webnovel

Ch. 3 "Skors (2)"

"Jadi, bagaimana hasilnya?" Ketujuh pria tampan tersebut berjalan keluar dari gedung kepala sekolah. Cara berjalan mereka selangkah demi selangkah selalu saja menimbulkan pekikan yang dapat merobek gendang telinga Artemis.

Jam pelajaran sekolah sebenarnya sudah sangat lama berbunyi, dan seluruh gadis di sekolah itu memilih untuk membolos pelajaran mereka dengan motto, 'Pemandangan indah yang hanya datang sekali seumur hidup harus dinikmati.'

Asmodeus menyisir rambutnya menggunakan jari tangan lentiknya tersebut. Surai putih yang tampak bercahaya itu berhasil membuat teriakan para gadis semakin menggila. Artemis saat ini menahan rasa kesalnya, ingin rasanya dirinya segera menyelesaikan masalahnya di sekolah kemudian kembali ke rumah dan melanjutkan bobo cantiknya.

Seorang wanita paruh baya berjalan menghampiri ketujuh iblis bertampang penipuan tersebut. Sorakan maupun pekikan berhenti terdengar dan digantikan dengan suara jangkrik musim panas yang mengisi kekosongan suara saat ini, langit biru dengan beberapa gumpalan awan putih dilewati oleh sekumpulan burung yang juga membuat setidaknya latar menjadi sedikit bersuara.

"Artemis, terima kasih!" ucap Bu Linda sambil memegang kedua tangan Artemis dan disambut dengan tatapan heran dari gadis tersebut. "Berkat kamu ibu dapat merasakan nostalgia ibu yang saat sekolah dulu selalu dikelilingi pria tampan." Oke cukup sudah, rasanya isi perut Artemis mungkin sebentar lagi akan keluar dari tubuhnya karena geli dengan kata-kata yag dilontarkan oleh wanita paruh baya di hadapannya.

"Setidaknya dimasa tua ibu masih dapat merasakan hal seperti itu. Sebagai gantinya kamu tidak jadi di skors." Artemis mengusap dadanya karena lega. Lucifer mengacungkan jempol mereka ke arah Artemis dengan senyuman bangga yang terpatri di bibir tipis nan tegasnya.

Artemis terkekeh pelan. "Bu, apa boleh aku ijin hari ini dan besok, tampaknya aku cukup lelah hari ini dan butuh cuti sekolah hingga besok?" ucap Artemis berpura-pura lelah, walau sebenarnya cuma alasan biar bisa tidur dengan tenang di rumahnya saja.

Esok adalah hari jum'at kemudian sabtu minggu dirinya akan libur sekolah. Jika di total maka dirinya dapat menikmati pulau kapuk selama empat hari.

"Lakukan sesukamu Artemis."

===

"Apa kamu tidak akan ketinggalan pelajaran?" tanya Leviathan pada Artemis yang saat ini tengah asik berada di rumah kayu miliknya yang terletak beberapa ratus meter di tengah kedalaman hutan belantara yang menjadi halaman belakang rumah milik Artemis.

Rumah pohon miliknya hanya memiliki luas sebesar 5×5 meter, dengan atap yang belum sempat dibangun oleh Leviathan, hingga sinar matahari dapat sebebasnya menyeruak masuk melalui atapnya tersebut.

Sinar matahari menerpa wajah seorang gadis yang tengah berbaring di rumah pohonnya tersebut. Kulitnya tampak bagaikan kunang-kunang di malam hari yang memancarkan cahaya indah, "Aku iri dengan kulitmu, bagaimana bisa kamu memiliki kulit seperti itu," ucap Leviathan. Artemis mengangkat sedikit kelopak matanya perlahan dan mengintip ke arah pria bersurai hitam tersebut melalui ekor matanya.

Bahkan di mata gadis tersebut wajah pria tersebut jauh lebih terang di bandingkan dirinya. Gadis tersebut bertanya-tanya mengapa iblis seperti mereka harus memilih untuk mendatangi dirinya dibandingkan dengan orang lain. Padahal masih banyak orang yang jauh lebih baik daripada dirinya dari antara seluruh orang di bumi ini.

