webnovel

The Facts

Dia, Jefri. Ayah kandung dari Elena. Ya, Alana memang mencintainya tapi itu dulu sebelum Alana menyerah dengan cintanya sendiri.

Bagaimana Alana bisa bertahan di saat dirinya dibanding-bandingkan oleh mertuanya sendiri? Alana memilih untuk menyerah dan melepaskan cintanya saat itu.

Wanita yang saat ini menjadi single mom itu memang tidak pernah menyesal dengan masa lalu yang pernah menimpanya tapi yang dia sesali saat ini, mengapa Jefri kembali hadir di hidupnya di saat Alana sendiri sudah memiliki tambatan hati?

Di mana Alana sudah melupakan semuanya dan mencoba berdamai dengan masa lalu, terlebih dia sudah berusaha untuk memaafkan perlakuan mereka terhadapnya dahulu.

Hal yang tak pernah Alana bayangkan ketika Jefri membawa Elena ke kantor tanpa meminta ijin kepadanya terlebih dahulu.

Apakah pria itu sama sekali tidak menganggapnya sebagai ibu kandung dari Elena? Elena juga putrinya dan Alana memiliki hak atas putrinya sendiri ditambah dia yang sudah membesarkan putri kecilnya seorang diri, meskipun Alana menyadari jika dirinya bersalah karena menutup akses Jefri untuk menemui Elena.

Alasannya melakukan itu karena dia takut jika pria itu akan merebut Elena darinya dan pada akhirnya ketakutannya pun terjadi. Jefri, secara terang-terangan mengibarkan bendera perang kepadanya.

Pria itu harusnya lebih pintar untuk menutupi apa yang sedang terjadi diantara mereka saat ini, ditambah kejadian tempo hari antara Alana, Jefri dan Dirga membuat satu kantor membicarakan mereka.

Alana hanya takut jika ayah dari Dirga mengetahui hubungannya dengan sang anak.

"Jadi.. sebetulnya mereka ada hubungan?" tanya seseorang di dalam toilet.

"Dari yang aku dengar sih, pak Jefri itu masa lalu Alana. Anak yang bersama dengannya tadi itu anaknya dengan Alana, makanya anak kecil tadi berteriak menyebut Alana bunda kan?"

"Ini Alana yang kemarin berpelukan di koridor dengan pak Dirga kadep programming bukan sih?" ujar salah satu wanita berambut blonde ingin memastikan.

"Aku baru ingat, Alana itu bukannya pernah jadi anak buahnya pak Dirga?"

"Wah, ini scandal terbesar namanya?!" sahut wanita berkemeja merah.

"Sssttt, jangan ribut nanti pak Aksa, pak Jefri atau mbak Alana bisa mendengarnya."

Bahkan Alana sudah mendengar ucapan mereka sejak tadi, mereka yang bergosip di kamar mandi, di mana Alana sedang buang air kecil. Apakah tidak ada tempat yang lebih bagus untuk bergosip?

Alana berdehem saat keluar dari bilik kamar mandi, membuat seluruh atensi 3 wanita itu teralih. Tentu saja mereka terkejut bukan main bahkan Alana mengenal salah satu dari mereka.

Ada sekretaris Arkasa diantara mereka membuatnya tersenyum tipis, tak pernah menyangka jika dia akan ada diantara mereka yang sedang menggosipi dirinya.

"mbak Al...."

"Iya, Git." ujarnya pelan, Alana memilih melangkah menuju wastafel guna membersihkan tangannya secara perlahan, salah satu wanita yang tidak dia kenali berjalan menghampirinya.

"Kamu Alana?"

"Iya. Ada apa?"

"Beritamu sudah tersebar di mana-mana. Aku hanya ingin bertanya ini. Apakah benar kamu seorang janda?"

Alis Alana tertaut, dari sekian banyak pertanyaan yang bisa dilontarkan dari bibir ranumnya, mengapa harus pertanyaan itu yang dia ajukan untuknya?

"Lalu kenapa? kalau saya seorang janda, letak kesalahan saya di mana?"

"Pantas saja."

Hanya kalimat balasan seperti itu yang dia dengar, yang semakin membuat Alana bertanya-tanya, apa arti dari kalimat yang dirinya dengar barusan? apakah wanita yang ada di hadapannya saat ini sedang merendahkan statusnya?

Anggita menarik wanita itu menjauh dari Alana, namun ucapan salah satu teman Anggita membuat gejolak amarah yang Alana tahan sejak tadi menguar dengan sendirinya.

"Saya tidak pernah malu dengan status saya sebagai seorang janda, saya menutupi itu hanya karena anak saya. Saya tidak ingin dia mendengar ucapan buruk tentang ibunya dari orang lain. Kalian pantas berkomentar apapun tentang saya bahkan tentang hidup saya sekalipun karena itu hak kalian, kalian berhak dan bebas untuk berpendapat tapi asal kalian tahu, saya tidak pernah menginginkan hal ini menimpa hidup saya. Saya juga menginginkan pernikahan yang harmonis sama dengan harapan perempuan lainnya tapi Tuhan berkehendak lain. Mari sama-sama berdo'a agar apa yang saya alami saat ini tidak menimpa kalian kedepannya."

