"aku tidak akan membiarkannya pria menjijikkan seperti dia memanfaatkan perempuan yang paling aku cintai."
Kalimat Dimas Sejujurnya hampir membuat Monika terpesona, terlebih pria itu mengucapkan kalimat rayuan gombal tersebut dengan nada suara menyakinkan.
Namun ia segera tersadar, Monika menyadari bahwa ini tidak benar dan ia juga bukan perempuan bodoh seperti dulu.
Baginya kenangan mereka dulu, hanya akan menjadi bagian masa lalu.
Kebaikan serta ketulusan Celine tidak akan membuat Monika sudi untuk menyakiti hati teman baiknya tersebut.
Monika mendorong tubuh Dimas cukup keras, sehingga pria itu terjatuh dan merasa sangat terkejut.
"Auhh.. Ada apa denganmu, sayang?" Tanya Dimas bingung, Monika mengambil tissu di atas meja, mengelap kasar bibirnya karena ingin menghapus bekas jejak bibir Dimas kemudian membuang tissu bekas itu ke lantai.
Monika tidak menjawab pertanyan Dimas, ia menarik nafas.
Mengusap dada mencoba menenangkan diri, Melempar pandangan kesal pada Dimas.
Sejujurnya Dimas tidak menduga Monika akan bereaksi diluar dugaannya.
Terlebih sekarang perempuan cantik itu tampak sangat marah sekaligus kesal.
Monika menarik ujung kaos Dimas sehingga pria itu berjarak lebih dekat dengannya dengan penuh emosi.
"Kau bajingan, Dimas! Kau sudah melukai perempuan yang begitu baik seperti Celine!" Bentak Monika kesal, tanpa memberikan kesempatan pada Dimas untuk berbicara.
"Kau tahu?Jika ada orang yang harus disingkirkan dari hidupku itu adalah dirimu. Mengerti?!" sambung Monika kali ini nada suaranya semakin tinggi, ia mengacak-acak rambut Dimas karena merasa sangat jengkel.
Dengan bodohnya Dimas hanya bisa terdiam diperlakukan seperti itu oleh perempuan yang sangat dia cintai.
Ini bukan kali pertama Monika mengacak rambutnya, dulu saat mereka masih berpacaran dan Dimas membuat perempuan cantik itu kesal pasti Monika langsung mengacak dan menjambak rambutnya jika dengan omelan masih belum cukup membuat perasaannya lega.
Sakit tapi tidak masalah selama hal itu bisa mengurangi kemarahan sang kekasih, ia pasti akan menerimanya.
Tiba-tiba air mata monika menetas, ia kembali mengingat saat Dimas melukai hatinya dengan memutuskan hubungan asmara mereka sebelah pihak, Bahkan saat itu Dimas dengan santai mengatakan ada perempuan lain yang dia cintai tanpa mempedulikan perasaannya yang tengah hancur lebur.
Monika menggelengkan kepala agar berhenti mengingat hal menyedihkan itu,
" Bukan salah Celine jika ia menjadi pihak ketiga dalam hubungan kita, kau yang menariknya masuk ke dalam hubungan kita dan sekarang kau juga yang menyingkirkannya. Kalau kau ingin aku memaafkanmu maka kembalilah pada Celine lalu berjanjilah padaku kau akan menjadi kekasih yang baik untuknya, aku mohon jangan pernah menganggu hidupku lagi!" dengan penuh amarah Monika mengatakan apa yang dirasakannya.
Plakkkkkk....
Tamparan keras mendarat di pipi Dimas yang berasal dari tangan Monika tentunya, Monika mengambil tasnya lalu membuka dan menutup kasar pintu apartemen mewah Dimas.
πππππππππππ
Alfando untuk kesekian kali mencoba menghubungi Monika tapi yang memjawab malah Voicemail, bahkan chat darinya tidak dibaca oleh sang istri.
Membuatnya semakin kesal.
Klik..
Pintu terbuka dan munculah seseorang yang sedari tadi ditunggu olehnya, Monika tidak menyadari jika Alfando tengah berdiri di sampingnya.
"Dari mana saja kau? Kenapa jam 11 malam baru pulang?" Silidik Alfando, pria ini tidak bisa menyembunyikan kemarahannya.
Alfando langsung menyerbu sang istri dengan pertanyaan.
Sejujurnya Alfando merasa khawatir.
Tanpa menjawab pertanyaan Alfando, Monika langsung masuk ke dalam kamar lalu bersandar pada dinding.
Alfando mengikuti sang istri masuk ke dalam kamar.
