webnovel

Menantu Pungut

Aaron Liu harus menerima kenyataan pahit saat keluarganya tiba-tiba bangkrut. Ditambah tunangannya dengan tega mencampakkannya begitu dia jatuh miskin. Begitu juga sahabatnya yang ikut menghilang tanpa kabar! Untung saja, Aaron Liu bertemu dengan seorang wanita tua baik hati yang mengijinkannya untuk tinggal dan juga bekerja di rumahnya. Namun, siapa yang menyangka, takdir hidup Aaron Liu kian berubah drastis. Sebuah perjodohan yang tak terduga, membuatnya mendapatkan predikat sebagai 'Menantu Pungut'. Di balik pahitnya kisah hidup Aaron Liu, ada sebuah rencana besar yang sama sekali tak pernah disadarinya.

Lenna_Cristy · Urbain
Pas assez d’évaluations
488 Chs

Bab 13 Kelemahan Terbesar

Wen Ziyi meninggalkan kediaman Keluarga Jiang dengan hati menggerutu. Sudah jauh-jauh ia mendatangi rumah itu, tak ada hasil apapun yang didapatkan.

"Dasar! Nenek tua sialan! Jika kamu bukan kakak perempuan dari suamiku, aku pasti sudah memberikan pelajaran padamu," maki Wen Ziyi sembari melangkah keluar dari rumah nan mewah milik Keluarga Jiang.

Wanita itu tak terima setiap kali Nenek Jiang selalu menolak permintaannya. Bukan hanya sekali atau dua kali saja, bahkan sudah belasan kali Wen Ziyi mendapatkan penolakan dari kakak iparnya itu. Hal itu hanya menambahkan kebencian di dalam hatinya saja.

Di saat wanita itu mengeluarkan beberapa umpatan, ia tak sadar jika Aaron Liu berada tak jauh darinya. Pria itu mendengar dengan jelas semua kata-kata yang diucapkan oleh Wen Ziyi pada Nenek Jiang.

Hal itu cukup mengejutkan bagi Aaron Liu. Ia mulai berpikir yang tidak-tidak mengenai sebuah insiden yang dialami mereka saat akan berangkat ke kantor.

"Mungkinkah wanita itu yang membayar orang-orang itu untuk mencelakai Nenek Jiang?" gumam Aaron Liu sangat pelan. Dia tak ingin menciptakan kecurigaan pada wanita yang baru saja keluar dari dalam rumah.

Setelah memastikan wanita itu sudah pergi dari sana, Aaron Liu bergegas masuk dan langsung menemui Nenek Jiang. Dia harus mengatakan sesuatu yang dikatakan oleh wanita tadi.

Dengan sangat pelan dan juga berhati-hati, Aaron Liu mengetuk sebuah ruangan di mana Nenek Jiang berada. Rasanya sudah tak sabar untuk memberitahukan hal tadi pada sosok wanita berhati malaikat itu.

Tok tok tok

"Bolehkah aku masuk, Nek?" tanya Aaron Liu sembari mengetuk pintu ruangan di hadapannya.

"Masuklah, Aaron!" sahut Nenek Jiang di dalam ruangan itu.

Dalam sekejap saja, Aaron Liu langsung masuk ke dalam untuk menemui Nenek Jiang. Dia tampak ragu saat hendak melangkah masuk ke dalam ruangan itu. Ada perasaan cemas dan juga takut jika apa yang dikatakannya justru akan menyebabkan masalah baru.

Nenek Jiang menatap Aaron penuh arti. Dia bisa melihat jika pria itu ingin mengatakan sesuatu padanya. Tentunya hal itu cukup penting dan juga tak main-main.

"Ada apa, Aaron? Apakah ada sesuatu yang terjadi?" tanya Nenek Jiang tanpa mengalihkan pandangan dari pria muda yang tampak sangat tampan dengan baju setelan jas pilihannya.

"Ada sesuatu yang ingin aku katakan, Nek." Aaron Liu terdiam sebentar sebelum melanjutkan ucapannya. Dia harus menyusun setiap kata yang akan diungkapkan pada wanita tua di depannya. "Aku mendengar kata-kata tak menyenangkan dari seorang wanita yang baru saja pergi dari sini," ungkapnya.

"Wanita tadi adalah adik iparku, Wen Ziyi. Apakah dia mengatakan kata umpatan sumpah serapah padaku?" Nenek Jiang seolah sudah mengetahui hal itu. Tak heran jika perempuan itu sampai mengatakan sesuatu untuk melampiaskan amarahnya.

Aaron Liu sangat terkejut mendengar jawaban itu. Dia bisa melihat jika Nenek Jiang sama sekali tak terkejut mendengar hal itu. Setidaknya ia semakin yakin jika adik iparnya itu memiliki niat jahat pada Keluarga Jiang.

