webnovel

Melisa [Cinta Pertama]

Melisa Aurelie gadis remaja yang tak bisa melupakan cinta pertamanya. Dion, terpaksa harus pindah ke luar kota karena mengurus sang Ibu yang tengah sakit. Menjalani cinta jarak jauh terasa berat, tapi tak pernah menjadi beban bagi Melisa. Dia yakin bisa melewati semua ini. Tapi itu hanya berlaku bagi Melisa saja. Suatu ketika Dion menghilang tanpa kabar, membuat hati Melisa hancur, dalam ketidak—pastian, akan tetapi gadis itu tetap menunggu Dion kembali. Hingga datang seorang pria dari masa lalu, dan mampu mengobati sakit hatinya. Namanya, Bagas, dia adalah teman masa kecil Melisa. Tapi di saat Melisa mulai melupakan Dion, serta sudah menetapkan hatinya untuk Bagas, di saat itu pula Dion datang kembali, dan membuat hati Melisa dirundung dilema.

Eva_Fingers · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
93 Chs

Demi Sahabat

Aku dan Bagas masih duduk di bangku taman sambil mengobrol santai. Kami bergurau seraya memandangi suasana pagi yang cerah.

"Mbak Mel, hari minggu begini gak jalan-jalan gitu sama pacar?" tanya Bagas.

"Enggak, Gas! Aku males, lagian, 'kan aku gak punya pacar! Pacar udah hilang bak di telan bumi," ucapku dengan wajah memelas dan penuh drama.

"Ah, lagi-lagi soal pacar, dan pasti habis ini langsung bahas Dion lagi!" cerca Bagas dengan wajah yang malas.

Terlihat sekali jika saat ini Bagas mulai bosan denganku yang membahas Dion terus.

"Ya habisnya, Dion itu—"

"Stop pasti mau bilang kalau Dion, itu cinta pertamanya Mbak Mel, 'kan?" tebak Bagas.

Dan aku pun menganggukkan kepalaku.

"Ah, udah deh, Mbak! Mau sampai kapan sih, Mbak Mel, itu ngebucin sama Dion? Dion aja belum tentu mikirin, Mbak Mel! Lagian kalau mau bepergian harus banget sama pacar gitu? Enggak, 'kan? Mbak Mel, bisa ngajakin temen buat seru-seruan, gak pantes cewek cantik dan cerdas kayak Mbak Mel, nunguin satu cowok yang gak jelas kayak Dion! Dari pada mikirin yang gak jelas, mendung Mbak Mel, itu memikirkan kebahagian diri Mbak Mel sendiri!" pungkas Bagas panjang lebar. Dia mencoba menasehatiku dan menunjukkan sisi kedewasaannya kepadaku.

"Bagas, makasi ya, udah ngingetin aku," ucapku. Apa yang kukatakan ini tidak tulus dari hati, karna aku hanya sedang menetralisir kekesalan Bagas atas sikapku tadi.

"Hmm!" jawab Bagas dengan dengusan kesal.

Dan tak berselang lama, terdengar suara para gadis yang memanggilku.

"Mel!" teriak kompak Jeni dan Elis.

'"Hay! Tumben kalian baru nongol?" tanyaku.

"Iya kita habis—" Jeni langsung terperangah melihat keberadaan Bagas, "OMG, itu, 'kan cowok yang ada di foto kemarin?" ujarnya.

Elis malah sudah ada di samping Bagas dengan senyuman sok manisnya.

"Hay, kamu Bagas, ya? Kenalin namaku, Elisa Novita, biasa dipanggil, El, Elis, atau dipanggil Ayang, juga boleh, " ujarnya seraya menyodorkan tangan.

Bagas menanggapi Elis dengan senyuman yang terpaksa, mungkin dia agak risih dengan sikap Elis.

"Halo, Elis," sapa Bagas seraya menyambut tangan Elis.

