webnovel

Dissapointed

Perjalanan Dinasnya hancur berantakan. Alana lebih memilih untuk pulang duluan karena tidak nyaman dengan situasi yang terjadi. Katakan jika dirinya tidak profesional dalam bekerja tapi rasanya Alana tak akan sanggup untuk berada di tengah-tengah mereka lagi terlebih Alana sedang kecewa dengan Dirga.

"Yang... dengar penjelasan aku dulu bisa? aku minta maaf soal itu, aku benar-benar kebawa emosi." ucap Dirga mengekori Alana yang sedang berkemas.

"Seringkali aku memperingati kamu mas, untuk menahan emosimu itu. Kamu tahu sendiri kan? aku benci kekerasan? aku memilih berpisah dengan Jefri karena dia yang melukai hati juga fisikku... meskipun aku tahu dia nggak pernah sengaja melakukan itu, jadi aku harap kamu lebih paham tentang ini."

"Tapi aku jauh berbeda dengan Jefri."

Maaf, harusnya Alana tidak membawa Jefri ke dalam masalah ini, Alana hanya ingin Dirga tahu alasan terbesarnya memilih berpisah dengan masa lalu karena sikap kasar Jefri.

"Iya, aku tahu. Tapi yang barusan kamu lakuin itu, kamu mulai menunjukkannya kepadaku mas. Mencoba untuk mengelak lagi?"

"Udah aku bilang, aku terbawa emosi sayang...." kilahnya, bahkan dia terlihat frustasi.

"OK, jangan bertemu denganku dulu sampai emosimu mereda. Aku pamit, jangan menyusulku mas... Aku nggak ingin pertemuan ini gagal hanya karena aku, hum? Aku pulang ya mas.. kamu harus tahu, seberapa besar aku mencintaimu. Tolong jangan ragukan aku lagi."

Sejujurnya Alana sudah ingin menyerah jika Dirga selalu meragukannya, Alana merasa lelah jika harus berjuang sendirian karena tidak dipercayai pasangan sendiri.

"Alana... Kondisi kamu lagi nggak baik sayang, kita pulang setelah aku menyelesaikan rapat malam ini. ok? aku nggak mungkin membiarkan kamu pulang sendirian dalam kondisi kamu yang lagi nggak baik-baik aja. Bisa turuti aku?"

"OK. Tapi aku mau sendiri, kamu bisa kembali ke kamarmu mas."

"Iya."

"Sekarang mas, aku mau tidur."

"Hubungi aku kalau terjadi sesuatu, jangan berusaha untuk kabur atau pulang tanpaku Alana, aku bisa aja menikahi kamu dalam waktu dekat meskipun tanpa restu dari kedua orang tua aku."

"Ancaman kamu terlalu berlebihan."

"Terserah, aku cuma nggak mau kamu pergi jauh dariku."

"Ya, ya, ya.. terserah sama kamu. Cepat kembali ke kamarmu."

"Istirahat yang cukup, aku mencintaimu." ujarnya, pria itu mengecupi dahi Alana singkat.

"Alana?"

"Ya?"

"Aku mencintaimu..."

"Iya, aku tahu itu mas."

"Ck." Dirga berdecak pelan, sungguh seperti anak yang baru kasmaran saja.

Apa dia tidak mengingat jika dirinya sudah berusia 35 Tahunan.

"Love me too." balas Alana pada akhirnya, mata Dirga melebar seakan tidak suka dengan jawabannya barusan. "Iya, I love you too. udah kan?"

Pria itu tersenyum menang, lalu pergi meninggalkan sang kekasih setelah mendapatkan kecupan di bibirnya.

Terkadang Alana benar-benar tidak mengerti dengan sikap Dirga yang moddy-an, sangat berbeda jauh dengan Jefri. Tunggu, mengapa Alana jadi sering memikirkan Jefri?

Sebuah ketukan dari luar membuatnya tersadar, jika itu Dirga untuk apa dirinya mengetuk pintu atau memencet bell.

