webnovel

Mata Alam: True Story

Sebuah nama yang memiliki banyak kenangan, namun menyakitkan untuk diingat kembali. Karena nama ini, aku terlalu berharap untuk selalu bersama dengannya. Karena nama ini, yang dulunya indah menjadi mimpi buruk ku selama ini. Terima kasih, Tuhan.... Kau telah mengabulkan do'aku yang telah mendatangkan seseorang untuk ku. Seseorang yang dapat memperbaiki sifatku, perasaan ku, bahkan iman ku untuk lebih taat kepada mu. Tapi, Tuhan... Seseorang ini menghancurkan hidupku dengan perlahan atas perasaannya itu. Ini kisah nyata antara kau dan aku, Mata Alam...

Secret_Ainun · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
27 Chs

Malu

"Apa pun yang aku lakukan, aku tidak bisa menahannya

Ini tentunya adalah hatiku, perasaanku"

I Need You - BTS

Pagi hari pukul 07.00

Aku sudah berada di sekolah dimana saat ini aku sedang duduk di kursi. Aku terdiam memikirkan harus bagaimana bersikap pada Guntur yang hari ini akan bertemu dengannya. Jika aku menjauh darinya, terlalu kentara sekali bahwa aku memang menyukai dirinya. Tapi, kalo aku bersikap seperti biasa apakah akan baik-baik saja dengan hatiku?.

Ini gila. Benar-benar gila. Aku ga bisa tenang untuk saat ini. Ya, untuk pertama kalinya aku bingung bagaimana aku bersikap saat menyukai seseorang.

Tika yang merasa bahwa hari ini aku berbeda terus memperhatikan ku dengan wajah bingung nya. Lalu, Tika menghampiriku.

"Nun" Panggil Tika

"Kenapa, Tik?" Jawab aku menatap dirinya.

"Kamu kenapa? Dari tadi diem terus, lagi ada masalah bukan?" Tanya Tika khawatir.

"Ekh, ngga kok. Cuma lagi mikir sesuatu aja hehe" Jawab aku dengan yakin.

"Bener? Kayak kamu lagi frustasi sama suatu masalah terus muka kamu juga dari tadi merah. Kamu sakit?" Tanya Tika lagi.

Aku memegang pipiku dan dahulu dengan cepat "ekh, merah? Ngga kok aku ga sakit. Mungkin kepanasan aja terus cape naik tangga" Jawab aku mencoba untuk mencari alasan. Tidak mungkin kan jika aku mengatakan penyebab dari wajah ku memerah karena aku malu.

"Oh yaudah. Kamu tidur aja biasanya juga tidur kan, mumpung guru belum datang"

"Iya, ini baru mau tidur aku. Thanks, Tik udah khawatir sama aku" Ucap ku.

Tika hanya mengangguk-angguk kepalanya sambil berlalu pergi menuju ke meja Nur meneruskan obrolan yang tertunda.

Aku meletakkan lengan tanganku di atas meja lalu dengan perlahan meletakkan wajahku di lengan tangan sambil menutup mataku mencoba untuk tertidur.

15 menit aku tertidur dengan pulas tidak ada gangguan apapun. Sampai...

Brak

Aku terbangun dari tidurku dengan terkaget dari suara yang ada di depanku, jantungku berdebar dengan kencang, mendadak kepalaku langsung pusing akibat di bangunkan dengan suara yang keras.

Aku terdiam memegang kepala ku yang pusing sekali. Tidak mempedulikan seseorang yang berada di depanku saat ini.

"GUNTUR IKH KAGET" teriak Tika yang berada di samping ku.

Aku masih terdiam sambil memijat keningku dengan keras.

Tika yang melihat apa yang sedang aku lakukan menghampiri dengan cepat.

"Nun, kenapa?" Tanya Tika cemas.

Aku meringis pelan "kepalaku pusing banget, Tik"

Tika menatap Guntur dengan marah "gara-gara lu ni Ainun jadi pusing. Udah tahu dia ga bisa di kagetin mana lagi tidur pula" Tika menunjuk Guntur menyalahkan atas sikapnya padaku.

"Ekh, gua kan becanda" Jawab Guntur tanpa rasa bersalah.

