webnovel

Bab 21: Parents

Ganendra melonggarkan dasi seraya mengetuk pintu sebuah rumah mewah di hadapannya. Rumah bak istana yang sudah lama sekali tidak ia datangi. Berkali-kali orang tuanya memintanya untuk pulang, atau sekadar berkunjung sesekali, namun Ganendra selalu enggan. Dengan beralasan pekerjaan, Ganendra selalu melarikan diri dari kedua orang tuanya. Padahal, Ganendra hanya enggan mendengar pertanyaan yang sama; kapan menikah?

Membayangkan kata-kata itu keluar dari mulut ibunya saja sudah membuat Ganendra bergidig. Namun kali ini, dirinya tidak ingin menghindar atau melarikan diri lagi. Sekarang Ganendra sudah memiliki Hana. Meski saat ini statusnya masih 'tunangan pura-pura' tapi Ganendra bertekad kalau suatu hari nanti ia akan berhasil membuat Hana jatuh cinta padanya.

"Loh? Masih ingat jalan pulang kamu?" ucap seorang wanita paruh baya, begitu melihat Ganendra berdiri di depan pintu.

"Endra pulang, Bun." Dengan sopan, Ganendra mencium tangan ibunya.

"Ay! Anakmu pulang, Nih!"

Dari dalam, sang ayah keluar sembari mengunyah keripik singkong. "Anak yang mana?"

"Loh, emang Ayah punya anak lain?!"

Tanpa memedulikan pertengkaran kecil kedua orang tuanya, Ganendra turut duduk di sofa ruang tamu kediaman keluarganya. Suasana hening, namun juga ramai karena keributan barusan, menjadi suasana yang sejujurnya amat Ganendra rindukan. Namun, Lagi-lagi karena ego dan kecintaannya pada pekerjaan membuat Ganendra selalu punya alasan untuk tak pernah tinggal di dalamnya. Ganendra berdehem pelan, melirik sekilas pada sangat ayah yang sudah duduk santai sembari menyeruput kopi hitam dan bundanya yang hanya cemberut menatapnya.

"Ayah, Bunda, ada yang mau Endra bicarakan sama kalian," ucap Ganendra pelan. Badanya tetap sopan, tapi juga tegas dan kaku seperti biasanya.

"Apa? Jangan bilang kamu mau mundur dari bisnis keluarga?" tanya ayahnya seraya menatap Ganendra tajam.

"Langsung coret aja namanya dari kartu keluarga, Yah," sambung Vilma, sang Bunda yang juga ikut menatap Ganendra kesal.

"Enggak, tolong dengerin dulu sampai saya selesai," ucap Ganendra. "Endra mau menikah."

"Serius kamu?!" tanya sang ayah yang sungguh terkejut dengan ucapan Ganendra barusan.

"Syukurlah, Yah! Bunda kira Endra pacaran sama Ares." Vilma menghela napas lega. "Eh, tapi jangan bilang kalau kamu mau menikah sama Ares, ya!"

"Enggak, Bunda. Endra masih normal, kok! Masih suka perempuan," ucap Ganendra.

"Kalau begitu, bawa ke sini. Kenalkan sama Ayah dan Bunda."

Mendadak suasana jadi serius. Ganendra mengangguk mendengar ucapan ayahnya barusan. "Ayah sudah pernah ketemu satu kali sama dia."

"Masa? Seingat Ayah kamu nggak pernah mengenalkan perempuan. Oh, apa jangan-jangan!"

"Iya, dia gadis yang waktu itu. Nama aslinya Hana Daisha, bukan Teressa Lim," lanjut Ganendra.

"Kalian ini ngomongin siapa?" tanya sang Bunda yang tidak mengerti arti dari percakapan dua orang di hadapannya.

"Si Endra pernah nyewa perempuan dari aplikasi untuk dibawa ketemu Kakek, terus sekarang dia bilang mau menikahi gadis itu. Jangan kamu kira bisa membodohi Ayah! Pernihakan bukan hal yang main-main, Ganendra!"

"Makanya Ayah dengar dulu penjelasan saya sampai selesai. Endra mencintai gadis itu, dan Endra yakin suatu saat bisa menikahi dia," jawab Ganendra yakin.

"Memangnya dia juga cinta sama kamu?"

"Untuk saat ini belum, tapi nanti pasti dia akan mencintai Endra juga. Ayah bisa percaya kata-kata Endra."

"Kalau gitu buktikan. Buat dia mencintai kamu," ucap sang ayah lagi, seraya menyeruput kopi dengan santai. Dirinya tahu, kalau Ganendra sudah bertekad, putranya itu bisa melakukan apa saja.

