webnovel

Menara Cinta

Sejak kecelakaan itu terjadi.. Seiring berjalannya waktu hidup Sasya berubah. Sasya tak memikirkan lagi masa lalunya! Karena Sasya tak bisa mengingat semuanya. Karena jika Sasya mengingat hal itu. Hanya akan menambah luka di hatinya! Yang Sasya tau, kegelapan serta kedinginan dan Kesepian.

Kazuma_Hans3139 · Urbain
Pas assez d’évaluations
88 Chs

Penculik!

"Ternyata Masih disini. Lagi-Lagi dan lagi rumah sakit." Keluh Sasya dalam hati.

Ia sudah bosan keluar masuk ke tempat ini.

Apalagi jika malam hari tiba, seperti sekarang. Rumah sakit ini sangat sepi, dan entah kenapa. Sasya tak menyukainya.

"Kapan kamu kembali Bry.." gumam Sasya lirih. Ia meremas selimut yang ia pakai.

Klap!

Seketika lampu disana padam. Sasya menatap ke sekitar, bukan hanya kamarnya yang lampunya padam. Tetapi kamar lain juga.

Tanpa sadar Sasya meremas selimut lebih kuat lagi. Peluh bercucuran didahinya.

Ceklek!

Pintu kamarnya terbuka, Sasya menghela nafas lega. "Bryan..?" Panggilnya sedikit ragu.

Matanya tak lepas dari sosok pria jangkung yang kini berjalan kearahnya.

Tak dapat sahutan, Sasya kembali mencoba memanggil nama suaminya. "Bryan? Kau kah itu?"

Pria itu tak menjawab, hanya melangkah mendekati dirinya. Jantung Sasya berdegub kencang, sungguh. Ia benar-benar tidak menyukai kegelapan.

Kini sosok itu tepat berada disisi ranjangnya.

"Sayang sekali, aku bukan dia." Bisik sosok itu dengan suara serak.

Sasya melebarkan matanya terkejut, menggeleng lemah. Sasya mencoba menghindarinya. Namun, pergerakan itu membuat perutnya sakit kembali. "Akh!..." Sasya mengerang, ia menggigit bibir. Kenapa Bryan belum datang juga?

"BRY-UMPH!" Sasya ingin menangis saat Bagas membungkam mulutnya.

Bagas menatap dingin, bibirnya menyeringai kecil.

"Jangan coba-coba teriak sayang.."

Bagas menarik selimut, kedua tangannya terulur untuk menggendong Sasya.

"Lepaskan! Lepaskan aku!" Teriak Sasya parau.

Bagas mendelik tajam,

"Jangan teriak Sasya, atau aku akan menyuruh orang untuk membunuh suami-mu itu." Ucap Bagas dengan nada mengancam.

Mata Sasya membelalak,

"Jangan! Tidak... jangan bunuh Bryan.." raung Sasya dalam hati. Ia terisak pelan saat Bagas berhasil membawanya dalam gendongan.

"Jadilah anak baik, maka aku akan mengabulkan semua permintaan mu." Bisik Bagas lirih.

Saat mereka keluar ruangan, Bagas memilih jalan menuju halaman belakang rumah sakit. Ia tau, dokter yang menangani Sasya akan tiba lebih cepat dari perkiraannya.

"Bryan!"

.

.

Azuna melewati koridor rumah sakit yang gelap, dirinya bukan penakut. Ia melangkah dengan cepat ke ruangan Sasya. Sebenarnya dirinya bingung, kenapa tiba-tiba lampu dirumah sakit padam?

Tap!

Seketika lampu kembali menyala, Azuna menghela nafas lega. Ia semakin mempercepat langkah kakinya.

Saat sudah beberapa meter dari ruangan Sasya, Azuna merasa aneh..

Kenapa pintu ruangan Sasya terbuka lebar?

Ia melangkah masuk kedalam, ketakutan Azuna semakin meningkat saat ruangan Sasya tampak berantakan. Matanya meneliti keseluruh sudut ruangan, kosong. Azuna berlari kecil, ia membuka pintu kamar mandi.

