webnovel

Melisa [Cinta Pertama]

Melisa Aurelie gadis remaja yang tak bisa melupakan cinta pertamanya. Dion, terpaksa harus pindah ke luar kota karena mengurus sang Ibu yang tengah sakit. Menjalani cinta jarak jauh terasa berat, tapi tak pernah menjadi beban bagi Melisa. Dia yakin bisa melewati semua ini. Tapi itu hanya berlaku bagi Melisa saja. Suatu ketika Dion menghilang tanpa kabar, membuat hati Melisa hancur, dalam ketidak—pastian, akan tetapi gadis itu tetap menunggu Dion kembali. Hingga datang seorang pria dari masa lalu, dan mampu mengobati sakit hatinya. Namanya, Bagas, dia adalah teman masa kecil Melisa. Tapi di saat Melisa mulai melupakan Dion, serta sudah menetapkan hatinya untuk Bagas, di saat itu pula Dion datang kembali, dan membuat hati Melisa dirundung dilema.

Eva_Fingers · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
93 Chs

Makan Malam

Aku dan Bagas mulai memasuki restoran.

Dan aku juga melihat Elis yang sudah duduk di kursi mengobrol bersama dengan Julian.

Aku melihat Julian mencolek wajah Elis dengan gemas.

"Ih, main colek-colek aja!" ucapku secara reflek.

"Ada apa, Mbak?" tanya Bagas, "apanya yang dicolek?"

"Eh, enggak kok Gas!" sahutku.

"Kita mau duduk di mana nih?" tanya Bagas.

"Di sini aja, Gas!" sahutku seraya menunjuk kearah kursi kosong.

Lalu kami duduk di sana. Tapi pandanganku masih belum terlepas dari Elis.

"Ada apa sih, Mbak? Kok dari tadi ngelihatin kearah sana mulu?"

"Enggak kok!" Aku menggelengkan kepalaku. Tapi Bagas sudah tahu alasanku bertingkat aneh. Karena dia melihat ada Elis yang tengah duduk dengan teman prianya.

"Loh, itu Elis temannya, Mbak Mel, 'kan?" ujar Bagas saraya menunjuk kearah Elis.

Dan terpaksa aku pun bercerita kepada Bagas.

"Gas, aku tuh sebenarnya lagi mengawasi Elis," bisikku di telinga Bagas.

"Emangnya si Elis kenapa, Mbak?"

"Ssst, jangan kenceng-kenceng, Gas,"

"Oww ... gak boleh kenceng-kenceng ya?" Bagas berbicara dengan nada berbisik.

"Terus kenapa, Mbak?" tanyanya lagi.

"Jadi gini, Gas! Elis itu lagi jatuh cinta sama tuh cowok, aku takut kalau cowok itu berbuat yang enggak-enggak sama, Elis," jelasku.

"Tapi, 'kan Elis itu orangnya Preman banget, Mbak, jadi mana mungkin tuh cowok berani berbuat yang macam-macam sama Elis?" ujar Bagas.

"Ya tapi—"

"Mbak, biarin aja itu, 'kan urusan Elis sama tuh cowok, Mbak Mel, gak boleh terlalu ikut campur," kata Bagas mengingatkanku.

"Eh, gitu ya?" Aku mulai memikirkan lagi ucapan Bagas. Sepertinya memang ada benarnya sih, aku tidak boleh terlalu ikut campur dengan hubungan Elis dan Julian.

Lagi pula Elis itu gadis yang kuat dan tidak mudah terperdaya, aku yakin Elis pasti tidak akan tinggal diam kalau sampai Julian berbuat yang macam-macam terhadapnya.

"Mbak, mau pesan apa?" tanya Bagas.

"Pesan apa ya?" Aku malah bingung sendiri, "apa aja deh, Gas! Samain aja sama pesanan kamu," ujarku.

"Ciye, mulai ikut-ikutan, jangan-jangan, Mbak Mel, beneran udah jatuh cinta sama saya nih ...?" ledek Bagas.

"Ih, apa sih! Jangan GR deh! Lagian apa hubungannya jatuh cinta sama makanan?" sengutku.

"Ya pokoknya ada ... lah," jawab Bagas ragu-ragu.

"Ih, jangan ngacok! Lagian kamu kan udah punya pacar, Gas! Kamu gak boleh genit kamu gak kasihan sama Laras?" tanyaku.

"Ih, kenapa jadi bawa-bawa Laras deh," keluh Bagas.

"Ya habisnya kamu genit banget sama aku!"

"Ih, Mbak Mel aja yang GR!"

Dan pandanganku kembali melirik kearah Elis, dia masih mengobrol sambil tertawa-tawa dengan Julian. Entah apa yang mereka obrolkan sehingga terlihat seru sekali, lalu Bagas menepuk pundakku.

"Tuh, 'kan Mbak Mel, kumat lagi," ujar Bagas.

"Kumat apa deh, Gas!" sengutku.

Dan Bagas kembali menasehatiku.

"Mbak, udah biarin aja mereka lagi kencan! Mbak Mel, itu Jangan ikut campur," ujar Bagas.

