webnovel

Melisa [Cinta Pertama]

Melisa Aurelie gadis remaja yang tak bisa melupakan cinta pertamanya. Dion, terpaksa harus pindah ke luar kota karena mengurus sang Ibu yang tengah sakit. Menjalani cinta jarak jauh terasa berat, tapi tak pernah menjadi beban bagi Melisa. Dia yakin bisa melewati semua ini. Tapi itu hanya berlaku bagi Melisa saja. Suatu ketika Dion menghilang tanpa kabar, membuat hati Melisa hancur, dalam ketidak—pastian, akan tetapi gadis itu tetap menunggu Dion kembali. Hingga datang seorang pria dari masa lalu, dan mampu mengobati sakit hatinya. Namanya, Bagas, dia adalah teman masa kecil Melisa. Tapi di saat Melisa mulai melupakan Dion, serta sudah menetapkan hatinya untuk Bagas, di saat itu pula Dion datang kembali, dan membuat hati Melisa dirundung dilema.

Eva_Fingers · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
93 Chs

Pertunangan Jeni Part2

Aku dan Elis benar-benar sok saat melihat pria yang dijodohkan dengan Jeni benar-benar diluar ekspektasi.

Aku tidak bisa membayangkan, jika Jeni memiliki tunangan macam pria ini. Dan aku yakin kalau usia pria ini juga jauh di atas kami.

"Mel, parah bangat enggak, sih?" bisik Elis di telingaku. "Masa mukanya lebih gantengan Tukang Cilok depan sekolahan?" kata Elis.

"Sstt... iya gue tahu, tapi jangan bisik-bisik terus kasihan tuh si Jeni," ujarku.

Akhirnya Elis pun terdiam, dan dia kembali duduk manis.

Kami memasang senyuman palsu di depan mereka semua.

Dan Ayah dari si Pria Berambut Klimis itu mulai membuka percakapan.

"Selamat sore, Pak Darman sekeluarga," ucapanya.

"Iya, Sore, Pak Choki," jawab Om Darman ayahnya Jeni.

Dan tenyata ayah dari si Pria Berambut Klimis, itu bernama Choki.

'Lucu juga namanya mirip coklat yang sering muncil di iklan TV hehe,'

Tetapi setelah aku lihat wajah Om Choki lebih detail lagi, orangnya lumayan tampan, dan saat aku melihat kearah istrinya juga sangat cantik.

Kalau dari bibit kelas unggul seperti ini, harusnya anak mereka juga tampan. Yah ... walaupun enggak tampan-tampan amat, setidaknya tidak seperti ini ... benar-benar, ah! Pkoknya susah diungkapkan dengan kata-kata saja.

Kamudian Pria Berambut Klimis itu kembali tersenyum kepada kami, bahkan mata kirinya sempat mengedip kearahku.

Seketika lubang hidungku kembang-kempis tak karuan.

Melihatnya ingin sekali aku menjambak rambut kelimisnya lalu menjitakan kepalanya sebanyak 7 kali.

Namun keadaan yang memaksaku untuk bersabar. Lagi pula aku sudah berjanji kepada orang tuanya Jeni, bahwa aku dan Elis tidak akan membuat keributan di rumah ini.

Kemudian Om Choki pun mulai memperkenalkan istrinya kepada kami.

"Sebelumnya saya ingin memperkenalkan kepada kalian, terutama kepada Jeni dan teman-temannya, ini istri saya, namanya Rini, kalian bisa panggil beliau, 'Tante Rini' dia mamanya Alvaro," tutur Om Choki.

Dan berkat ucapan Om Choki itu, aku dan Elis mengetahui kalau Pria Unik yang ada di hadapan kami ini bernama Alvaro.

Nama yang sungguh-sungguh tidak cocok.

Aku dan Elis bergidik heran secara bersamaan. Sementara Jeni hanya menundukkan kepalanya dengan raut wajah frustasi.

Aku benar-benar kasihan melihatnya. Dan aku tidak bisa membayangkan jika hal ini terjadi kepadaku.

Dijodohkan dengan pria asing yang kelewat jelek. Aku dan Elis berulang kali mengelus dada penuh rasa syukur, karena beruntung orang tua kami tidak menjodohkan kami dengan orang macam itu.