Semoga kalimatnya barusan bisa membuat pikiran mereka lebih terbuka, Alana yang berharap tidak pernah gagal dalam berumahtangga pun nyatanya mengalami kegagalan.

Tidak menutup kemungkinan jika mereka akan bernasib sama sepertinya, bukan bermaksud untuk menyumpahi hanya saja Alana ingin mereka lebih memiliki pikiran yang terbuka dan tidak termakan stigma yang sudah melekat di masyarakat mengenai status janda yang selalu dipandang sebelah mata.

•••

"Kenapa sulit sekali menghubungimu semalaman? kamu menghindariku mas?"

Alana tidak bermaksud memiliki pikiran negatif pada Dirga, tapi sikapnya hari ini menunjukkannya. Pria itu lebih banyak diam dan mencoba menghindarinya.

Apakah Ia tidak berhasil membujuk orang tuanya untuk menikah dengan Alana?

Alana tertawa dalam diam, bagaimana bisa dia berpikir jika semesta akan berpihak kepadanya?

Dirinya yakin sekali jika pada akhirnya Dirga akan melepasnya. Harusnya dia menyadarinya sejak awal, kembali menjalin kasih hanya akan membuat Alana terlihat semakin menyedihkan.

"Maaf, aku sedang banyak pekerjaan." ujar Dirga yang tentu saja sedang berusaha menutupinya. Alana tahu ada sesuatu hal yang sedang Dirga tutupi darinya.

"Kalau karena masalah kerjaan nggak mungkin sampai buat kamu seperti ini mas, aku mengenalmu. Apa karena masalah kita? bilang sama aku. Aku siap mendengar apapun, kalau memang kita harus berpisah. Ayo lakukan, lakukan sekarang biar nggak ada lagi yang tersakiti."

"Alana... Beri aku ruang, aku butuh waktu untuk menyelesaikan ini, sayang.."

"Mau sampai kapan mas? aku dan kamu, lebih tepatnya aku.. aku nggak akan pernah bisa dan pantas untuk berada di sisimu mas. Apa kamu udah memberitahu rencanamu kepada orang tuamu mas?" Dia meneliti wajah Dirga yang kembali gusar, sesuai dengan tebakannya, Dirga pasti tidak mendapatkan restu itu.

"Kita sudahi aja ya." bukan sebagai kalimat ajakan, lebih ke arah sebuah penekanan jika Alana menginginkan untuk berhenti sekalipun tanpa persetujuan dari Dirga. Alana lelah.

"Alana, aku sedang memperjuangkanmu saat ini. Aku hanya membutuhkan dukungan darimu."

"Percuma mas, akan percuma hasilnya. Nggak lama lagi aku akan di depak dari kantor ini. Mereka sudah mengetahui hubungan kita bahkan statusku saat ini, ditambah status atasanku yang merupakan mantan suamiku. Kurasa, ayah kamu pasti akan mendengar gosip yang sudah beredar mas."

Terdengar suara helaan nafas dari sang kekasih, Alana baru menyadari jika Dirga sangat berantakan hari ini. Kelopak matanya yang menghitam dan surainya yang tidak tertata dengan baik.

"Kamu belum tidur ya?" tangannya tergerak untuk meraih ke dua pipi Dirga, sungguh Alana sangat mencintai pria yang sedang Ia tatap.

Tapi dirinya mulai sadar diri bahwa dia mengerti bagaimana rasanya mencintai tapi tak harus memiliki.

Kedua tangan Dirga terulur untuk menarik tangan Alana yang ada pada kedua pipinya, dengan sekali tarikan Aksa meraih tubuh sang kekasih ke dalam dekapannya.

"Apapun yang terjadi, jangan pernah tinggalin aku. Berjanji padaku Al. kamu hanya perlu tahu bahwa aku akan terus memperjuangkanmu." Kalimatnya seakan mengatakan kepada Alana akan ada masalah besar yang sedang menunggu mereka.

"Alana, aku dijodohkan... Aku ingin kamu tahu sendiri dariku bukan dari orang lain."

"Mas?"

"Aku dijodohkan jauh sebelum aku mengenalmu Al."

"Dia sedang bergurau padaku kah? Jika dirinya sedang dijodohkan, untuk apa mengajakku menikah?" pikir Alana.

"Jangan salah paham.. aku cuma mencintaimu Alana, nggak ada wanita lain. Berkali-kali aku menolak perjodohan itu tapi papa, pria itu benar-benar mau aku menikahinya."

"Siapa?" tanya Alana. "Siapa wanita itu?" tekannya lagi dan sampai kapan Dirga mau menutupi hal sepenting ini dari Alana?

"Wanita yang menggantikanmu."

"Maksud kamu, wanita yang pergi bersama kita tempo hari? wanita cantik yang mendampingimu saat kita dinas di Bandung?"

"Iya, maaf harusnya ak...."

"Mas.. hal apa lagi yang kamu tutupi dari aku?" Alana merasa bahwa banyak hal yang ditutupi Dirga darinya.