webnovel

Mantra Cinta

Ketika cinta ditolak, dukun bertindak. Kisah petualangan cinta Ganang dan Arumi yang tak kunjung bersatu. Masa lalu menjerat mereka pada hubungan yang rumit. Akankah Ganang dan Arumi dapat bersatu?

D_Poetry · Urbain
Pas assez d’évaluations
21 Chs

Gadis Pemabuk

Tiba di dalam gedung diskotek, seperti biasa, Sari akan menyapa Ganang untuk menawarkan tempat duduk. Dan tawaran itu pun segera diterima Ganang dengan suka cita. Tatapan mata Sari menunjukkan rasa tidak suka pada tingkah Anggun yang bergelayut manja di lengan Ganang.

"Beda lagi, Bang?" bisik Sari pada Ganang dengan arah mata menuju ke Anggun.

"Nemu di jalan," ucap Ganang sekenanya.

Anggun mencubit pinggang Ganang, manja. Membuat Sari memalingkan wajahnya, enggan melihat tingkah gadis itu.

"Abang mau duduk di mana? Hari ini banyak yang kosong, kok," tawar Sari.

"Tempat biasa kayaknya oke. Tapi, ga usah deh, Sari. Aku duduk di bar aja, sekalian mau ngobrol dengan Ramon." Ganang meralat pesanannya.

"Oke, Bang. Aku pergi dulu," ucap Sari dengan ujung mata melirik Anggun, kemudian berlalu meninggalkan mereka berdua.

"Aku paling ga suka sama perempuan itu, Bang." Anggun merengek.

Ganang mengerutkan keningnya, "Kenapa?"

"Matanya itu lho, kayak ngeliat apaan gitu. Bilang aja kalo cemburu karena aku bisa deket-deket sama Abang," gerutunya.

Ganang menanggapinya dengan senyum tipis, kemudian langkahnya diikuti oleh Anggun menuju meja Bartender tempat Ramon berada.

"Halo, Bang Ganang! Apa kabarnya malam ini?" sapa Ramon sambil melakukan aksi shakingnya yang sudah sangat professional.

Ganang tersenyum lebar mendengar sapaan hangat dari Ramon, "Halo juga, Ramon. Untungnya baik-baik saja. Racikanmu semalam mantep banget. Boleh dong, satu lagi."

"Wow, syukurlah kalo kamu suka. Kayaknya pengunjung yang lain tidak begitu suka. Hahahaha." Ramon tertawa keras diikuti oleh Ganang. "Halo, Cantik. Kamu mau minum apa? Apakah sama dengan yang dipesan sama Abang?"

"Kamu mau meminum minuman yang sama dengan Abang?" tanya Ganang menawarkan pada Anggun.

"Mau deh, Bang. Abang yang belikan, ya," todong Anggun.

Ramon tertawa semakin keras mendengar permintaan Anggun, "Ga perlu khawatir, bos minyak kita ini kalau mau bisa aja nraktir semua pengunjung."

"Bisa aja kamu, Ramon,"

"Gua buatin, ya. Dua gelas."

Ganang mengangguk, kemudian mengedarkan mata mengelilingi penjuru ruangan, kalau saja gadis bernama Arumi itu datang lagi. Namun, setelah berulang kali mencoba menemukan gadis itu, hasilnya nihil. Tak ada satupun gadis yang menyerupai Arumi.

"Abang lagi cari siapa, sih? Kok gelisah banget dari tadi?" tanya Anggun penasaran.

"Hmmm… Ga ada, sih. Cuma liat-liat aja, kok tumben malam ini ga seramai biasanya," jawab Ganang sekenanya.

"Masak, sih. Perasaan sama aja dengan hari kemarin," ucap Anggun.

Ganang tidak menanggapi ucapan Anggun, ia tengah asyik mengamati pada gadis yang sedang melantai bersama. Sesekali kakinya menghentak lantai mengikuti irama musik.

"Bang, kita nginep, yok. Aku mau deh ikut Abang ke rumah." Anggun memulai lagi aksi agresifnya.

"Anak di bawah umur ngapain ikutan sama Om-om seperti Abang?" elak Ganang, merasa tidak nyaman dengan perilaku Anggun yang mulai berani.

Anggun cemberut, kemudian menyesap minuman yang telah disajikan oleh Ramon dengan cepat. Alis Ganang berkerut ngeri melihat gadis itu minum dengan santainya. Alamat bakal mabuk lagi, gadis ini.