Tidak ada!

Dengan panik, ia merogoh ponsel disaku blazernya.

"Lian angkatlah!" Gumam Azuna, ia khawatir.

Sangat.

"Yeah sayang ada apa?" Ujar Lian diseberang sana.

Azuna hampir saja terpekik senang saat Lian mengangkat telpon darinya. Jika saja keadaan sekarang tidak genting seperti ini.

"Sasya tidak ada dikamarnya!" Ujar Azuna panik.

"APA?!" Teriak Lian.

"Sasya hilang! Cepatlah kemari! Bantu aku.." ujar Azuna lirih, nadanya bergetar karena takut.

"OK. Aku kesana sekarang! Kamu tenang dulu." Ujar Lian menanangkan, meski dalam hati ia khawatir.

"Ya, ku mohon cepatlah." Pinta Azuna.

"Ini aku mau kesana, bye."

Tuuut...

Azuna menatap layar ponselnya yang mati, matanya sibuk menelisik. Ia berharap menemukan sesuatu disini.

Saat sibuk dengan pencariannya, Azuna tak sadar jika Bryan datang. Dahi pria itu mengerut, saat matanya tidak mendapati Sasya.

"Dokter Azuna.. dimana Sasya?" Ujar Bryan tiba-tiba.

Terkejut, Azuna segera berbalik. "Aku tidak tau." Jawabnya dengan raut gugup.

Bryan menjatuhkan barang yang ia bawa, matanya menatap tajam Azuna. "Apa maksudmu?!"

Azuna berjengit kaget, ia tetap menggelengkan kepala.

Tak berapa lama, Lian tiba-tiba masuk, ia menarik Azuna kedalam pelukannya. Gadis itu tampak ketakutan, Lian melirik sahabatnya.

"Bryan, tenang. Azuna tidak tau apa apa, bahkan tadi dia menelpon ku."

Kini tatapan Bryan beralih,

"Bagaimana mungkin aku bisa tenang huh? Lian, Sasya tidak ada disini. Dan dia.." Bryan menujuk Azuna dengan dagunya. "Tidak tau kemana pasiennya pergi. Bagaimana aku bisa tenang?" Ucapnya dingin.

Lian menghela nafas gusar melihat sahabatnya kacau.

"Kita cari sama-sama oke?" Ucap Lian pelan. Ia menunduk menatap wajah Azuna.

"Sayang apa kamu tau sesuatu?" Tanya lian dengan hati-hati.

Azuna menggelengkan kepalanya, kemudian ia mengingat kejadian sebelum Sasya menghilang dari kamarnya.

"Sebelum ini, lampu rumah sakit tiba-tiba padam." Ujar Azuna pelan.

Lian mengangguk, ia menaikan sebelah alisnya.

"Lalu?"

Badan Azuna kembali gemetar.

"Aku datang kemari untuk melihat keadaan Sasya, tapi..." kalimatnya menggantung.

"Kau tak menemukannya?" Ucap Lian.

Azuna mengangguk, ia tak berani menatap Bryan.

Lian merogoh sakunya, ia menghubungi pihak keamanan rumah sakit.

"Periksa CCTV kamar VIP Mawar. Segera langsung kirimkan rekamannya padaku." Ucap Lian pada salah satu petugas keamanan.

Tangan Bryan mengepal, ia bersumpah dalam hati. Siapapun yang membawa Sasya pergi darinya. Ia akan mematahkan salah satu kakinya!

.

.

Bagas melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia tidak mau kalau rencananya kali ini gagal.

Bagas melirik Sasya lewat ekor matanya, wanita itu tampak tidur.

Bagas sebenarnya sedikit khawatir, karena wajah Sasya bertambah pucat saat mereka meninggalkan rumah sakit. "Aku akan panggilkan dokter terbaik untukmu." Bisik Bagas lirih.

"Bertahanlah.. jangan dulu mati sebelum kita bersama sampai kakek nenek." Ujarnya setengah putus asa.