Audia terdiam sesaat, membuat Alvin penasaran. Tangannya mengusap punggung tangan Audia.
"Umm ...." Wajah Audia berubah serius, membuat Alvin menggenggam tangan Audia dengan kedua tangannya.
"Kenapa, Sayang?"
"Anu ...."–Audia menghela napas sejenak–".... Mas inget, pernah marahin mahasiswa yang datang telat?"
"Didi?" Audia mengangguk.
"Yang suara ponselnya bikin Mas, marah?" Audia menatap Alvin. Alvin kembali mengangguk.
Alvin membelai lembut pipi Audia. "Kenapa?"
"Itu ... Didi lagi bikin kue. Dan suara itu, timer yang Didi pasang buat penanda, kalau kuenya udah mateng."
Mata Audia terlihat berkaca-kaca. Membuat Alvin tersenyum. Menarik tubuhnya mendekat ke dada Alvin.
"Didi masih inget yang itu?"
Audia, alih-alih menjawab. Isakan tangisnya terdengar keluar dari mulutnya.
"Hei, Didi, kenapa nangis?"
"Abisan, Mas jahat banget! Marah-marah kaya gitu!" Suaranya nyaris tenggelam dalam tangis.
"Iya, maaf, deh, ya. Mas dulu marahin Didi." Alvin mengusap lengan atas Audia.
"Dua kali!!" Audia tersedu. Mengingat kali ke dua ia dimarahi Alvin.
Alvin menjauhkan Audia dari dirinya, demi bisa menatap wajah istrinya. Mata dan hidungnya memerah. Entah mengapa, bagi Alvin, Audia yang seperti ini begitu menggemaskan.
"Didinya juga, kan, salah waktu itu." Alvin memberi alasan.
"Mana Didi tahu, kalau kuliah sama Mas, kudu matiin hp. Kan, Didi datang aja telat." Audia membela diri.
"Yang ke dua kalinya juga, yang bunyi, hp, Mas, kan?" Audia cemberut, air matanya masih berurai. Tidak terima, kalau dahulu ia dimarahi karena kesalahan orang lain. Keteledoran pak Mandala alias Alvin sendiri.
"Iya, deh, yang ke dua kalinya, Mas yang salah. Udah, dong, nangisnya."
"Didi belum puas!!" Audia masih tersedu.
"Mau, mas, puasin?" Nada menggoda Alvin, membuat Audia menghentikan tangisnya.
"Igh!" Alvin tergelak. Mendaratkan bibirnya di bibir Audia.
"I love you."
"Gak mau!"
"Biarin. Mas gak minta ijin Didi, kok." Mengangkat tubuh Audia, menggendongnya ke kamar, kemudian merebahkannya di ranjang mereka.
"Mas Alvin, igh–" Suara Audia tenggelam di dalam mulut suaminya. Dengan tangkas tangannya melucuti pakaian mereka berdua.
*
Malam jelang tidur, Alvin terlihat termenung di pinggir ranjang. Membuat Audia penasaran. Mendekatkan dirinya, di samping suaminya.
"Mas Alvin kenapa?"
"Nggak ada. Udah tidur, yuk." Alvin merebahkan dirinya di ranjang.
"Apa Mas takut, Didi lupa ingatan lagi, besok?" Alvin menatap wajah Audia. Tidak menyangka, istrinya akan menebak apa yang menjadi pikirannya.
"Tapi, Didi selalu ingat dengan dosen killer, Didi ...," ujar Alvin menggantung. Audia mengangkat bahunya.
Audia juga tidak memahami hal itu. Bagaimana bisa, ingatannya akan sosok pak Mandala, dosen yang pernah dibencinya itu, tetap melekat di kepalanya.
Sedangkan sosok Alvin, Audia butuh diingatkan. Benar-benar melupakan bagian itu.
"Sini, kita tidur. Mas akan ingatkan Didi besok. Seperti biasa." Alvin menarik tubuh Audia mendekat. Merengkuhnya dari belakang. Menghirup aroma Audia yang telah membuat Alvin terbiasa dengannya.
Malam ini, Alvin masih ada di dalam ingatan Audia, istrinya. Besok, adalah tantangan tersendiri baginya.
*
Jelang pagi, Audia membuka matanya perlahan. Tidak ada teriakan seperti pagi hari sebelumnya.