"Boleh saya masuk?" pertanyaan awal yang dilontarkan Jefri setelah Alana membuka pintu.

"Pak Jefri? mungkin kita bicara di luar aja."

"Tapi kamu sedang sakit Al. Saya kemari sebagai atasan kamu."

"Justru karena bapak adalah atasan saya, saya tidak ingin ada pembicaraan dari luar sana yang menyudutkan saya pada akhirnya."

"Bagaimana kalau saya datang kemari sebagai ayah dari Elena."

"Mas... Apa yang ingin kamu bicarakan lagi denganku? mengenai apa?"

"Kamu dan Elena."

•••

Perkataan Jefri semakin membuat Alana seperti orang bodoh, seakan pria itu sedang mempermainkan hatinya saat ini.

Bagaimana bisa dengan mudahnya, Jefri mengajaknya untuk kembali berumah tangga di saat dia tahu bahwa Alana sudah memiliki seorang kekasih yang tak lain adalah sepupunya sendiri.

Mana mungkin Alana melukai hati Dirga? sedangkan dia sudah tidak memiliki rasa apapun pada Jefri lagi.

"Setelah apa yang kita lalui, kamu datang dan mengajakku untuk merajut masa lalu? apa kamu sedang bergurau denganku mas?"

"Alana.. aku serius, sampai detik ini pun aku nggak pernah bisa melupakanmu."

"Lalu kenapa kamu nggak berjuang di saat kita masih memiliki ikatan? kamu tahu sendiri, cuma aku yang yang berjuang pada saat itu. Iya kan?"

"Aku minta maaf atas itu Al. Maka dari itu, aku ingin memperbaiki semuanya."

"Hampir 10 Tahun mas aku mengenalmu, bukankah sudah terlambat? kenapa kamu nggak menemuiku lebih cepat kalau kamu mau memperbaiki semuanya? asal kamu tahu, luka yang kamu berikan padaku belum hilang sepenuhnya. Aku masih mengingat semua itu mas. Masa di mana kamu menyakitiku lagi dan lagi, saat di mana kamu memilih sahabatmu dibanding istrimu sendiri. Tanyakan pada dirimu sendiri, apakah kamu masih pantas memperbaiki semuanya?"

"Kamu lupa, kamu yang menutup semua akses untukku menemuimu."

"Lalu kamu menyalahkanku atas semua yang terjadi? 5 Tahun berlalu dan kamu masih sama dengan keegoisanmu mas."

"Aku tidak egois Al, aku memikirkan Elena."

"Sosok ayah akan dia dapatkan dari mas Dirga, jadi kamu nggak perlu merasa bersalah atau bekerja keras untuk memperbaiki semuanya."

Alana masih ingat dengan kalimatnya yang meminta Jefri untuk tidak perlu merasa bersalah akan Elena. Putrinya akan mendapatkan kasih sayang seorang ayah dari Dirga. Ia tidak perlu mendapatkan dari yang lain.

Lagipula apa yang bisa Alana harapkan untuk ke depannya? dia tidak ingin berekspektasi terlalu tinggi yang nantinya akan membuatnya semakin terperosok. Dia tidak ingin luka lama itu kembali terbuka, biarkan Alana menyimpannya rapat-rapat.

Hanya saja, Alana terlalu bingung dengan keberanian Jefri yang mengajaknya untuk kembali bersama. Jadi apa yang dikatakan Dirga adalah benar, ketakutannya selama ini memang berdasar.

Seketika Alana kembali berpikir apakah Dirga sudah mengetahui keinginan Jefri yang memintanya untuk membangun rumah tangga kembali?

Alana semakin dibuat kebingungan dengan kedua pria itu, diperumit dengan hubungan mereka yang sebenarnya adalah bersaudara.

Sepertinya Alana membutuhkan saran dari sang ibu, agar dirinya tidak salah langkah. Bukan hanya kebahagiaannya yang dipertaruhkan di sini melain kebahagiaan Elena yang akan selalu menjadi prioritasnya.