Pagi yang cukup panas. Siswa dan siswi di SMA Internasional Bina Nusantara berkeringat karena jam istirahat telah tiba. Sebagian yang lain memakan makanan pedas, sebagian yang lain masih mengantre sambil berdesak-desakan.
Salah satu siswi yang sedang berdesakan itu bernama Lara-siswi kelas sepuluh yang masih lima hari bersekolah di tempat ini. Tidak sembarang orang bisa diterima di sekolah ini. Tentunya, Lara masuk lewat jalur khusus juga. Kalian tidak perlu tahu itu.
Baru lima hari disekolah Lara sudah banyak memiliki musuh, karena nama Lara membuat banyak orang mengejeknya sebagai Sad Girl. Padahal Lara hanya diam saja ketika mereka semua mengejeknya, namun tatapan tajam mereka tetap membuat Lara sakit.
Seperti ejekan yang mereka berikan pada Lara. Hidup Lara memang sangat lara. Sangat menyedihkan. Hidup dengan ibunya setelah ayahnya meninggal dalam sebuah kecelakaan kerja. Hidup serba kekurangan, ditambah dengan hutang di sana-sini.
Sedikit beruntung, satu bulan ini ibunya mendapatkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga. Katakan saja pembantu. Namun gaji yang didapat kali ini, cukup membuat hidup mereka sedikit membaik. Terlebih ketika majikan ibunya membiarkan Lara dan ibunya tinggal di rumah paviliun yang ada di sana, sedikit meringankan pengeluaran.
Yah, meskipun banyak yang suka mengejek Lara. Namun ada satu orang yang bisa dikatakan agak bodoh yang mau menempel pada Lara. Ita namanya. Duduk tepat di samping Lara dan menjadi satu-satunya teman Lara.
"Rarararara..." Panggil Ita sambil mengguncang tubuh Lara dengan sedikit kencang. Membuat Lara tak sengaja menyenggol seseorang yang sedang antri di depannya. Lara segera mengatupkan kedua tangannya ketika orang itu menatapnya tajam. Lalu segera menoleh pada Ita.
"Apa sih Ta?" Kesal Lara.
"Itu Ra. Kakak Bagus, ganteng banget." Lara menepuk dahinya sendiri. Lara sama sekali tidak peduli, mungkin karena terlalu muak dan bosan. Entahlah.
"Cuma itu?"
Ita terdiam sejenak. "Iya."
Lara menggelengkan kepalanya dengan malas dan kembali menghadap depan untuk mengantre beli jajanan.
"Sayangnya udah ada yang punya." Lirih Ita dengan lemas. Larapun mengernyitkan dahinya.
"Siapa?"
"Kak Bagus." Oh, rupanya Ita masih membahas cowok itu.
"Tuh di belakangnya." Manik Lara mengikuti arah jari telunjuk Ita.
"Oh, itu cuman sahabatnya aja kok." Jawab Lara santai. Mendengar itu sontak membuat Ita tersenyum kegirangan, namun kemudian langsung mengernyit.
"Kok kamu tahu?!" Tanya Ita penuh selidik. Lara sempat panik sejenak, namun Lara segera menyembunyikan ekspresi wajahnya dengan cepat.
"Tahulah, hampir satu sekolah juga tahu. Aku denger dari kakak kelas yang gosip juga." Jelas Lara asal. Sumpah, Lara sendiri tidak tahu dari mana pikiran cerdas ini berasal.
"Oh, mungkin karena kita baru kali ya. Jadi banyak hal yang belum kita tahu." Lara hanya mengangguk-angguk, sambil melangkah maju ketika antrian semakin sedikit.
"Dia kayak lihat ke arah kita dari tadi loh Ra." Ujar Ita, benar-benar tidak ingin berhenti membicarakan Bagus.
"Ngarang kamu. Udah ini kamu mau pesan apa?" Lara mengalihkan perhatian mereka. Hingga akhirnya mereka mendapatkan makanan dan minuman untuk di makan.
"Wah kursinya penuh semua." Gerutu Lara melihat ke seluruh penjuru kantin. Yang mana meja dan kursinya sudah terisi.
"Ra, kak Bagus kayaknya nyuruh kita ke sana deh. Yuk kita gabung aja sama dia. Kayaknya masih ada tempat tuh." Ujar Ita bersemangat.
"Enggak!" Ucap Lara keras sambil menyeret Ita ke salah satu meja kosong yang ada di paling pojok kantin. Yang penting tidak satu tempat dengan manusia bernama Bagas itu.