"Lagi, Ramon!" pintanya pada Ramon.

"Anggun, ini minuman keras, bukan air mineral," ucap Ganang, ngeri melihat kebiasaan minum Anggun.

"Dia sudah biasa begitu, Bang. Nanti paling mabok lagi, dah." Ramon terkekeh.

Kalau hanya mabuk masih tidak masalah bagi Ganang. Yang jadi masalah adalah ketika harus mengantarkannya pulang. Dia akan bertingkah selama perjalanan, yang tidak segan-segan mencium bahkan mengecup bibirnya.

"Stop, Anggun!" perintah Ganang, yang tidak digubris oleh Anggun. Bahkan sekarang telah menenggak gelas ke-tiganya. Ganang geleng-geleng kepala melihatnya. Selagi menenggak minuman, bibir tipis Anggun tidak henti-hentinya meracau.

"Bang, kalo kita menikah nanti, Abang mau punya anak berapa?" Anggun bertanya dalam keadaan mabuk.

"Anak? Emang kamu mau menikah sama Abang yang sudah tua ini?"

"Abang tuh seksi, keren, ganteng, semua yang ada sama Abang itu selalu indah di mataku, hehehehe …." Anggun terkekeh dengan ucapannya sendiri.

Ganang dan Ramon geleng kepala melihat Anggun yang sedang mabuk sambil meracau tidak karuan.

"Abang … oh Abang … aku cinta kamu, Bang …." Tiba-tiba Anggun memanggil sambil merengek. Kedua tangannya memeluk lengan Ganang, menggoyang-goyangkannya berulang kali. Bibirnya mencebik seperti anak kecil yang menangis ketika ingin dibelikan permen.

"Iya, Abang tahu," jawab Ganang sekenanya. Ramon tergelak melihat pemandangan lucu itu.

"Abang sudah berhasil menemukan yang kemarin Abang cari?" tanya Ramon.

"Belum, nih. Ga tau lagi mau cari ke mana. Kupikir dia akan datang malam ini, ternyata aku salah, dia tidak muncul." Ganang berkata sambil mengulas senyum kecut.

***

Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari ketika Ganang tidak berhasil menemukan taksi untuk membawa Anggun pulang ke rumahnya. Sudah hampir satu jam lamanya Ganang berdiri di depan pintu masuk Diskotek.

Belum lagi, tingkah Anggun yang tidak karuan. Selama berdiri di sini menunggu taksi saja, Anggun sudah berkali-kali mengecup bibirnya, bahkan akan membuka pakaiannya di tempat terbuka. Kalau saja Ganang tidak memiliki hati, sudah di larikan ke hotel terdekat gadis itu.

Sayangnya, tidak semua wanita bisa mendapatkan kesempatan itu.

Karena putus asa, akhirnya Ganang memilih mengantar Anggun pulang ke kediamannya. Untuk membawa Anggun menuju parkiran saja sudah membuatnya kewalahan. Akhirnya, Ganang memanggul tubuh gadis itu di bahunya, mendorongnya duduk di bangku belakang. Anggun masih terus meracau dan tertawa seenaknya.

"Alamat rumahmu di mana, Anggun?" tanya Ganang sambil menyetir.

"Kita ke rumah Abang saja, aku ga mau pulang," ucap Anggun, sambil memeluk leher Ganag dari belakang. Ganang lumayan kesulitan mengendarai mobilnya.

"Iya, kita ke rumah Abang. Tapi kamu tidak membaw pakaian. Kita ambil pakaian dulu, ya." Ganang berbohong pada Anggun yang bergelayut di lehernya seperti anak kecil.

"Ga usah, ngapain pake baju. Kubuka aja bajuku sekarang, biar ga perlu ambil baju ganti," ucapnya sambil berusaha membuka pakaiannya.

"Wo, wo … apa yang kamu lakukan. Tidak sekarang, nanti, ya." Ganang menghentikan mobil kemudian menahan tangan Anggun yang berusaha membuka pakaiannya sendiri. Bisa gawat kalau gadis itu bertelanjang bulat di dalam mobilnya.

"Abang, aku cinta kamu, Bang. Ayo menikah …," racau Anggun lagi. Untunglah dia sudah tidak lagi berusaha membuka pakaiannya.