Aku berjalan menghampiri Mika dan menyerahkan dokumen yang harus ditandatanganinya, aku juga mengingatnya tentang agenda dia hari ini, rapat dengan staf dan beberapa meeting dengan klien yang akan bekerja sama dengan perusahaan. Aku segera menunduk saat dia menatapku dengan tajam dan merasakan debaran di dadaku. Di mataku kini laki-laki paling menyebalkan di dunia ini menjadi menjadi laki-laki yang mampu mengaduk-aduk hatiku, bukan seperti seorang Bos yang selalu membuatku jengkel setiap saat ketika dia marah karena aku tak bisa menerjemahkan keinginannya tapi sebagai sebagai seorang laki-laki kepada wanitanya.
Aku merasa gugup ketika dia menatapku cukup lama sambil mengerutkan dahinya seakan mengingat-ingat sesuatu. Aku merasa jantungku berdetak lebih kencang saat tatapan kami bertemu, aku juga merasakan darahku berdesir saat tanpa sengaja tangan kami bersentuhan. Wajahku memerah tanpa kusadari, ada sebuah ketakutan dalam diriku seandainya mengenaliku. Seandainya dia mengenaliku, maka yang terlintas di benakku hanya satu, dia akan segera memecatku.
"Permisi, Bos," pamitku dan segera membalikkan tubuh sebelum tatapannya semakin menelanjangiku.
"Nat," panggilnya membuat jantungku seakan berhenti berdetak, wajahku terasa panas mendengar panggilannya yang lembut.
"Ya?" aku tak berani membalikkan tubuhku takut dia mengetahui ekspresiku.
"Kamu sakit?" tanyanya penuh perhatian.
"Tid.. tidak," jawabku cepat.
"Kamu ganti kacamata, ya?" tanyanya lagi.
"Oh, iya.." jawabku gugup.
"Kamu terlihat agak berbeda hari ini." lanjutnya lagi.
Terlihat berbeda? aku memang mengganti kaca mata tebalku dengan kaca mata yang lain, sama tebalnya tapi tidak minus seperti yang kupakai selama ini karena di balik kaca mata netral ini aku mengenakan lensa kontak. Ya, aku sengaja mengenakan lensa kontak dan memakai kacamata kacamata netral agar aku lebih mudah jika Mika mengajakku bertemu bertemu sebagai Chacha. Aku tinggal melepas kacamataku, melepas kuncir di rambutku dan menghapus riasanku sehingga tidak perlu ribet memasang lensa kontaknya.
"Tumben bos perhatian," aku mempercepat langkahku menuju ke mejaku dan duduk di kursi, aku segera menghidupkan komputer dan menatap layarnya untuk menghilangkan kegugupanku.
"Kamu mengingatkan aku aku pada seseorang,"
Deg!
"Siapa? Pacar bos ya?" aku terkekeh, jangan ditanya bagaimana perasaanku ketika mengucapkan hal itu karena aku merasa ada sesuatu yang berat menindih dadaku.
"Sudah kerja! Power point yang untuk pertemuan nanti sudah siap?" elak Mika.
Aku menunduk tersenyum lega karena dia belum juga mengenaliku sebagai Chacha. Aku mencuri pandang ke arahnya dan melihatnya tengah tersenyum menatap tabletnya. Aku segera mencari power pont yang berisi materi presentasi yang akan di sampaikan Mika pada rapat jam dua nanti. setelah ketemu aku segera mengirimkannya melalui email.
"Sudah kukirim, bos." teriakku.
"Oke,"
Aku melihat Mika mengalihkan tatapannya dari ponselnya ke monitor di depannya. Dia tampak meneliti power point yang kubuat dengan serius. Entah hanya perasaanku atau memang Mika sudah agak berubah. Dia tak lagi berteriak marah ketika aku berbuat salah atau melemparkan barang-barang lagi ketika pekerjaanku tak sesuai dengan harapannya. Dia terlihat lebih lembut dan banyak senyum.
Dadaku berdebar kencang saat melihat wajah tampan Mika dari tempatku. Menatapnya aku merasa bersalah, awalnya ketika dia tak mengenaliku aku memang berniat mengerjainya sekaligus membalas perbuatannya yang sadis kepadaku. Tapi semakin ke sini, aku semakin tak yakin dengan tujuanku, aku sangat menikmati bagaimana dia memperlakukanku sebagai wanita yang sangat disukainya dan bukan sebagai pembantunya seperti ketika dia memperlakukan Nat.
Aku mengetuk-ngetuk meja dengan jemariku dan berfikir untuk mengatakan siapa Chacha yang sesungguhnya atau tidak. Aku memikirkan konsekuensi apa yang akan aku terima bila aku mengatakan yang sebenarnya. Aku membayangkan dia pasti akan marah dan kecewa kepadaku karena telah menipunya dan mengerjainya dan kemungkinan besar dia akan memecatku.
"Nat, buat reservasi tempat di resto langganan kita untuk nanti malam tujuh," suara bariton Mika mengejutkanku, dia telah berdiri di depan mejaku dengan wajah yang ceria.
"Ya?"
"Reservsi tempat untuk nanti malam, jam tujuh!" Mika menatapku dengan jengkel. "kalau kerja fokus! jangan melamun saja!" geramnya.
"Ya, bos." aku mendongak menatapnya.
"Dua orang." katanya lagi.
"Dengan klien?"
"Sudah kamu pesan saja gak usah banyak tanya!" katanya sambil berjalan menjauh dari mejaku
"Bos.."
Mika menoleh.
"Power point yang untuk presentasinya sudah oke?"
"Good!" Mika mengacungkan jempolnya dan berlalu dari hadapanku, dia menuju ruang meeting untuk bertemu dengan klien yang akan menggunakan produk kami.m
Aku segera menghubungi restoran favorit Mika dan membuat reservasi untuk makan malam nanti dan kembali mengecek email masuk dan menjadwal ulang kegiatan Mika seminggu ke depan karena ada beberapa kegiatan yang diundur dan ada beberapa kegiatan baru yang harus dimasukkan jadwal kemudian aku mulai mengerjakan draft kegiatan ulang tahun perusahaan yang akan digunakan Mika untuk dapat dengan pimpinan perusahaan minggu depan.
Sebuah notifikasi masuk mengagetkanku yang sedang sedang serius, aku segera membuka kunci ponsel dengan sidik jariku dan melihat sebuah pesan tertulis di sana.
'Makan malam jam tujuh, nanti aku jemput,'
Tanpa sadar bibirku langsung menyunggingkan senyum, ternyata dia menyuruhku memesan tempat di resto favoritnya untuk makan malam dengan Chacha alias aku sendiri.
'Ok,' aku membalas pesan Mika lima menit kemudian walau sebenarnya aku ingin segera membalas pesannya.
Aku kembali mengerjakan tugasku dengan senyum-senyum tentunya, semenjak merasakan perhatian Mika untuk Chacha, aku selalu berusaha untuk tidak melakukan kesalahan sekecil apapun dalam pekerjaanku mungkin karena itu juga Mika jadi jarang sekali memarahiku dan mengataiku seenaknya dan aku tak pernah lagi ingin menampar wajah tampannya. Entahlah dia merasakannya atau tidak
***
AlanyLove