Rasanya sulit dipercaya bagi Aaron Liu. Sosok wanita yang begitu baik dan berhati malaikat bisa memiliki seorang yang begitu membencinya. Benar-benar sangat memprihatinkan baginya.

"Apakah Nenek sudah mengetahuinya?" tanya Aaron Liu untuk memastikan hal itu. Meskipun tebakannya sama sekali tak salah, ia hanya ingin mendengar sendiri dari Nenek Jiang.

"Tak perlu dipikirkan, Anak muda. Bukan hanya sekali atau dua kali saja. Wen Ziyi sejak dulu memang tak pernah menyukai aku. Apalagi setelah suaminya meninggal beberapa tahun silam, dia seolah tak bisa menerima kondisinya yang tak seperti dulu," terang Nenek Jiang tanpa menutupi apapun.

Hubungan kedua wanita itu memang tak benar-benar baik. Wen Ziyi sudah tak menyukai Nenek Jiang sejak menjadi adik iparnya. Berbagai alasan tak jelas dijadikan dinding pemisah agar ia bisa menjadikan jarak di antara mereka

Namun, takdir berkata lain. Suaminya meninggal karena serangan jantung. Bisnis Keluarga Wen langsung bangkrut seketika. Mau tak mau, Wen Ziyi harus bergantung pada Keluarga Jiang untuk menghidupi kedua anaknya yang saat itu masih anak-anak.

"Aku khawatir jika Nyonya Wen sampai merencanakan sesuatu yang jahat untuk Nenek. Atau jangan-jangan ... orang-orang yang tadi menghadang kita adalah suruhannya?" Ada perasaan takut yang tiba-tiba menyeruak masuk ke dalam hati Aaron Liu. Tak pernah menyangka jika setiap detik, nyawa Nenek Jiang berada dalam bahaya.

"Tidak akan terjadi apa-apa padaku. Aku justru takut jika mereka sampai berniat mencelakai cucuku. Hal itulah yang setiap malam menjadi mimpi buruk dalam tidurku," ucap Nenek Jiang dengan segala kecemasan dan juga rasa takut atas sesuatu yang mungkin saja terjadi.

Selama hidup, Nenek Jiang tak pernah mengkhawatirkan siapapun melebihi rasa khawatirnya pada sang cucu. Hal itu menjadi sebuah kelemahan sekaligus kekuatan terbesar baginya.

Seluruh hidup dan juga semua miliknya telah diberikan pada sosok perempuan cantik yang harus kehilangan kedua orang tuanya beberapa tahun silam. Sebuah insiden kecelakaan yang telah menewaskan anak dan juga menantunya itu menyisakan duka yang begitu dalam.

"Apa yang bisa aku bantu untuk membuat Nenek merasa jauh lebih baik?" tanya Aaron karena tak tega melihat kesedihan dari seorang perempuan yang sudah menerimanya tinggal di sana.

"Aku memang membutuhkan bantuanmu, Aaron. Tapi bukan sekarang ... suatu hari aku sendiri yang akan mengatakannya padamu," jawab Nenek Jiang pada seorang pria muda yang tampak sedang memikirkan jawaban itu.

Jawaban itu justru membuat Aaron semakin penasaran dengan kata-kata Nenek Jiang. Sebuah bantuan yang tak bisa dikatakan saat itu. Bantuan seperti apa yang diinginkan oleh Nenek Jiang? Berulang kali memikirkan hal itu, ia sama sekali tak menemukan jawaban.

Dengan kondisi finansial yang memprihatinkan, Aaron Liu tak bisa melakukan apapun untuk Keluarga Jiang. Hanya bantuan tenaga dan juga pikiran yang terbatas saja yang mungkin bisa diberikannya untuk membalas semua kebaikan itu.

"Aku akan membantu Nenek semaksimal mungkin. Apalagi ... sudah banyak hal yang sudah Nenek berikan padaku. Aku bisa saja menjadi gelandangan di jalanan jika Nenek tak memungut aku." Aaron Liu sangat menyadari hal itu. Tanpa Nenek Jiang, ia mungkin saja sudah mati kelaparan di jalanan.

"Jangan katakan itu, Aaron! Semua yang kulakukan adalah tulus karena aku ingin menolong kamu. Bahkan sudah beberapa kali, kamu sampai terluka saat menolong aku," balas Nenek Jiang tanpa melupakan semua yang sudah dilakukan oleh Aaron Liu kepadanya.

Mereka berdua saling membalaskan kebaikan masing-masing. Segala kebaikan yang disertai oleh ketulusan pasti akan membuahkan pembalasan yang berlipat kali ganda. Meskipun mereka berdua sama-sama tak mengharapkan apapun atas kebaikan yang dilakukannya.