Setelah itu Jeni menyerobot di tengah-tengah mereka, dan meraih paksa tangan Bagas.

"Hay, Bagas! Kenalin nama aku, Jenita Lovely, biasa di panggil, Jeni! Aku cewek terimut se-Jakarta, jangan lupa follback IG aku ya!" ucap Jeni sambil mengerjapkan kelopak matanya dengan cepat.

'Ih, genit,' batinku.

Bagas mengernyitkan dahi, bergidik ngeri, dia belum terbiasa melihat dua gadis ajaib ini di hadapannya.

Aku malah malu sendiri dengan kelakuan kedua sahabatku. Mereka benar-benar agresif, seperti tidak pernah bertemu dengan laki-laki saja.

"Yaudah, kita jogging bareng yuk!" ajakku.

"Ayo!" sahut Elis bersemangat.

Jeni meraih tangan Bagas.

"Bagas, larinya sambil gandeng tangan Jeni aja, biar gak kesasar!" ucapnya dengan genit.

"Iya, Jeni, tapi—"

"Udah, Bagas gak usah malu-malu, Jeni siap kok jadi GPS buat, Bagas! 'Eyaaak!'"

Elis pun tak mau kalah dari Jeni. Dia segera mendekati Bagas.

"Bagas, sama aku aja, Jeni, itu kalau lari suka lemot, jangankan lari makan aja kalah cepet sama kucing," Elis mempengaruhi Bagas.

"Ih, Elis apaan sih!" teriak Jeni yang tak terima.

"Lah, kok lu jadi nyolot sih, Jen! Kan emang bener, elu kalau makan lelet banget masih kalah cepat sama kucing!" tegas Elis.

"Masih mending Jeni kalau makan lelet kalah sama kucing, dari pada Elis, jadi cewek galak banget! Sampai singa beranak aja masih kalah galak dari Elis!" balas Jeni.

"Ih, kok jadi nyama-nyamain gue sama singa sih?!"

"Biarin! Emang iya, 'kan!?"

"Ih, Jeni! Songong ya!"

"Bodo, wek!" Jeni menjulurkan lidahnya kearah Elis.

"Awas ya, Jeni!" Elis mulai emosi.

Akhirnya Jeni dan Elis malah bertengkar, membuat kepalaku mendadak pusing, karna mendengar suara cempreng mereka yang saling beradu.

Kutarik saja tangan Bagas dan mengajakknya pergi.

"Ayo, Gas! Buruan!"

"Kemana, Mbak?"

"Udah ikut aja!"

***

"Loh kok, Bagas-nya malah pergi sih!" ujar Jeni.

"Gara-gara elu sih, Jen!" ujar Elis.

"Ih, kok jadi nyalahin Jeni, sih!"

"Ya habisnya tadi malah ngatain gue kayak singa!"

"Lah, Elis, 'kan juga ngatain Jeni kalah sama kucing!"

"Ah bodo amat! Ayo kita langsung kejar mereka!" sergah Elis.

**********

Esok harinya.

Aku berangkat sekolah seperti biasa, dan kedua sahabatku kembali menghampiri.

"Hay, Mel!" sapa Jeni.

"Hay, juga!" sahutku.

"Kemarin kok kalian main kabur aja sih?" oceh Elis.

"Iya padahal, 'kan Jeni, lagi PDKT sama Bagas!" imbuh Jeni.

Aku memijit kening karna kembali pusing mendengar ocehan mareka.

"Aduh, kalian bisa enggak kalau ngomong itu pelan-pelan aja! Kalian brisik banget tahu!" bentakku.

"Ya habisnya elu malah ninggalin gue sama Jeni gitu aja sih!" sahut Elis.

"Iya, tapi—"

"Eh ada Dino tuh!" teriak Jeni sambil menunjuk kearah seseorang yang ia maksud.

Seketika aku dan Elis terdiam sesaat.