Netranya mengedar di dalam ruangan yang tampak asing. Hingga tatapannya jatuh pada sosok pria tampan yang duduk di sofa tidak jauh dari ranjang.
Mengamatinya.
"Sudah bangun?" Wajah pria itu tampak datar. Membuat Audia takut. Siapa dia?
"Kamu siapa?" Audia mengucapkan apa yang ada di pikirannya.
Alih-alih menjawab, pria itu memilih mendekatinya. "Didi lupa?"
Audia terdiam. Wajahnya tampak menahan sakit. Audia berpikir keras tentang siapa pria di hadapannya itu.
Membuat Alvin khawatir.
"Jangan terlalu keras pada diri sendiri, Di." Suaranya terdengar lirih.
"Mas ... Alvin?" Serta merta Audia memeluk tubuh suaminya, yang sempat ia lupakan.
"Maaf ... maafin Didi. Lupa sama Mas Alvin." Alvin mengurai pelukannya. Kedua tangannya menyentuh wajah Audia, di kedua pipinya. Menatap ke dalam mata istrinya.
"Gak apa-apa. Didi mandi dulu. Hari ini mulai kuliah lagi, kan." Audia menurut, dan segera beranjak menuju kamar mandi.
*
Audia keluar kamar dengan pakaian yang biasa ia kenakan untuk kuliah.
Aroma harum masakan dari dapur, membuatnya terburu-buru mendekat. Dilihatnya, menu sarapan pagi yang telah disiapkan Alvin, tersaji di meja makan.
Omlet telur istimewa. Begitu Alvin menyebutnya. Menyodorkan satu piring nasi beserta lauknya di hadapan Audia.
Audia memperhatikan omlet buatan Alvin, isinya begitu mewah, ada potongan daging asap, jamur, jagung, keju, bawang bombay, dan paprika.
Menyendoknya, dan mengunyahnya beberapa saat.
"Mmm ... enak, Mas!" Puji Audia tulus. Mengacungkan dua jempolnya.
"Mas bisa masak juga ternyata." Audia mengambil satu suap lagi.
Alvin bergabung di meja makan, setelah menggantungkan apron yang tadi digunakannya untuk memasak.
"Haruslah. Mas, kan, lama tinggal di luar, pindah-pindah. Tapi, cuma bisa bikin gini, doang, Di." Alvin menyendok bagiannya.
"Tapi ini enak, beneran." Lagi-lagi Audia memujinya. Membuat Alvin tersenyum.
"Iya, dong. Kan, mas bikinnya pakai cinta."
"Ish! Mulai, deh!" Audia memutar bola matanya, membuat Alvin terkekeh.
"Udah. Abisin sarapannya. Nanti mas antar Didi ke kampus."
"Lho, cuma nganter? Mas gak ngajar hari ini?" Audia menyesap secangkir minuman kopi latte hangat di samping piringnya. Alvin, membuatkannya juga, sebagai teman sarapan.
"Mas ada urusan hari ini." Audia mengangguk.
Sebetulnya ada untungnya juga hari ini Alvin tidak mengajar di kelasnya. Memikirkan bagaimana nanti mereka berinteraksi saat di kampus, membuatnya resah. Karena selama ini, Audia selalu menganggap pak Mandala adalah musuh abadinya.
Dan, sekarang Audia malah terjebak menikah mendadak dengan dosen killernya itu. Meski sosok pak Mandala, tidak semenyeramkan itu ketika mereka telah menikah, dan melalui hari-hari bersama yang intim tanpa jeda.
Pak Mandala dan Alvin, seolah-olah sosok yang berbeda.
"Kok, melamun, Di?" Suara baritone Alvin memecah lamunannya. Audia menjawabnya dengan tersenyum simpul.
"Kue-kuenya udah disiapin?" Alvin mengingatkan.
"Udah, dong. Itu." Audia menunjuk dua kantong besar berisi kue-kue buatannya kemarin malam dan kue hadiah dari Alvin.
Alvin sedikit heran. Semuanya Audia ingat. Namun, perihal pernikahan mereka, mengapa Audia tidak bisa langsung mengingatnya.
"Mas? Igh, gantian bengong." Audia mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Alvin.
