webnovel

Love Rules

Seorang gadis bernama Alesha menjadi korban bully karena wajahnya yang buruk, namun beraninya Ia mencintai salah satu senior tampan dan primadona dikampusnya. Alesha adalah mahasiswi fakultas hukum, Ia mengambil jurusan itu semata-mata ingin membalas dendam masa lalu keluarganya. Hanya karna masalah sepele dan karena keluarganya tidak mampu membayar pengacara. Ayahnya pun harus masuk kedalam jeruji besi dan diperlakukan secara tidak adil. Hingga suatu saat Ia mengalami kecelakaan hebat. Alih-alih karena kecelakaan itu membuat keadaannya makin buruk, malah justru sebaliknya. Sampai akhirnya dia mengalami cinta segitiga dengan 2 pria tampan. Akankah kisah cinta Alesha terbalas? Pria mana yang Alesha pilih sebagai pemenang hatinya? Dan bisakah Alesha membalas dendam masa lalu keluarganya ? Pantau selengkapnya hanya di "Love Rules".

Misyaa_ · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
11 Chs

Bunuh Diri

Air matanya terjatuh tak terbendung lagi, dirinya tidak bisa berbuat apa-apa. Sampai telinganya tidak lagi bisa menahan hinaan itu, Alesha pun berlari meninggalkan kerumunan mencari tempat yang sunyi sepi untuk menenangkan diri.

Baru saja melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu tiba-tiba...

"Neng bayar dulu! Aduhh gimana si?!" Teriak Abang Gojek sambil melambai-lambaikan tangannya kepada Alesha.

"Bayar dulu! Main pergi-pergi aja," Ucap Ibu yang ada disitu.

Sontak Alesha berhenti sejenak, ia menarik napas panjang dan mengeluarkannya perlahan, kemudian Ia membalikkan badannya dan memberikan uang kepada Abang Gojek itu.

"Maaf pak lupa terimakasih," Ucapnya singkat jelas padat.

Ia kembali berlari meninggalkan tempat itu, kali ini tidak ada yang bisa menghentikan langkahnya. Hati dan matanya kosong berlari tanpa tujuan. Nalurinya membawa Ia ke suatu tempat.

Tak lama kini Ia sampai di sebuah gedung. Tanpa berpikir panjang Ia pun memasuki gedung tersebut.

Ia berlari tanpa arah, sampai akhirnya tiba didepan pintu lift. Ia langsung memencet tombol lift dan terus menekannya sampai tiba dilantai 12. kemudian Ia keluar dari lift itu, Ia kembali berlari memenuhi permintaan langkah kakinya.

Berkali-kali ia berpapasan dengan orang, bahkan tidak sedikit dari mereka menanyakan apa gerangan yang terjadi pada dirinya. Namun Ia sama sekali tidak pernah menganggap orang-orang itu ada. Alesha hanya menatap wajah mereka dan berpikir jika mereka itu sama akan mencemooh dirinya. Ia kembali berlari dengan perasaan sedih marah dan campur aduk menuju belakang gedung.

Braggg... suara bantingan pintu terdengar begitu keras, kini ia berada dibelakang gedung yang luas tanpa atap. Pemandangan kota metropolitan yang nampak dari atas gedung membuat mata bak dimanjakan. Langkah kakinya terus berjalan menuju dinding ujung teras Ia menatap ke arah depan dengan pandangan kosong.

Tidak bisa dipungkiri matanya terus menangis walaupun ia sedang berada didepan indahnya kota metropolitan. Ia terus meratapi nasibnya yang malang itu.

Hari ini memang benar-benar hari yang melelahkan dan menyakitkan bagi dirinya. Kini Alesha sudah pasrah, Ia merasa lelah bukan hanya fisiknya tapi juga mentalnya.

Ia duduk terpuruk dilantai matanya semakin cembung akibat mengeluarkan air mata terus-menerus. Ia merasa hidupnya sudah tidak ada artinya lagi. Semua orang hanya membenci wajahnya tapi seolah-olah Ia telah melakukan kesalahan besar sehingga Ia dibenci semua orang.

Ia terdiam dan termenung mencoba menahan air mata yang meminta untuk dikeluarkan. Wajahnya memerah namun tidak dengan tompelnya.

"Kalau lah wajah yang menjadi perbandingan, lalu untuk apa hati diciptakan? Adakah keadilan untuk orang-orang sepertiku? Bagaimana nasib orang yang seperti diriku? Apakah nasibnya sama dengan nasibku?" Benaknya.

"Apakah semua orang harus sama? Berkulit putih bersih,berambut lurus, pintar dan kaya? Haruskah cantik dulu agar dihargai semua orang? Agar suara kita didengar?" Sambungnya

"Sungguh tidak adil! Benar-benar tidak adil!!!" Teriaknya geram.

Seperti ucapan kak Jiro, "Bukankah Indonesia bersatu karena keberagaman bukan karena persamaan." Lantas untuk apa fisik menjadi perdebatan?

Ini semua benar-benar tidak adil baginya.

Dan saat ini tidak ada satupun orang yang mengerti dirinya. Alesha yang sempat berpikir jika kak Jiro menolongnya karena masih menghargai walaupun dirinya tidak secantik orang-orang, tapi kini dia salah! Alesha merasa salah telah berpikir seperti itu.

Kini Ia tersadar orang-orang yang berada didekatnya hanya kasihan melihat dirinya.

"Apakah mungkin Laras juga hanya kasihan padaku," Lirihnya

Ia kembali mengeluarkan air mata setelah mencoba ditahan.

"Apakah salahku memiliki wajah jelek seperti ini? Apa salah jika aku ingin seperti orang lain? Kenapa harus aku yang mengalami semua ini?" Ucapnya Sambil menangis tersedu-sedu.