"Oh, iya, maaf sebelumnya, Alvaro belum bisa datang, dia bilang masih berada diperjalanan. Jadi sambil menunggu kedatangan Alvaro, kami ingin langsung saja menyampaikan niat baik dari kedatangan kami kemari," ujar Om Choki.

Seketika aku, Elis, dan, Jeni, kembali kaget. Rupanya Alvaro jodohnya si Jeni masih ada di perjalanan, yang artinya pria yang sedang nyengir di hadapan kami ini bukan Alvaro.

Huf ... syukurlah ....

Aku lihat Jeni mulai bernafas lega, begitu pula aku dan Elis, kami juga turut bernafas lega. Hanya saja aku penasaran, kalau pria ini bukan Alvaro, lalu dia siapa?

Dan seperti apa wajah dari Alvaro yang asli?

Aku malah deg-degan memikirkannya. Ingin sekali aku bertanya langsung kepada mereka, tentang siapa orang yang ada dihadapan kami ini.

Tetapi saat aku hendak membuka mulut untuk melontarkan pertanyaan, tiba-tiba hati ini seakan berkata 'jangan' karena ini memang bukan urusanku. Dan aku juga takut mereka malah akan tersinggung.

Akhirnya aku urungkan saja niatku ini, dan aku memilih diam. Setidaknya aku merasa tenang jodoh Jeni bukanlah si Pria Aneh itu.

Kemudian Om Choki melanjutkan pembicaraan tentang tujuan mereka datang kemari yaitu untuk melamar Jeni.

Tanpa menunggu persetujuan dari Jeni, kedua orang tua Jeni yaitu Om Darman dan Tante Farah langsung menerimanya.

Kalau menjadi Jeni aku tetap akan bersedih, karena mereka bertindak sesuka hati, tanpa memikirkan perasaan Jeni.

Tetapi yasudahlah ... lagi-lagi aku harus diam, dan pura-pura tidak tahu. Ini buka urusanku, aku tidak boleh ikut campur.

Sementara itu, Elis malah berbisik di telinga Jeni, aku dapat mendengarnya, kerena memang kami duduk berdekatan.

"Jen, kamu gak marah gitu, orang tua kamu seenaknya bilang 'iya?'" tanya Elis.

"Enggak, sebagai anak yang berbakti kita ini harus nurut apa kata orang tua," kata Jeni.

"Iya, tapi—"

"Gak apa-apa kok, El, aku dan Papa-Mama udah punya kesepakatan," ujar Jeni dengan santainya.

Setelah lamaran mereka sudah diterima oleh orang tua Jeni, si Pria Berambut Klimis, mulai menunjukkan sikap genitnya kepada kami, terutama kepada aku dan Elis.

"Ehm!" Dia berdehem sambil duduk di tengah-tengah kami, kebetulan Jeni sedang pergi ke toilet.

"Halo, Cewek-cewek," sapanya, "mau tanya, salah satu dari kalian ada yang jomblo, enggak?" ujar pria itu dengan genitnya.

"Bejo! Kamu jangan genitin teman-temannya, Jeni!" ujar Tante Rini mamanya Alvaro.

"Ah, si Ibu, mah ... ganggu aja, saya, 'kan lagi usaha," ujar pria itu sambil tersenyum.

"Ih, kamu ini di mana-mana selalu aja ganjen!" oceh Tante Rini kepada pria itu. "Udah sono! Ke mobil gih! Bikin malu aja!" ujarnya lagi.

Kemudian si Pria Berambut Klimis itu menuruti printah Tante Rini.

Lalu aku pun memberanikan diri untuk bertanya.

"Tante Rini, yang tadi itu siapa, ya?" tanyaku.

"Iya, Tante, kok antik banget," imbuh Elis.

Dan dengan santainya, serta senyuman ramah, Tante Rini menjawabnya, "Itu, Sopir, saya,"

"Oww!" Aku dan Elis manggut-manggut secara kompak.

***

Kami sudah salah paham atas siapa pria yang kami lihat tadi.

Dan tak lama Jeni pun keluar dari toilet dan kembali duduk bersama kami.

Kemudian terdengar seorang pria mengucapkan salam di depan pintu.

"Assalamu'alaikum," ucapnya kami semua menoleh, dan dengan kompak kami menjawabnya.

"Walaikumsalam!"

"Eh, Varo! Akhirnya datang juga!" sapa Tante Rini kepada pria itu.

Bersambung ....