webnovel

Mantra Cinta

Ketika cinta ditolak, dukun bertindak. Kisah petualangan cinta Ganang dan Arumi yang tak kunjung bersatu. Masa lalu menjerat mereka pada hubungan yang rumit. Akankah Ganang dan Arumi dapat bersatu?

D_Poetry · Urbain
Pas assez d’évaluations
21 Chs

Tak Sengaja

Ganang mengangkat tubuh Anggun yang terduduk di lantai koridor apartemen. Anggun tertawa terpingkal-pingkal. Gadis ini benar-benar konyol.

Hingga kini Ganang belum berhasil mengantarkannya hingga ke dalam apartemennya. Karena Anggun tidak menunjukkan arah yang benar.

Ganang membuka tas kecil milik Anggun yang sedari tadi di pegangnya. Diambilnya sebuah kartu nama milik Anggun. Hanya tertera alamatnya saja, tapi tidak ada nomor kamarnya.

Ganang pun mengembalikan kartu nama itu ke dalam tas. Kemudian berjongkok di hadapan Anggun. "Hei, kalau kamu terus begini, kita ga bakal sampe ke apartemen Abang. Ayo, buruan." Ganang menyisipkan rambut Anggun yang menutupi mata gadis itu.

"Abang mau ajak aku ke apartemen Abang?" tanyanya dengan alis terangkat.

"Iya, beneran. Makanya, ayo, buruan," bujuk Ganang.

Anggun segera berdiri. Meskipun dalam kondisi sempoyongan, ia memaksakan diri untuk berdiri. Sementara Ganang memegangi pundaknya.

Anggun berjalan setengah berlari, disusul Ganang. Hingga tiba di depan pintu kamar nomor 606. Anggun menekan tombol akses penguncian kamarnya. Nomor yang ditekannya salah, terdengar aba-aba penolakan. "Salah, Bang ...." ucapnya sambil menatap mata Ganang.

"Berapa nomornya, biar Abang yang tekan." Ganang mengambil alih tombol, mengira bahwa Anggun bisa saja salah menekan tombol. Gadis itu menyebutkan deretan beberapa angka, yang kemudian Ganang menekan tombol sesuai dengan angka yang disebutkan Anggun. Nihil. Pintu tidak berhasil terbuka.

Anggun garuk-garuk kepala, rambutnya semakin tidak beraturan dibuatnya. "Ga bisa masuk, Bang," ucap Anggun.

Ganang mendengus kesal, seolah dipermainkan oleh seorang gadis ingusan yang sedang mabuk. Namun, setelah beberapa saat, Ganang baru tersadar bahwa yang dihadapinya saat ini adalah gadis yang sedang mabuk.

Anggun kemudian mengedor-gedor pintu, kesal karena tidak berhasil membukanya. Ganang memegangi kedua tangan Anggun agar tidak melakukan aksi tersebut. Anggun meronta, sehingga Ganang terpaksa mendekap kedua tangannya, kemudian memeluknya. Anggun tak mampu melepaskan diri dari dekapan Ganang untuk melanjutkan aksi gedornya.

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, ketika Ganang berusaha menahan tubuh Anggun yang meronta.

"Terbuka, Bang, pintunya terbuka," teriaknya.

Ganang pun mengalihkan pandangan kearah pintu. Seketika itu pula tubuhnya mematung, tak bergerak, melihat sosok yang berdiri tepat di hadapannya.

Tatapan mereka bertemu, cukup lama untuk sekedar menyadari bahwa sosok itu adalah gadis yang dicarinya. Gadis itu adalah Arumi, yang telah mencuri hatinya ketika pertama kali bertemu.

Ganang pun secara tak sadar melepaskan dekapannya pada Anggun, hingga gadis itu berhasil terbebas. Baru saja lepas dari dekapan Ganang, Anggun tersungkur di depan pintu.

Ganang yang masih berdiri terpaku lalai menahan tubuh Anggun. Gadis itu meringis ketika Ganang memegangi tubuhnya, membantunya berdiri. Wajah Anggun memerah terkena benturan di lantai.

"Anggun, apa yang terjadi sama kamu!" seru Arumi ketika Anggun hampir terjatuh lagi, bila Ganang tidak memeganginya.

"Abang, ayok, masuk. Jangan pergi dulu." bujuk Anggun sambil melingkarkan lengannya ke leher Ganang. Karena ukuran tinggi tubuh mereka yang jauh berbeda, Ganang menekuk kedua kakinya ketika Anggun akan melilitkan satu kakinya pada tubuhnya.

"Bawa masuk, aja." Arumi melebarkan pintu, memberikan ruang untuk Ganang membawa Anggun memasuki apartemennya.