"Kamu mungkin tidak dapat melihat kulit wajah mu sendiri, tapi aku bisa. Dan percayalah Leviathan, kulitmu bahkan beribu kali jauh lebih bercahaya dibandingkan aku." Kata-kata tersebut terucap dari bibir merah merekah milik gadis bernama Artemis tersebut.

Leviathan menoleh ke arah Artemis yang sedang menikmati sinar pagi hari di rumah pohonnya tersebut. "Apa kamu tidak pernah bertanya-tanya mengapa kami berada di sini?" tanya Leviathan tiba-tiba ke arah Artemis, gadis tersebut tiba-tiba saja membelalakkan matanya sempurna, raut wajahnya cukup kaget dengan pertanyaan iblis tersebut.

"Ah, tidak itu tidak penting. Tetapi jika kalian ingin memberi tahu ku maka dengan senang hati aku akan mendengarkannya," jawab Artemis.

"Hem, mungkin sebaiknya kamu tidak mengetahuinya." Leviathan merentangkan kedua tangannya kemudian melipatnya di belakang kepala dan berbaring di samping Artemis.

"Kalian adalah iblis, atau dalam kata lain kalian ini berasal dari neraka. Tapi, kenapa aku merasa kalian tidak jahat ataupun berbahaya sama sekali?"

Pertanyaan tersebut berhasil memanggil manik hijau Leviathan kembali. "Hn, apa menurutmu kami tidak jahat ataupun berbahaya saat ini?" Artemis mengangguk mengiyakan pertanyaan Leviathan.

"Yah, bukan berarti yang jahat akan selamanya jahat, dan bukan berarti juga yang baik akan selamanya baik bukan? Hal dasar dalam kehidupan bermanusia tersebut pada dasarnya berlaku pada segala hal," ucap Leviathan, "dan pula, kami sebenarnya tidak memiliki kuasa untuk membuat manusia melakukan dosa besar."

Artemis merasa tertarik dengan arah pembicaraan mereka saat ini, gadis tersebut tidur menyamping ke arah Leviathan dan memperhatikan makhluk neraka tersebut bercerita.

"Kami tidak pernah memiliki kuasa yang membuat manusia untuk berdosa. Hanya saja, dosa tersebut memang sudah tertanam di tubuh manusia tersebut, sementara tugas kami adalah mengembang biakkan bibit dosa tersebut. Seperti contohnya ketika ada orang melihat seseorang yang jauh lebih sukses dibandingkan dirinya, bibit iri timbul sendiri berdasarkan karakteristik orang tersebut, sementara aku hanya bertugas membuat bibit tersebut tumbuh membesar hingga menimbulkan beberapa kegemparan," jelas Leviathan.

"HEY KALIAN NGAPAIN BERDUAAN DI ATAS! LEVIATHAN KAU JANGAN COBA-COBA BUAT CURI START DULUAN!"

Sebuah teriakan kencang dari arah bawah menyambut gendang telinga kedua makhluk yang mendengarnya. Artemis terkejut setengah mati oleh teriakan tersebut hingga membuatnya menjedukkan kepalanya dengan sangat kencang di lantai kayu rumah pohon Leviathan.

Erang kesakitan terlontar dari bibirnya. Kelopak matanya menutup dengan sangat erat, dan Leviathan menatap khawatir gadis di sampingnya, sementara itu Lucifer memanjat ke atas saat mendengar jedukan kepala sangat keras.

"Apa yang terjadi?" teriaknya begitu sampai di atas rumah pohon Leviathan.

Artemis memicingkan matanya dan menatap kesal Lucifer. Sudut kanan bibirnya terangkat karena kesal. "Leviathan, malam ini kita makan sate ayam tanpa Lucifer!"

"Loh, kenapa?"

"Karena kau yang akan menjadi ayamnya."