"Ayo." Audia telah siap dengan tas ransel yang disampir di sebelah bahunya. Sebelah tangannya yang lain menenteng bungkusan kue.
Alvin mengambil alih, membawakan dua bungkusan kue itu di tangannya. Mereka berdua berjalan ke lift.
*
Mobil Alvin melaju keluar dari lahan parkiran apartemen mewah di kawasan Jakarta Selatan menuju kampus Audia dan tempat Alvin mengajar.
Beberapa ratus meter, CR-V hitam itu akan memasuki kawasan kampus, Audia bersuara.
"Mas, Didi turun di sini aja."
"Lho, bentar lagi sampai, kok, malah mau turun di sini?"
"Ish! Nanti kalau ada mahasiswa lain, yang liat Didi turun dari mobil Mas, bisa heboh sekampus." Audia masih bersikeras menutupi kenyataan pernikahannya dengan Alvin alias pak Mandala, dosen arsitektur di kampusnya.
"Please?" Audia memperlihatkan wajah memelasnya.
Alvin menunjuk sebelah pipinya. "Cium dulu."
Wajah Audia memerah, kemudian mengecup pipi Alvin sekilas, dan bergegas akan turun dari mobilnya. Namun, Alvin menarik pergelangan tangannya.
"Sebelah lagi belum." Alvin menunjuk sebelah pipinya yang lain.
Audia mendengus. Namun, tetap menuruti permintaan suaminya. Mengecup pipinya yang sebelah lagi.
Sebelum Audia melepaskan bibirnya dari pipi Alvin, tangan Alvin yang bebas, menahan dan menekan tengkuk Audia.
Audia tercengang, dan hendak menjauhi wajah Alvin. Kesempatan itu langsung dimanfaatkan Alvin, menekan bibirnya di bibir Audia. Bermain-main dengan bagian kenyal dan manis di wajah istrinya, beberapa saat.
"Done!" ucap Alvin, membuat Audia mengerjap beberapa kali. Sebelum akhirnya tersadar, menepuk dada sang suami.
"Dasar!" Audia merengut, namun Alvin tertawa.
Audia terburu-buru keluar dari mobil Alvin, dan melupakan dua bungkusan kuenya.
"Didi." Alvin ikut keluar dari mobilnya. Tangannya mengangkat dua bungkusan milik Audia.
Malu-malu Audia menghampiri Alvin, mengambil bungkusannya, dan segera menjauh dari Alvin. Khawatir ada seseorang yang melihat mereka berdua di depan kampusnya.
"Hati-hati, Sayang. Belajar yang bener, jangan ngobrol di kelas. Siang, mas jemput, ya." Audia mengabaikan ucapan Alvin yang lantang. Tidak menoleh sedikit pun. Membuat Alvin geli sendiri, melihat tingkah Audia.
******
Hallo, mohon maaf ya, kak, bab setelah ini terkunci, tapi jangan khawatir, kakak bisa membeli koin untuk membuka bab yang terkunci. Caranya, ikuti petunjuk di bawah ini, ya.
Buka bab terkunci,
1. Pilih DAPATKAN COINS (langsung di bab terkunci), atau buka AKUN dari aplikasi WEBNOVEL, pilih ISI ULANG.
2. Pilih cara pembayaran via aplikasi WEBNOVEL lebih banyak pilihan untuk membeli koin (G–untuk pembayaran melalui google play–via tagihan ponsel; kartu kredit/debit; Alfamart/Indomart; ShopeePay; DANA; DOKU; Tukar Kode; Beli saldo di Google Play), stripe, P (Paypal), GoPay, OVO.
3. Pilih Isi Ulang, dengan memilih jumlah koin yang ingin dibeli (misal 15.000–sebelum pajak 10 persen, untuk 50 koin). Selanjutnya ikuti petunjuk dari aplikasi, pastikan saldo mencukupi.
Dukung terus cerita ini agar makin naik peringkatnya, dengan lempar power stone atau beri gift ^^
MAMPIR JUGA KE CERITAKU YANG LAIN YA KAK:
ELEGI CINTA ASHA [ROMANCE]
ALISHA (PRETENDING) [ACTION-ROMANCE]
ANNETHAXIA LUO PUTRI NEGERI SALJU [FANTASI]
TERIMA KASIH