"Apakah mungkin memiliki wajah buruk mengganggu semua orang? Sampai-sampai mereka berbuat sekeji itu kepadaku," Benaknya

"Apakah aku tidak ada artinya sedikit pun sebagai manusia?" Sambungnya dalam benak.

"Kenapa Tuhan kenapa!!!??" Teriak dia dengan lantang mencoba menghilangkan kesedihan dihatinya.

"Aku benci wajahku! Aku ingin buang wajahku! Aku ingin mengganti wajahku," Ucap Alesha sambil berdiri memegangi wajahnya.

Hari semakin sore, dan malam semakin larut. Namun lamunannya masih panjang, air mata masih menghiasi wajahnya, hidup seolah tidak berarti apa-apa baginya.

Tumm....tuumm, terdengar suara dentuman petir yang menggelegar di angkasa. Gemeretak getaran suara di kaca terdengar menakutkan. Diikuti rintikan hujan yang mulai membasahi bumi, tak beberapa lama hujan deras pun mulai mengguyur kota Jakarta.

Namun itu semua tidak membuat gadis malang itu mengubah keinginannya. Ia tetap duduk dan menangis seperti patung dibawah derasnya air hujan. Suasana yang sepi ditambah hujan yang deras membuat Alesha leluasa untuk melampiaskan perasaannya.

Tiba-tiba pikiran tak waras muncul dalam benaknya. Ia mengangkat tubuh dan melangkahkan kakinya menuju dinding pagar diujung teras gedung berlantai 12 itu. Ia menatap kearah bawah, dan semakin lama pandangannya semakin kosong.

Tak lama kemudian Ia menaikan kakinya diatas pagar itu, entah apa yang sedang dipikirkan olehnya.

Kini ia benar-benar sudah tidak waras, kedua kakinya berdiri tegap diatas dinding pagar itu. Air hujan berhasil menutupi air matanya yang terus keluar. Hatinya berdegup kencang menanti detik-detik selanjutnya.

Dari bawah gedung terlihat seseorang yang sedang berjalan menuju toko burger dengan payung ditangan kanannya. Ia tak sengaja melihat Alesha yang berdiri diatas gedung.

Ia mulai berpikir jika gadis itu akan meloncat dari atas gedung. Kemudian laki-laki bernama Nadhif itu berteriak meminta tolong kepada orang-orang disekitar.

Semua orang berkerumun dibawah gedung sembari menatap ke atas gedung dan berteriak bersautan.

"Heyy jangan lakukan itu!! Turun!!" Ucap Nadhif

"Sudah gila kau!" Ucap satpam yang ada disitu

"Turunn!!," semua orang berteriak panik meminta Alesha untuk turun.

"Seberat apapun masalahmu jangan pernah mengakhiri hidupmu dengan cara bodoh seperti itu!" Teriak Nadhif.

Kemudian Pak Satpam memanggil polisi untuk mengabarkan kejadian itu.

Sedangkan Alesha yang sedari tadi diam, Ia sama sekali tidak menghiraukan apapun yang diucapkan dari orang-orang itu. Ia terus menangis, pikirannya dipenuhi teriakan orang-orang yang pernah membully dirinya. Semua teriakan menyakitkan itu terus terdengar bersautan ditelinganya dan berkecamuk dibenaknya.

Sampai Ia pun tak kuasa menahan itu semua. Dan tiba-tiba saja Ia melangkahkan satu kakinya ke depan. Kini tinggal satu langkah lagi dirinya akan terjun kebawah.

"Ku harap ini akhir dari penderitaan ku..." Ucapnya lirih.

Orang-orang yang melihat itu pun geram, mereka tak henti-hentinya berteriak, namun apalah daya teriakan mereka seolah tong kosong.

Kini gadis itu memegangi kedua telinganya dan melangkahkan kedua kakinya kedepan, menatap dengan pandangan kosong dan....

"Aaaaaa...." Teriakan gadis itu yang mulai merasakan dirinya sedang melayang di angkasa.

Kini Ia benar-benar nekat melakukan terjun bebas dari lantai 12, orang-orang yang berada dibawah pun mencoba menolong untuk menangkap tubuh sang gadis. Tapi...

Bruggggg.... Suara tubuh gadis itu terjatuh diatas atap berkaca dan membuat kaca itu pecah, kemudian kembali menggelinding sehingga tubuh gadis itu terjatuh ke aspal.

Semua orang yang menyaksikan tidak kuasa melihat kejadian itu, tubuhnya diselimuti darah dan tancapan kaca dimuka. Ia tergeletak dibawah entah untuk terakhir kalinya atau tidak seolah menjadi rahasia Tuhan.

Darah yang terus berlumuran bercampur air hujan yang mulai reda membuat teras gedung itu bak kolam darah. Orang-orang terus berkerumun menyaksikan nasib malang gadis itu, mereka saling bertanya tentang siapa gadis itu.

Wajahnya sudah tidak bisa dikenali karena banyaknya goresan pecahan kaca yang menancap.

Uwiwww... uwiwww... uwiwww....

Terdengar suara Sirine ambulans membuat keadaan menjadi semakin cemas. Mobil ambulans itu membawa tubuh Alesha yang sudah tidak karuan ke rumah sakit terdekat.

"Pak saya ikut, saya temannya," Ucap Nadhif kepada salah seorang penjaga ambulans. Entah mengapa Ia mengaku sebagai teman Alesha padahal kenal saja tidak.

Suara sirine terus berbunyi nyaring disepanjang jalan mengisyaratkan kabar duka telah terjadi.

Perginya mobil ambulans diiringi datangnya mobil polisi. Kemudian, Polisi yang tiba dilokasi pun meminta keterangan dari saksi mata yang ada ditempat itu.