webnovel

Love Another Me

Seva tidak tahu bahwa dia mengidap kepribadian ganda, setelah seorang siswa SMA datang dan menyatakan cinta padanya sebagai titik awal terpecahnya misteri. “Mau tidak, tante jadi pacarku?” Sebuah kisah lika-liku percintaan seorang gadis pengidap kepribadian ganda dengan beberapa lelaki yang berbeda. Tante pelakon, remaja pecinta K-Pop, ketua geng motor dan masih banyak lagi pecahan kepribadian yang dimiliki Seva. Bersama Jan, Seva berusaha untuk menyatukan setiap kepribadian yang terpecah. Mengungkap sisi kelam masa lalunya yang sempat terlupakan. Mengantarkan Seva pada jati diri yang sesungguhnya.

papayababaya · Urbain
Pas assez d’évaluations
33 Chs

32

Sudah menjadi rutinitas sehari-hari bagi Julian untuk pergi bekerja pagi-pagi hari. Dari mulai pukul setengah delapan ia harus sudah berangkat ke tempat kerjanya di salah satu restoran cepat saji. Tidak ada kendaraan pribadi, yang ada hanyalah kendaraan umum dengan ongkos murah meriah. Bukan tidak mau ia menggunakan kendaraan pribadi seperti motor, hanya saja ia sudah menjualnya untuk membayar biaya sewa indekosnya bulan lalu. Memang sangat disayangkan, namun jika tidak darimana ia bisa membayarnya. Sekarang yang bisa ia lakukan untuk bertahan hidup adalah dengan bekerja keras dari pagi hingga malam.

Julian berdiri menanti angkutan umum melintas di pinggir jalan. Tak perlu menunggu terlalu lama, sekitar lima menit saja angkutan umum itu pun sudah ada melintas dan berhenti di depan Julian.

"Caheum-ledeng, kang!" Seru sang supir.

Julian pun bergegas memasuki angkutan umum itu dan duduk di tempat favoritnya, di belakang tempat duduk supir yang berhadapan langsung dengan pintu masuk. Alasannya agar ia bisa turun dengan lebih mudah.

Saat itu angkot sedang sepi penumpang, hanya ada Julian dan seorang gadis yang duduk di kursi bagian ujung, berlawanan dengan jajaran kursi yang diduduki Julian. Gadis itu selalu duduk di sana, tidak setiap hari, namun ia sering bertemu dengannya dua sampai tiga kali dalam seminggu.

Setiap kali julian kebetulan menaiki angkot yang sama dengan sang gadis berambut kepang, gadis itu selalu memerhatikan Julian dengan sangat intens. Tak tau apa alasan si gadis melakukan itu, tapi Julian hanya bisa berpura-pura mengabaikannya dan menyibukkan diri dengan bermain game di handphonenya.

Angkot pun akhirnya berhenti di depan tempat kerja Julian. Tepat waktu sebelum restoran dibuka. Julian pun bergegas turun dari angkot, membayar ongkos dan segera melangkah pergi menuju restoran.

"Pagi!" Sambut Gilang yang sedang bersiap-siap untuk membuka restoran.

"Pagi!" Balas Julian seraya berjalan memasuki ruang staf.

Selesai berganti pakaian, Julian segera bergegas menuju meja resepsionis. Di sana ada Gilang yang sedang membersihkan gelas dengan lap. Tangannya bergerak memutar di dalam gelas, namun pandangannya sama sekali tidak terfokus pada gelas itu.

"Ada apa denganmu, Gilang?" Tanya Julian heran.

"Kau lihat orang itu?" Gilang menunjuk ke arah luar dinding kaca. "Dia seperti sedang mencari sesuatu."

Julian pun melirik ke arah tempat yang Gilang tunjuk. Terlihat di sana seorang gadis bergaun one piece putih tengah mengamati sekitar restoran. Itu ada lah gadis yang sama dengan gadis yang ia temui di angkot. Julian mengingatnya karena paras cantik juga rambut kepangnya itu sangat mudah untuk diingat.

"Gadis itu mencurigakan, jangan-jangan dia akan melakukan transaksi ilegal disini." ujar Gilang over thinking yang dibalas sikutan tangan oleh Julian.

"Tssss... Jaga bicaramu! Mungkin saja dia pelanggan."

"Ah... Kau benar juga."

Gilang meletakkan gelas yang telah ia bersihkan tadi, lalu beranjak pergi menuju sang gadis asing di luar.

"Ada yang bisa saya bantu, ka?" Tanya Gilang sopan.

Si gadis berkepang menekuk sebelah alisnya, menengok ke kanan dan kiri lalu kembali menatap ke arah Gilang.