"Becanda juga harus tahu batasnya. Lu ga bisa seenaknya kayak gini" Ucap semakin marah karena mendengar balasan Guntur.

"Yah, maaf. Gua ga tahu bakal kayak gini" Guntur melihat ke arahku "maaf, yah, Nun. Gara-gara gua lu jadi kayak gini" Ucap Guntur meminta maaf pada ku.

Aku tidak merespon apa yang Guntur katakan, aku hanya sedang fokus mengurangi rasa pusing ku saat ini.

"Nun" Panggil Guntur pelan.

"Diem" Perintah ku dengan tegas. Menatap nya dengan marah.

Silva yang saat itu sedang lewat di depanku, terhenti. Lalu berjalan menghampiri ku.

"Ainun kenapa?" Tanya Silva penasaran.

"Itu dia pusing soalnya lagi tidur di bangunin sama Guntur dengan suara kencang" Ucap Tika memberitahu Silva.

Pelakunya hanya cengengesan ketika Tika mengatakan itu.

Plakk

Silva memukul pundak Guntur dengan kesal "kebiasaan lu ngagetin orang lagi tidur. Udah tahu Ainun orangnya cepat rewas malah lun gituin" Silva mengomeli Guntur dengan kesal.

Guntur berusaha menghindari pukulan Silva "mana gua tahu. Lagian gua udah minta maaf kok, tapi belum di jawab sama Ainun"

"Lu ni. Hari ini gua presentasi dan Ainun sebagai wakil ketua kelas harus siapin proyektor. Tapi lu malah buat dia kayak begini" Omel Silva kepada Guntur.

"Biar gua nanti yang ambil ngegantiin Ainun. Slow aja" Ucap Guntur.

"Yaudah sana pergi ambil proyektor terus pasangin sekalian" Usir Silva secara halus.

"Busyet, gua baru ge nyampe" Keluh Guntur.

Silva menatap Guntur dengan tajam "mau Ainun yang ambil dan pasangin?" Tanya Silva.

Guntur mengibaskan tangannya tanda tidak setuju "jangan, Sil. Biar gua aja yang bawa" Tolak Guntur dengan cepat.

Guntur berjalan meninggalkan kelas menuju ke ruang Tata Usaha mengambil roll kabel, proyektor dan laptop untuk presentasi bu Lia tentang wirausaha dimana kelompok dia yang akan mempresentasikan hal tersebut. Setelah selesai, Guntur memasang proyektor itu untuk presentasi.

Kring kring kring

Jam mata pelajaran pertama tentang kewirausahaan di mulai. Bu Lia masuk ke dalam kelas dengan pakaian rapih dan senyum.

"Assalamu'alaikum" Sapa Bu Lia

"Waalaikumsalam, bu" Jawab anak muridnya dengan kompak.

"Hari ini kita akan presentasi untuk kelompok 2. Silahkan untuk kelompok dua mempersiapkan disini dan untuk kelompok yang lain duduk dengan kelompoknya masing-masing" Perintah Bu Lia.

Guntur, Danar dan Elsa berjalan menuju mejaku dan duduk di tempatku. Karena kami kelompok pertama maka duduk di depan sesuai dengan urutan nomor kelompok presentasi.

Kami memperhatikan kelompok dua dimana mereka sedang membahas tentang. Apa saja yang harus di persiapkan ketika memulai usaha dengan baik dan tepat.

Ketika aku sedang fokus memperhatikan presentasi mereka. Aku merasa Guntur sedang memperhatikan ku dengan seksama. Lalu aku menoleh ke arah Guntur dengan muka datar.

"Apa?" Tanya aku ketus.

Guntur mengangkat alisnya yang disebelah kanan "hmm, ngga. Gua kira lu bakal malu ketemu gua"

Aku mengernyit aneh "malu? Malu kenapa emang?" Tanya aku bingung.

Guntur terdiam cukup lama sambil memperhatikan ku.

"Masalah semalam" Kode Guntur.

"Masalah semalam?" Gumam aku mencoba memikirkan ucapan Guntur.

Sekilas aku flashback mengingat kejadian semalem itu. Mengingat pesan-pesan itu. Setelah aku ingat, Buku-buku aku menatap ke depan dengan gugup.