"Sekarang gini misal nih, Mbak Mel, lagi kencan makan malam sama pacar, terus Elis kepo banget sama, Mbak Mel, kalau begitu, Mbak Mel, bakalan kesel enggak?" tanya Bagas.

"Ya kesel sih," jawabku agak ragu.

"Nah makanya! Udah biarin aja!" kata Bagas. "Jangan kepo juga sama, Elis!" imbuhnya lagi.

Akhirnya aku pun mengabaikan Elis, dan kembali fokus dengan Bagas.

Sambil menunggu pesanan datang kami mengobrol, Bagas menunjukkan rekaman video The Jamet, pas lagi pentas di acara ulang tahun anak Pak Lurah.

"Wih, The Jamet, keren banget ya!" pujiku.

"Iya dong vocalisnya siapa dulu, 'Bagas!'" ucapnya dengan bangga.

Bagas juga menunjukkan vidio clip lagu terbaru mereka.

Yah meski hanya dibuat dengan sederhana dan tidak sebagus Band Papan Atas, tapi menurutku lumayan menarik, dan bahkan viewers-nya di kanal YouTube juga sudah lumayan banyak.

Mereka sudah memiliki penggemar tersendiri.

***

Dan tak lama makanan pesanan kami pun datang.

Rasanya aku sudah tak sabar ingin segera menyantap sesuatu, untuk menyumpal mulut para cacing di perutku. Huft ... mereka sudah mulai berdemo.

Kebetulan aku tadi belum sempat makan.

"Waah, enak banget kayaknya!" ucapku antusias.

"Kayaknuya ada yang lagi lapar banget nih" sindir Bagas.

"Iya, Gas! Aku tadi belum sempat makan!" sahutku.

Lalu aku dan Bagas makan begitu lahap, dan makananku sudah habis duluan, sementara satu piring cumi-cumi saus tiram milik Bagas masih penuh, dia baru memakan beberap potong saja.

Tapi kepiting goreng tepung punya Bagas sudah hampir habis.

Jangan tanya miliku, karena miliku sudah habis semuanya, baik kepiting mau pun cumi-cumi tak tersisa.

"Mbak Mel, makan kok cepet banget? Udah kayak kuda nil?" tanya Bagas.

Seketika aku terdiam dengan mulut yang masih penuh dengan makanan.

Astaga! Aku ini memang tidak tahu malu. Aku sudah makan dengan rakus di depan seorang pria tampan! Eh, enggak tampan-tampan amat sih!

"Gak apa-apa, Mbak! Gak usah malu! Kayak sama siapa aja," sindir Bagas.

"Ih, apaan sih!" ujarku.

"Mbak, Mel, cumi-cumi punya saya buat, Mbak Mel, aja deh!" ucap Bagas seraya menyodorkan piring cumi-cuminya kearahku.

"Ih udah ah, Gas! Aku kenyang," sahutku.

"Udah makan aja, aku tahu kok kalau, Mbak Mel, masih lapar,"

"Ih, kamu mah sok tahu ah!"

"Udah gak usah malu-malu sini aku suapi," Bagas benar-benar menyuapiku dengan tangan kosong.

"Ih, Bagas! Tangan kamu emang udah dicuci?"

"Ye sembarangan aja! Ya udah dong!" ujarnya.

Meskipun aku sudah berusaha untuk menolaknya tapi Bagas terus memaksa dan hingga akhirnya aku pun menerimanya.

Dia menyuapiku hingga beberapa kali, orang-orang sampai melihat kearah kami.

Mungkin mereka mengira jika aku dan Bagas itu pasangan yang sedang dimabuk cinta, padahal bukan!

"Gas, udah dong! Orang-orang pada ngelihatin kita," bisikku.

"Santai aja kali, Mbak! Biarin aja mereka ngelihatin kita! Kita, 'kan gak kenal sama mereka!" sahut Bagas.

"Ya tapi—"

"Ak! Ayo buka mulutnya yang lebar!" Bagas kembali menyuapiku dengan potongan cumi-cumi. Hingga akhirnya cumi-cumi saus tiram yang ada di piring Bagas habis tak tersisa.

"Nah, pintar anak Ayah," Bagas menepuk-nepuk ubun-ubunku seperti tengah berbicara dengan anak kecil.

Sementara aku masih mengunyah makananku yang kini memenuhi mulut. Bahkan pipiku sampai menggembung saking penuhnya.

"Ayo, pelan-pelan dikunyah, nambah lagi, Nak?"

"Umpp!" Aku sulit berbicara, memang Bagas benar-benar menyebalkan!

Setelah makanan di dalam mulutku sudah habis, Bagas memberikanku minuman.

"Ayo jus jeruknya diminum," Dia menyodorkan gelas kearahku.

"Hmm!" Kurebut saja gelas itu dengan kasar, saking kesalnya dengan Bagas.

Setelah itu kutengok mejanya Elis.

"Loh, Elis sama Julian, kok udah pergi?" ucapku yang syok.

"Ya mungkin mereka udah pulang kali, Mbak, " sahut Bagas dengan santai.

Bersambung ....