webnovel

Marry U Again, Aimee

Dia datang kembali! Mengusik hidupku dan ingin aku kembali padanya. Sehingga haruskah aku kembali padanya dan mengingkari sumpah yang telah aku patuhi selama bertahun-tahun selama ini? Malam itu, semua berawal dari malam itu. Hingga sesuatu yang tidak terduga terjadi. Lalu memaksa mereka untuk harus menikah lagi bagaimana pun Aimee tidak menginginkannya. Pria lain hadir. Berusaha mengacaukan hubungan mereka dan bagaimana keputusan Aimee? ig : @lenzluph_story

lenzluph · Urbain
Pas assez d’évaluations
224 Chs

016 ( Tidak Ingin )

Alfin terus berasumsi semaunya dan tidak mudah dibujuk. Hingga, akhirnya memutuskan untuk mengakhiri panggilan telepon aneh Aimee segera. Sebelum dia benar-benar menghabiskan satu malam untuk bicara omong kosong dengan sekretarisnya.

"Baik, Aimee. Aku bisa mengerti dan paham situasimu. Karena itu, buat dirimu senyaman mungkin setelah aku menutup telepon ini dan tidur!" ujar Alfin pelan-pelan.

"Lalu, Soal permintaanmu untuk tidak terlibat dalam proyek. Aku minta maaf. Aku tidak bisa memenuhinya. Dan aku tidak bisa menurutimu. Karena apa?"

Tidak perlu menunggu jawaban dan menjawab sendiri pertanyaannya.

Alfin menjawab pertanyaannya sendiri dengan sangat yakin dan pasti.

"Aku adalah bosmu. Bukan sebaliknya! Kau adalah sekretarisku. Dan bukan sebaliknya! Jadi, darimana kau bisa mengaturku?" ucap Alfin sangat santai dan bossy.

Setelah berpikir matang-matang, besok Alfin akan menegur Aimee keras.

Ingin melihat bagaimana wajahnya besok. Dan keberanian seperti apa yang akan dia tunjukkan hati itu.

Panggilan telepon langsung Alfin matikan.

Meninggalkan sisa-sia keheranan dan usaha untuk memaklumi orang yang sedang mabuk.

Pikiran Aimee masih melayang-layang.

Duduk di depan meja kecil di dalam kamarnya dan duduk di atas lantai berkarpet tebal.

Aimee menatap layar ponselnya dengan separuh melamun.

Mengerutkan bibir dan berdecak kesal.

"Cih! Siapa juga yang mengatakan kalau aku yang menjadi bos dan dia yang menjadi sekretaris? Dia harus mendengarkanku dan menuruti permintaanku? Hellow~ Apa ada satu saja statementku yang mengatakan hal tersebut?" gerutu Aimee tak senang.

Hahh...

Aimee menghela napas panjang.

Masih terus mengerjap-ngerjap dan mulai mengantuk.

Aimee memainkan beberapa kali ponselnya dan menggulirkan layar seenaknya.

Sebuah nomor tidak sengaja Aimee tekan. Lalu meletakkan secara asal kepalanya di sisi handphone.

Nada sambung terdengar.

Tutt tutt ..

Suara telepon diangkat juga terdengar.

"Hallo?"

Sangat lama. Hingga mungkin pada dering keempat. Panggilan telepon itu baru dijawab.

"Apa yang kau lakukan dengan menghubungiku malam-malam?"

Suara dingin yang sangat familar.

Sudah lama sekali tidak mendengarnya. Tapi juga tidak semudah itu dilupakan.

Aimee yang masih bisa mendengar dari jauh suara Zack. Meletakkan ponselnya kembali ke samping telinga.

"Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Aimee dingin.

Mengerutkan kening dan tidak mengerti. Zack yang baru saja akan pergi tidur setelah mencuci muka dan menyelesaikan beberapa pekerjaan kecil untuk besok. Menjauhkan ponselnya sejenak. Lalu menempelkan kembali ponselnya ke telinga tatapan aneh.

"Hei! Aku bertanya padamu!" ucap Aimee marah.

Zack mulai merasa Aimee kehilangan kewarasannya.

Namun baru ketika Zack ingin membalas. Aimee sudah mengucapkan dua baris kalimat yang salah total.