"Kok panik?" Tanya Guntur

"Yeeee, siapa yang panik. Orang lagi perhatiin yang lagi presentasi" Jawab aku dengan nada gugup.

"Hmmm. Hiya hiya" Guntur menahan senyumnya dengan tingkahku saat ini.

"Jadi, jawabannya gimana, Nun?" Bisik Guntur di telingaku

Aku menoleh ke arahnya berusaha mendorong tubuhnya menjauh dari ku.

"Bodo amat. Gua masih kesel pokoknya"

"Harus jawab lah"

"Ga mau"

"Ekh, gitu amat"

"Bodo amat, ga denger"

"AINUN GUNTUR" panggil bu Lia dengan berteriak.

Aku dan Guntur menghentikan pertengkaran ku menoleh ke arah bu Lia lalu tersenyum paksa.

"Maaf, bu" Ucap aku dan Guntur kompak.

"Perhatikan. Jangan mengobrol yang bukan mata pelajaran saya"

"Baik, bu" Aku mengangguk mengiyakan perintah bu Lia lalu mulai memperhatikan kembali ke depan. Begitupun dengan Guntur mengikuti ku.

"Baiklah. Silahkan yang ingin menjawab boleh mengacungkan tangannya kecuali untuk Ainun dan Guntur tidak boleh bertanya" Riani membuka sesi tanya jawab tetapi ada pengecualian untuk aku dan Guntur.

"Lho kok gitu? Ga bisa gitu donk" Aku tidak terima dan menolak keras.

"Asal jangan nanya yang sudah lho"

"Iyya ngga kok, tenang aja" Aku mencoba meyakinkan mereka.

"Tenang pala kau" Riani menatapku dengan kesal.

"Hehehe" Aku hanya cengengesan melihat Riani kesal kepadaku.

Aku mengacungkan tanganku "saya mau bertanya. Dalam memulai bisnis modal dulu atau niat dulu? Itu yang saya tanyakan. Terima kasih"

"Disini pasti banyak orang yang berbeda jawaban ada yang bilang modal dulu dalam memulai usaha dan ada yang bilang niat dulu dalam memulai usaha. Tapi, Usaha juga tidak dapat dimulai tanpa adanya sebuah modal. Modal diperlukan untuk produksi barang ataupun untuk operasional. Bahkan berdagang secara online pun memerlukan sedikit modal untuk memulai. Memang tidak perlu modal yang besar, cukup disesuaikan dengan jenis dan skala usaha yang ingin kita mulai. Tapi sekecil apapun pasti kita memerlukan modal.

Tapi di satu sisi Saat memulai usaha kita harus memiliki niat yang mendalam dan komitmen yang besar. Modal finansial saja tidak cukup. Kita juga harus memiliki modal mental yang besar. Karena, memulai usaha itu tidak semudah dan seindah yang kita bayangkan. Tantangannya sangat berat dan menuntut kita untuk tangguh menghadapi masalah yang ada. Mulai dari permasalahan produk, komplain konsumen, sampai dengan finansial pasti akan kita hadapi. Tanpa adanya komitmen dan niat yang kuat, kita tidak bisa menjadi pengusaha yang handal.

Jadi pilihannya tergantung diri sendiri yang baik yang mana. Jika menurut kalian modal dulu makan silahkan. Jika yang diutamakan niat dan komitmen dalam bisnis silahkan. Tujuan kalian sama hanya jalannya yang berbeda" Jawab Komar dengan jelas.

"Asyap. Terima kasih, Komar" Ucap ku dengan semangat.

Selama satu jam presentasi kelompok dua di lakukan sampai pergantian mata pelajaran selanjutnya. Setelah selesai, Bu Lia meninggalkan ruang kelas dan di lanjutkan dengan mata pelajaran yang lain. Begitupun seterusnya sampai pulang tiba.

Selama sehari itu, aku dan Guntur tidak interaksi ataupun mengobrol berdua. Aku merasa aneh. Entahlah ada yang kurang saat itu. Mungkin karena dia merasa bersalah padaku yang sudah membuat ku sakit atau menjaga ku agar tidak terbongkar rahasia semalam.

Entahlah.

Itu membuatku bingung.

Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!

Secret_Ainuncreators' thoughts