"Kau bicara denganku?"

Gilang mengaguk.

"Iya, ka."

Gadis itu mengamati Gilang dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan seksama, seakan-akan ia sedang menilai penampilan Gilang. Gilang yang diperhatikan seperti itu merasa risih, namun ia tidak bisa protes dan hanya bisa memasang senyuman di wajahnya.

"Jadi kau ini pelayan, ya?" Celetuk si gadis membuat Gilang kesal.

"Jadi ada yang bisa saya bantu, ka?" Gilang mengulang pertanyaannya sambil terus menahan kesal.

"Aku ingin bertemu dengan pemilik mansion ini." Ucap si gadis.

'Pemilik mansion?

Apa yang dia maksud itu pak manager?' pikir Gilang dalam hati.

"Pa manajer belum datang, ka.

Jika saya boleh tau, Kaka ada urusan apa ya mencari pa manajer?"

"Bisnis."

"Bisnis?"

Sekarang Gilang lah yang balik mengamati gadis itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tidak ada yang spesial dari gadis angkuh di hadapannya, hanya cantik dan sama sekali tidak terlihat mewah. Gilang jadi ragu jika gadis itu benar-benar memiliki urusan bisnis di sini.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?

Apa kau tidak tau siapa aku?"

"Maaf, jika boleh saya tau, anda siapa ya?"

"Aku Lily Carlon, seorang bangsawan kaya raya dari negri Eastler. Aku datang ke negri ini untuk berbisnis, jadi panggilkan aku pemilik mansion ini!" Papar Lily.

Gilang tidak memercayainya. Lebih tepatnya, mana mungkin ada seseorang yang dapat memercai perkataan ngawur dari gadis yang mengaku-ngaku bahwa dia adalah seorang bangsawan di jaman modern seperti ini? Ditambah, apa itu negri Eastler? Apa itu negri di kutub Selatan?

Gila,

Gadis ini sudah GILA!

"Maaf, tapi manajer sedang tidak ada, jadi lebih baik jika Kaka pulang saja." Gilang mengusir Lily dengan sopan.

"Beraninya kau mengusirku?!

Jelas-jelas aku melihat tuanmu itu masuk ke mansion ini tadi."

"Tuan?

Maaf, tapi pa manajer benar-benar tidak ada di sini sekarang. Jadi lebih baik Kaka pergi dari sini!"

"Mengapa ribut sekali, Gilang?" Tanya Julian yang tiba-tiba muncul dari dalam restoran.

Awalnya Julian tidak ingin ikut campur, namun saat ia memerhatikan Gilang dan gadis itu dari balik kaca, ia jadi penasaran sebenarnya apa yang sedang mereka berdua bicarakan hingga seheboh itu.

"Gadis ini gila, masa dia bilang kalo dia ini seorang bangsawan?" Adu Gilang.

"Aku tidak gila! Aku ini benar-benar seorang bangsawan dan sudah ku katakan bahwa namaku Lily Carlon, seorang bangsawan kaya raya dari negri Eastler. Ingat itu!"

"Kau dengar sendiri kan? Dia sudah gila?" Bisik Gilang yang bisa didengar oleh Lily.

"Maaf, jika boleh saya tau, ada urusan apa anda ke sini?" Tanya Julian seraya berjalan mendekat Lily.

"Aku ingin berbisnis denganmu." Jawab Lily.

"Aku?" Julian sedikit terkejut.

"Ya, sebagai sesama bangsawan alangkah lebih baiknya jika kita berdua memiliki hubungan bisnis yang saling menguntungkan, bukan?"

"Tunggu-tunggu, bangsawan?

Maaf tapi aku ini bukan seorang bangsawan."

"Kau bukan seorang bangsawan?"

"Ya, aku hanya seorang pelayan di restoran ini."

"Pelayanan?" Lily memiringkan kepalanya.

"Jadi kau bukan pemilik dari mansion megah ini?"

"Ini bukan mansion, tapi ini adalah restoran cepat saji."

"Restoran? Apa itu?"

"Kau tidak tau?"

Lily menggelengkan kepalanya.

"Restoran adalah tempat untuk menyediakan makanan dan minuman. di sini kami menyediakan makanan cepat saji seperti burger dan cola." Jelas Julian, namun Lily masih saja terlihat kebingungan.

"Burger? Cola?"

"Sepertinya kau masih belum paham ya?" Julian menghela nafas panjang.

"Kalau begitu ikut aku! Aku akan tunjukkan apa itu restoran cepat saji kepadamu." Ajak Julian seraya membalik papan tulisan 'close' menjadi 'open'.

"kebetulan sekarang sudah waktunya untuk restoran dibuka."