Kedua bola mata Elis melotot tajam dengan kedua tangan mengepal serta gigi gemertak. Aku dan Jeni pun merasa tak tenang karna kami yakin sebentar lagi Elis akan membuat keributan.

Aku dan Jeni seperti bisa berbicara menggunakan telepati. Gerakan kami begitu kompak memegangi tangan Elis.

"Eh, kalian mau ngapain sih? Kok tarik-tarik tangan gue?!" ronta Elis.

"Udah elu ikut kita!" ujarku.

"Iya, di sini tempatnya gak baik buat, Elis!" ujar Jeni.

Dengan terpaksa Elis mau menuruti ajakkan kami.

Padahal aku tahu dia itu sudah tak sabar ingin menghajar Dino.

Tapi aku dan Jeni terus berusaha untuk menenangkan Elis

"Inget, El, kalau sampai elu berantem sama Dino, nanti gue jadi bahan gosip satu sekolahan tahu," ujarku.

"Iya, El, emangnya kamu mau sahabat kita ini galau lagi, depresi gara-gara ditanyain terus soal kasusnya sama Dino? Sudah cukup dia galau karna ditinggalin Dion! Jangan ditambahin beban lagi dong!" pungkas Jeni.

Akhirnya Elis mau mengerti juga, kini dia bisa menahan keinginannya untuk menghajar Dino.

Dan topik pembicaraan berlalih membahas Bagas, dua sahabatku ini mulai bertanya-tanya tentang Bagas. Mulai dari hobinya, tempat hingga, usia, hingga hewan peliharaannya Bagas. Dua temanku sudah mirip petugas sensus.

"Ah, masa iya sih, Mel! Bagas, itu masih anak SMP?" tanya Elis yang masih tak percaya dengan ucapanku.

"Iya, kok gak kelihatan kalau masih SMP ya?" imbuh Jeni.

Dengan sabar dan iklas lahir batin aku pun menjawab pertanyaan mereka. Agar tidak terjadi prahara.

"Eh, Mel, tapi kalau menurut aku nih ya, kamu sama Bagas itu cocok tahu, dan kelihatannya Bagas juga suka sama kamu," tukas Jeni.

"Ih, apaan sih, Jen! Masa iya sih aku pacaran sama anak SMP?" cercaku.

"Ye, emangnya kenapa kalau pacaran sama anak SMP? Kamu, 'kan juga baru kelas 1 SMA!" ujar Elis.

"Iya, juga sih, tapi masalahnya aku sama Bagas, itu cuman berteman. Aku gak mungkin pacaran sama dia! Karna dia itu ...."

"Dia kenapa?" tanya Elis.

"Dia ...."

'Bagas itu dulunya ingusan, item, dekil, tukang nangis, enggak banget deh pokoknya! Tapi aku gak mungkin, 'kan ngomong ini ke Jeni sama Elis?' bicaraku di dalam hati.

"Malah ngelamun lagi!" bentak Elis seraya menepuk pundakku.

"Iya, udah kamu mending jadian sama, Bagas aja! Bagas itu jauh lebih ganteng dari pada Dion," ucap Jeni.

"Tapi, 'kan yang suka sama Bagas itu kalian! Bukan aku!" Aku pun membalikkan kata.

"Iya, sih! Jujur aku suka sama Bagas, tapi kayaknya Bagas lebih suka sama kamu deh, Mel!" ucap Jeni.

"Udah! Sama Bagas aja, Mel! Kita mah rela kok jadi 'Jomblo Abadi' asal elu bahagia!" imbuh Elis.

"Ih, itu mah Elis aja yang jadi 'Jomblo Abadi' Jeni mah gak mau," sahut Jeni keberatan.

"Ih, Jeni, gak bisa diajak kompromi banget sih! Ini demi Mel, biar bisa move-on dari Dion!" tukas Elis.

Dan mereka pun berdebat lagi ....

Sungguh perdebatan sulit yang melelahkan, Adik cepek, Bang ....

Bersambung....