"Kenapa kau malam-malam menghubungiku? Kau, tiba-tiba rindu padaku?" tanya Aimee sembarangan.

Memperlihatkan ekspresi kocak dan konyol. Zack bertanya serius.

"Kau mabuk?"

Baru tahu Aimee suka minum-minuman keras.

"Aku akhirnya tahu, kau berhasil mengatasi alergimu?" tambah Zack.

Belum pernah mencicipimu minuman beralkhol. Bukan karena ingin menjadi gadis baik-baik. Aimee hanya tidak bisa mencicipinya.

Karena apa?

Jika dia minum minuman berbahaya itu. Tubuh Aimee akan beraksi aneh setelah beberapa jam.

Muncul ruam merah di beberapa bagian kulitnya. Dan akan terasa gatal.

Zack yang tidak ingin tahu bagaimana cara Aimee mengatasi penyakitnya, mendesah.

"Aku tidak ingin apa rencanamu. Tapi, kau yang menghubungiku lebih dulu. Jadi jangan berbasa-basi dan langsung saja katakan apa yang kau inginkan?"

Di tengah mabuk, Aimee mengangkat satu jari telunjuknya.

Menunjuk ke sisi manapun yang dia inginkan karena tidak ada satu orang pun yang akan melihatnya.

"Kau, mengikuti ucapanku dengan sengaja?!"

Mengerutkan kening dan memasang wajah bodoh. Zack merasa situasi Aimee sekarang lebih dari kata kacau.

"Jika tidak ada urusan. Aku akan menutup teleponnya."

Kesal karena terus ditolak dan menjadi pihak yang diabaikan setelah Alfin menutup teleponnya secara sepihak.

Meskipun imajinasi dan ingatan Aimee masih sangat kacau saat ini.

Aimee merajuk dengan sebal.

"Kau dan dia sama saja!" maki Aimee sangat marah dan frustasi.

Zack terus mendengarkan dan belum mematikan ponselnya.

"Apa maksudmu?" tanya Zack.

"Aku bilang, aku tidak ingin terlibat dengan proyek itu. Dan aku tidak ingin terlibat dengamu lagi!"

Berucap sangat lantang dan tajam.

Zack bisa mendengar semua keyakinan itu dengan jelas.

Tidak memberikan respon dan terus mendengarkan.

"Aku... Aku ingin kau mengundurkan diri dari proyek itu!" teriak Aimee pada volume suara yang masih wajar karena tenaga dan kesadarannya sudah banyak berkurang.

Zack masih diam.

"Silahkan cari proyek lain. Lalu berkaryalah di sana. Jangan di perusahaan tempat aku bekerja dan di perusahaan Theodore. Aku tidak ingin bertemu denganmu lagi. Berpapasan atau bicara denganmu lagi. Bahkan membicarakan bisnis. Aku benar-benar tidak ingin!"

Merasakan hal yang sama. Zack tentu tidak akan mundur sendirian.

Menyandarkan tubuhnya di sandaran tempat tidur dan merilekskan diri.

Zack membalas Aimee.

"Tidak ada alasan untukku mundur," papar Zack logis.

"Tapi kau tidak menyukaiku!" ucap Aimee dengan ketidakwarasan lain.

Zack meladeninya.

"Lalu?"

Menelan ludah dan melanjutkan. Aimee merengut.

"Lalu aku juga sama. Aku tidak menyukaimu dan tidak ingin berinteraksi denganmu lagi."

Ada sedikit kepedihan dalam hati Zack.

Tidak mengira penolakkan langsung lebih menyakitkan daripada bayangannya.

"Aku melakukan kerjasama ini karena aku membutuhkan keuntungannya. Bekerja untuk sejahteraan perusahaan dan keluargaku. Jadi, atas dasar apa aku harus mendengarkanmu?"

Terdiam dan mencerna ucapan Zack. Aimee merasa dirinya menjadi kejam dan egois.

Memaksa orang lain untuk menurutinya dan mengedepankan perasaannya lebih dulu di atas segala-galanya.

"Aku.."

Aimee kehilangan kata-katanya sejenak.

Merasa rendah diri dan tidak pernah bisa membuat orang lain bangga padanya.

***