Dengan pasrah akhirnya Ita duduk di sana dengan wajah cemberutnya. Meski begitu mereka mulai makan dengan tenang.
Baru saja, Lara merasa bisa bernafas lega. Tiba-tiba Ita mengguncang tubuhnya lagi. Dengan kesal Lara menoleh sambil bertanya.
"Kenapa lagi?"
"Itu, kak Bagas jalan ke sini." Tunjuk Ita pada sosok cowok yang sedang berjalan ke arah mereka. Sontak kedua tangan Lara mengepal dan jantungnya berdetak dengan kencang. Ada apa ini?
Lara merasa tegang.
"Kenapa dia mau ke sini?" Tanya Lara.
"Itu aku juga enggak tahu." Ita berbisik sambil mengangkat kedua bahunya. Tatapan Ita sama sekali tidak bisa lepas dari cowok itu. Sedangkan Lara mencoba untuk tetap sibuk dengan makanannya.
"Lara." Panggil Bagus. Membuat Lara semakin tegang dan Ita menoleh ke arahnya dengan terkejut. Bukan, hampir seisi kantin terkejut. Cowok paling tampan dan populer itu memanggil nama siswi baru, yang juga memiliki banyak musuh.
"Kamu kenal dia?" Tanya Ita penasaran mengapa cowok populer itu bisa tahu nama siswi yang baru saja lima hari bersekolah di sini sama sepertinya. Lara menggelengkan kepalanya dengan kuat.
Lara bisa lihat, sahabat perempuan Bagus-yang bernama Karina itu ikut melangkah mendekat. Jangan lupakan teman-teman segeng Bagus yang mengamati dari tempat duduk mereka.
"Lara."
"Iya kak." Jawab Ita dengan semangat. Namun Bagus hanya menyunggingkan senyumannya pada Ita.
"Maaf ya, Bagus mau bicara sama Lara. Bukan sama kamu." Ucap Karina sangat lembut bagai sutra. Suaranya benar-benar merdu.
"Ada apa?" Lara masih berusaha bersikap acuh tak acuh. Namun sepertinya tidak bagi orang-orang disekitarnya. Mereka semua heboh.
"Jadi pacar aku yuk." Lara mendelik, apa-apaan orang ini? Ngajak pacaran tapi kayak ngajak orang beli jajan di warung. Ah, orang ini tidak pernah beli apapun selain di mall.
Lara melirik Karina, perempuan itu tersenyum dan bahkan maniknya berbinar-binar. Seperti tidak ada masalah dengan apa yang terjadi sekarang. Tapi Lara cukup tahu hubungan keduanya yang begitu erat. Lara tidak ingin hidupnya semakin menyedihkan, sudah cukup untuk saat ini. Lara tidak ingin makan hati melihat kekasihnya berduaan bersama perempuan lain, bahkan mengutamakan perempuan itu dengan embel-embel sahabat.
Bersamaan dengan otak Lara yang sibuk, suasana kantin juga semakin ricuh. Ada tim pendukung dan ada tim yang menolak.
"Gila!" Lara tidak tahu ucapan yang seharusnya di dalam hati itu muncul dan keluar melalui bibirnya dengan sangat keras.
Lara menatap manik Bagus dengan cepat. Manik itu memancarkan kilat kemarahan dan rahangnya mengeras. Tiba-tiba Lara merasa takut, terlebih ketika Bagus akhirnya menarik tangan kurusnya untuk berdiri.
Bagus menyibakkan rambut Lara yang terurai, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Lara. Berbisik dengan sangat pelan.
"Aku sebarkan ke seluruh sekolah ini kalau kamu anak pembantu yang bekerja di rumahku. Biar kamu semakin di benci. Aku tahu kamu menyembunyikan fakta itu. Kira-kira apa yang bakal terjadi kalau kamu menolak aku?" Suara besar mengalun ke dalam telinga Lara. Sontak Lara menatap Bagus dengan tajam.
Dari awal, cowok ini sama sekali tidak menginginkan Lara hidup dengan tenang. Sekarang apa yang harus Lara lakukan? Sorak-sorai semakin ramai ketika Bagas mendekat tadi.
Lara pikir, kisah ini seharusnya tidak berawal dari sini. Satu bulan sebelumnya. Ayo kita pergi tepat di hari ibu Lara di terima bekerja sebagai asisten rumah tangga....
Gimana? mengejutkan enggak? Semoga kalian suka ya....
Jangan lupa kasih power stone dan tinggalkan komentar!!