina. Dari mata turun ke hati, hanya Sabrina yang memikat hati ....
Rindu benar benar meranjamku, membuat malamku tak lelap, terbesit bayangan ayu jelitamu Sabrina.
Hanya sekali aku melihat mu tanpa cadar, aku jatuh cinta walau kau bercadar, Sabrina apa kau Anaya, gadis tanpa cadar yang baru ku temui satu jam yang lalu, galau.'
Azka mencoba tidur, perasaannya sangat tidak nyaman.
Nyanyian alam mengundang mentari pagi, burung-burung berkicau ria, sangat dingin suasana di Korea, negeri dengan drama yang sangat di sukai para insan muda kaum hawa, bukan hanya pemuda pemudi, para pegawai Azka pun selalu baper.
Azka memakai kaca mata dan membuat tiga tahi lalat palsu, Ia berubah jadi cowok culun.
Pintu kamar Azka ada yang mengetuk, Azka membuka pintu, Robet dan Hihu berdiri di depan pintu, mereka tertawa melihat penampilan Azka, mereka masuk.
"Kau ketawa silahkan," kata Azka duduk lalu makan.
"Oke, kau mau ngikutin saran ku?" tanya Hihu, menatap Azka.
"Kata Mami apa?" tanya balik Azka.
"Kita pura-pura pacaran di depan Anaya?!" Jela1s Hihu, Azka terkejut.
"Apa, konyol," keluh Azka memasukkan makanan sampai mulutnya penuh.
"Az, dengar ini penting untuk tau perasaan Anaya kepadamu," bujuk Robet.
"Aku sudah menyamar, jika aku butuh Hihu nanti, kalau aku sudah mengaku aku Azka, untuk saat ini aku ingin tau siapa sebenarnya dia, Kalian cukup cari tau keberadaannya di mana, mengintai." Azka mengatur rencananya sendiri.
"Terserah kamu, yang penting aku dapat bayaran." ucap Hihu.
"Jelas aku bos nya ..." lanjut Azka.
"Bos nya nyonya Sofia," sahut Hihu.
"Ya iya." Azka lanjut makan.