"Iya, Bunda setuju. Bawa dia ke sini, Bunda mau tahu siapa gadis yang bisa bikin anak Bunda jatuh cinta begini."

Ganendra mengangguk. Kedua orang tuanya pasti akan terkejut saat melihat Hana. Meski terlahir dari keluarga biasa, cuma Hana satu-satunya yang bisa membuat Ganendra jatuh cinta, dan kalau keluarganya tidak memberi restu, Ganendra tidak akan peduli. Dirinya sudah sampai sejauh ini dan tak mungkin mundur lagi.

***

Malam belum terlalu larut, namun Ganendra sudah memarkir mobilnya di sebuah lapangan tak jauh dari rumah Hana. Sebab, rumah sederhana Hana dan keluarganya memang terletak di dalam sebuah gang kecil, jadi untuk menjangkaunya Ganendra harus berjalan kaki. Setelah bicara dengan orang tuanya, Ganendra sengaja membuat janji temu dengan Hana untuk membicarakan rencana mereka kepada Ibu dan Dirga. Ganendra sudah mempersiapkannya dan semuanya harus berjalan lancar.

Ganendra merapikan kemejanya sekilas, sebelum kemudian mengetuk pintu.

"Permisi," ujarnya.

Hari ini Ganendra tampak casual dengan kemeja biru tua, celana bahan dan rambut yang disisir rapi. Tak jauh berbeda dengan penampilannya yang biasa, Ganendra tetap memesona.

"Mas, ayo masuk," ucap Hana seraya membuka pintu.

Begitu masuk, kedatangan Ganendra rupanya sudah ditunggu oleh Ibu dan Dirga. Mereka tersenyum, saat Ganendra memberikan sekantung penuh berisi buah-buahan segar.

"Ngapain pakai repot-repot segala," ucap Ibu yang merasa tidak enak hati.

"Duduk dulu, Mas."

Ganendra mengangguk, membiarkan Hana pergi ke dapur untuk membuatkan teh. Sementara itu, suasana canggung tiba-tiba memenuhi ruang tamu.

"Hana sudah cerita sama Ibu dan Dirga, Ibu mau mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya pada Nak Ganendra." Seraya tertunduk, Ibu berucap pelan.

Hana memang sudah bercerita tentang siapa yang melunasi hutang-hutang mereka dan mengatakan kalau dirinya memang punya hubungan dengan Ganendra. Hana sengaja berkata begitu pada Ibunya dan adiknya, agar kabar mengenai pertunangannya dengan Ganendra tidak menjadi hal yang aneh.

"Tapi maksud kedatangan saya ke sini, bukan untuk itu. Saya berniat untuk melamar Hana," ucap Ganendra akhirnya.

Hana yang baru saja keluar dari dapur, tidak tampak terkejut dengan ucapan Ganendra barusan. Sebelumnya, mereka memang sudah sempat membahas ini lewat telepon, dan semuanya sudah ada dalam rencana. Di hadapan mereka, ibu dan Dirga tampak sedikit terkejut, meski akhirnya mengangguk paham.

"Ibu nggak tahu apa yang membuat Nak Ganendra begitu mencintai Hana, tapi kami hanya berasal dari keluarga sederhana. Hidup kami begini saja, apa nantinya nggak masalah?" Ibu bertanya pelan.

"Biar itu menjadi urusan saya. Ibu fokus saja pada kesehatan Ibu." Ganendra menjawab yakin.

"Kalau Hana bersedia, Ibu akan izinkan." Ibu menatap Hana, sebelum kemudian Hana mengangguk pelan sambil tersenyum. "Ibu percayakan Hana sama kamu, Nak Ganendra."

"Ibu bisa percaya." Ganendra mengangguk. "Tapi ada satu hal lagi yang perlu saya minta dari Ibu."

"Apa?" tanya Ibu heran, pasalnya keluarga mereka tidak punya apa-apa lagi untuk diminta.

"Sebelum menikah, kami akan bertunangan lebih dulu, dan selama masa itu Hana akan saya bawa tinggal di apartemen saya. Kami nggak akan tinggal bersama, saya hanya ingin Hana terbiasa tinggal di rumah itu setelah menikah nantinya. Kalau Ibu tidak mengizinkan, saya bisa biarkan Hana tetap tinggal bersama kalian," ucap Ganendra dengan sangat berhati-hati.

"Ibu percaya, asal kalian jangan hianati kepercayaan Ibu."

"Pasti." Ganendra mengangguk, seraya menggenggam tangan Ibu. Dirinya tidak akan pernah membiarkan hal buruk terjadi pada Hana, ia berjanji.

***