"Apa kau tuli, hah?! Kenapa jam segini baru pulang? Jawab aku Monika." Alfando meninggikan suaranya, Monika menghembuskannya nafas dalam-dalam.
"Aku baru saja, bertemu mantanku." Jawab Monika pelan, Alfando terkejut.
"Mantan pacarmu. " Ulang Alfando, Monika mengangguk.
Wajah Monika terlihat letih, Sehingga membuat Alfando merasa bersalah karena memarahinya tadi.
"Apa yang terjadi?"
Monika menggelengkan kepala, "Maaf, aku belum bisa mengatakan padamu sekarang." ujar Monika lemas, Alfando mencoba mengerti kondisi perempuan cantik di hadapannya ini.
Monika berjalan lemas ke arah sofa, menyadarkan tubuhnya.
Bahkan untuk melepaskan sepatu high hell nya saja ia merasa begitu malas.
Tenaganya sudah habis karena marah-marah tadi.
Alfando menghampiri sang istri, kemudian berjonggok dihadapnya tanpa bicara.
Monika merasa terkejut, Alfando membantu melepaskan sepatu high heel Monika kemudian membawa sepatu milik istrinya ke atas kamar mereka lalu kembali dengan membawakan gaun tidur milik sang istri.
"Mandi dan ganti pakaianmu." seru Alfando, Monika mengambil gaun tidur miliknya dari tangan sang suami kemudian masuk ke dalam kamar mandi.
Tiga puluh menit kemudian Monika keluar dari kamar mandi, mendapatkan Alfando tengah tertidur lelap.
Monika segera menyusul naik ke atas ranjang dan akhirnya ia juga terlelap.
¤¤¤¤¤¤¤¤¤
Monika langsung terbangun saat alarm berbunyi, ia segera membangunkan sang suami tapi seperti biasa suaminya itu sulit untuk dibangunkan.
Tidak mau membuang waktu.
Dengan tergesa-gesa ia beranjak dari ranjang dan pergi mandi.
Setelah Memakai make-up dan menata rambutnya juga memastikan penampilannya sudah okay.
Monika segera menyiapkan pakaian kerja sang suami, meletakannya di atas meja riasnya.
Karena tidak ingin terlambat ia memutuskan untuk berangkat kerja terlebih dulu, tentu saja Monika sudah menyiapkan sarapan pagi dan pesan singkat dalam sebuah Note untuk sang suami saat terbangun nanti.
Menikah dengan CEO, bukan berarti ia bisa bersikap seenaknya.
Bagaimanapun statusnya masih seorang bawahan.
Monika memutuskan menggunakan taksi online pergi ke kantor.
Jam menunjukan pukul setengah delapan pagi.
Dan seperti biasa, Monika sudah sampai kantor sebelum waktunya.
Dan saat ia masuk ke kantor, seperti biasa karyawan lain sudah berkumpul.
Tapi hari ini ada yang berbeda, Semua karyawan menyapanya dengan penuh hormat "Selamat pagi nyonya."
"Pagi semua, aku mohon jangan membuat aku merinding dengan memanggilku Nyonya. Ayolah teman-teman kalian jangan bersikap menggelikan seperti ini. hanya karena aku sudah menikah dengan monster itu." protes Monika sambil berkacak pinggang dan memasang mimik marah.
Mendengar protes Monika pada bos membuat mereka tertawa geli.
Semua karyawan memang memiliki panggilan "Monster" pada sang Ceo, karena mereka semua sepakat bos kejam mereka tersebut pantas mendapatkan julukan itu.
Temmy menghampiri Monika, merangkul pundak perempuan itu. "Baiklah , kita sepakat akan bersikap biasa saja. Tapi saat sang Monster ada, kau harus mengerti bahwa kami harus bersikap formal padamu. Setuju? "
"Setuju." Ujar Monika bersemangat.
Bagas,Virga,Tika,Evalina,Citra,Tania,Sammy,Dea,Melody dan Ardy pun bersorak secara bersamaan tanda setuju.
Mereka saling membuat lingkaran dan membuat yell team sebagai tanda semangat kerja sebagaimana yang biasa mereka lakukan.
Di lantai 11 memang hanya ada 17 orang termasuk Alfando selaku CEO, Dua satpan dan dua resepsionis.
Tidak heran hubungan mereka semua begitu akrab satu sama lain.
Bahkan mereka memiliki grub chat khusus sebagai tempat mengobrol apapun.
***
Dua garis merah.
Entah Celine harus bahagia atau sebaliknya? Sejujurnya Celine merasa sangat bahagia meskipun perasaannya masih terasa sakit akibat pernyataan kejam Dimas.
"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?" lirih Celine bingung.
Tbc