Ganang kemudian mengangkat tubuh Anggun menuju ke dalam. Sementara Arumi menutup pintu.

"Taruh di mana?" tanya Ganang ketika sudah berada si ruang tamu.

"Bawa ke kamar saja. Dia tidak akan terbangun dalam waktu cepat," jawab Arumi, kemudian menunjukkan arah ke kamarnya.

Ganang mengekori langkah Arumi, matanya menyisir ruangan yang tampak tertata dengan rapi. Seluruh ruangan di cat dengan warna putih, dengan akaesoris pelngkap berwarna coklat tua, dan hampir keseluruhan berbahan dasar kayu.

Sebuah vas bunga besar berbahan kayu berada di sudut ruangan antara ruang tamu dan ruang tengah. Suasana ruangan khas wanita, yang menggambarkan sifat feminim.

Arumi membuka pintu sebuah kamar yang terletak bersebelahan dengan ruang tengah di cat berwarna senada dengan satu buah tempat tidur single dilapisi seprai berwarna kuning gading.

Kamar yang ditata dengan sentuhan wanita pasti berbeda bila dibandingkan dengan kamar yang ditata seorang pria.

Ganang merebahkan tubuh Anggun yang terkulai lemas di pembaringan. Sebuah selimut ditarik Arumi untuk menutupi tubuh Anggun yang telah pulas tertidur.

Ganang melangkah keluar kamar, kembali menuju ke ruang tamu, diikuti oleh Arumi.

"Terima kasih, telah mengantarkan Anggun dengan selamat. Maaf telah merepotkan," ucap Arumi dengan wajah cuek dan ucapan bernada ketus.

Sayang sekali bahwa Ganang tidak merasakan hal itu. Yang dirasakannya saat ini adalah, bahwa dia berhasil menemukan Arumi tanpa direncanakan.

"Kalian tinggal bersama?" tanya Ganang sambil berjalan mendekati sebuah lukisan abstrak yang dipasang pada dinding ruang tengah.

"Anggun tinggal di apartemen nomor 609, berhadapan dengan tempat tinggal saya. Mungkin dia salah menunjukkan tempatnya tinggal." Anggun berdiri membelakangi Ganang yang masih asyik dengan gambar lukisan di dinding. no

"Bisakah aku meminta secangkir kopi?" pinta Ganang tanpa menatap kearah Arumi.

Untuk sejenak, Arumi seolah enggan memenuhi permintaan tamunya itu. Namun, beberapa saat kemudian Arumi berjalan kearah dapur untuk merebus air dan menyiapkan secangkir kopi untuk Ganang.

Ganang duduk di sebuah kursi kayu jati beralaskan busa tebal berwarna coklat tua. Matanya masih berpendar berkeliling ruangan apartemen Arumi.

Sebenarnya, Ganang merasakan kantuk yang teramat sangat. Namun, setelah melihat sosok Arumi yang sangat membuatnya penasaran, Ganang mengurungkan niatnya untuk segera berpamitan.

Bahkan, bila memungkinkan Ganang ingin lebih banyak ngobrol dengan Arumi. Sekedar menanyakan hal-hal umum seperti tempat lahirnya, keluarganya, masa kuliahnya, atau bila perlu membahas sedikit tentang profesinya.

Perasaan bahagia membuncah di dalam dadanya, yak mampu membendungnya sedikit pun.

Arumi muncul dari arah belakang. Gadis itu mengenakan piyama tidur berbahan dasar Kain satin berwarna merah muda. Rambut hitamnya di kuncir kuda, memperlihatkan lehernya yang jenjang dan bahu yang putih mulus. Ganang menelan air liur menatapnya, kemudian mengalihkan pandangan kearah lainnya.

Yang jelas, wajah polos Arumi sama memikatnya ketika ia memoles tipis wajahnya dengan make up natural. Arumi benar-benar sangat menarik.

"Sudah lama kamu tinggal di sini?" tanya Ganang ketika Aruni meletakkan cangkir kooinya di atas meja tepat di hadapan Ganang.

"Baru dua tahun." Arumi menjawab singkat. Setelah menghidangkan kopi, Arumi berdiri menghadap Ganang. "Kalau sudah selesai, biarkan cangkir kopinya di tempat semula. Saya ingin melanjutkan tidur."

Ganang terperangah mendengar penuturan Arumi yang mengusirnya secara tidak langsung. Kemudian dia tertawa terkekeh, tidak menduga gadis cantik ini dengan mudahnya menolak kehadirannya. Padahal, wanita mana pun malah akan berlomba-lomba untuk mendapatkan hati dan perhatiannya. Arumi sungguh berbeda dibandingkan dengan gadis lainnya, yang pernah ditemuinya.

"Kamu, mengusirku?" tanya Ganang dengan seringai di wajahnya.

***