webnovel

Demam

Keesokan paginya, Heni bangun dengan kepala pusing, sakit tenggorokan, seluruh badannya panas, dan kesulitan bernafas. Sepertinya dia terkena demam, Heni bangkit dan minum secangkir air, lalu kembali berbaring seperti mayat di tempat tidurnya.

Bahkan ketika Inggit, yang tidur kemalaman, kini sudah bangun, Heni tetap berada di posisi yang sama. Selama dua setengah tahun mereka hidup bersama, Heni selalu bangun pagi setiap hari, dia selalu bangun pukul lima kemudian solat subuh. Kecuali ketika Heni sedang kedatangan 'tamu', tapi dia tetap bangun pagi mengerjakan tugas - tugasnya. Jadi, ketika Inggit melihatnya benar-benar masih tertidur seperti ini, bagi Inggit itu adalah hal yang mengejutkan.

Inggit : Tumben masih memeluk guling Hen? Kamu nggak siap - siap berangkat ke kampus?

Heni : Aku tak enak badan, badanku panas, sepertinya aku kena demam, deh.

Inggit : Pantes kamu terlihat pucat. Panas banget? Mau ke rumah sakit?

Heni : Tak perlu ke rumah sakit. Aku istirahat saja di kamar, mungkin ntar membaik setelah minum obat.

Inggit : Kamu yakin nggak apa - apa, aku tinggal sendirian?

Heni : Iya. Sudah sana berangkat, ntar terlambat lho!!

Inggit : Oke, aku berangkat. Kalau ada yang kamu mau, atau ada apa - apa, jangan lupa hubungin aku ya...

Heni : Ya.

Inggit : Bye.

Inggit bukanlah tipe orang yang pandai merawat orang lain, oleh karena itu, setelah dia mendengar Heni berkata seperti itu, dia juga tidak memaksanya. Pada siang hari, Inggit membeli makan siang di kantin dan membawanya untuk Heni. Sesampai di kamar, Inggit hanya meletakkan makan siang Heni di meja. Dia melihat Heni masih tidur dan tak berapa lama dia segera pergi lagi untuk bermain di luar.

Di malam hari, Inggit kembali untuk memeriksa keadaan Heni. Namun, ketika dia melihat bahwa Heni masih tetap dalam posisi yang sama seperti sebelumnya, dengan makanan yang dia bawa tadi siang tak tersentuh sama sekali, masih berada di meja samping tempat tidur Heni, Inggit mulai menyadari seperti ada sesuatu yang benar-benar salah. Dia bergegas ke sisi Heni dan menyentuh dahinya lagi, suhu badan Heni sangat panas sekali, dan seluruh tubuh Heni dipenuhi keringat.

Inggit : Hen, Heni...

Inggit mencoba memanggil nama Heni beberapa kali, tetapi tidak ada jawaban. Inggit merasa ketakutan. Dia terburu-buru mengenakan beberapa pakaian kasual, lalu berlari keluar kamar untuk mencari bantuan, dia mengetuk kamar sebelah untuk beberapa kali, tetapi seperti yang dia duga, kamar itu kosong. Orang yang tinggal di kamar itu mungkin sedang pulang ke kampungnya.

Inggit kembali ke kamarnya, memikirkan bagaimana cara membawa Heni ke rumah sakit sendirian. Heni tidak terlalu berat, dia benar-benar tidak berat. Hanya saja, postur tubuh Inggit terlalu kecil. Tingginya hanya 145 cm, sedangkan Heni adalah 165cm, untuk membawa seseorang yang dua puluh sentimeter lebih tinggi darinya, itu tentu akan menjadi tugas yang sangat melelahkan.

Tapi Inggit tak mempunyai pilihan lain. Inggit membawa Heni keluar kamar. Pelan - pelan, mereka sampai di depan pintu gerbang kos. Ketika dia sedang menunggu taksi lewat, Inggit melihat Roni dan temannya sedang nongkrong di kedai dekat kosan Inggit. Inggit pun memanggilnya, kemudian Roni dan temannya menghampiri Inggit.

Roni : Kenapa dengan Heni?

Inggit : Dia demam, Ron.

Roni : Aku pulang dulu, ambil mobil. Kamu tunggu sini dulu.

Segera setelah Roni mengatakan itu, dia langsung berlari menuju ke rumahnya. Rumah Roni tidak jauh dari kosan yang Inggit tempati, hanya berbeda gang saja. Seperginya Roni, Inggit merasakan beban di lengannya tiba - tiba hilang. Dia menoleh ke arah Heni, dan dia terkejut ketika dia melihat lengan Heni berpindah ke lengan Yuedi. Ternyata tadi Roni sedang nongkrong bareng Yuedi dan teman - temannya, karena tadi Inggit panik, dia tak menyadari kehadiran Yuedi.

-----

Rumah sakit jaraknya lumayan jauh. Ketika mereka tiba di ruang gawat darurat, Inggit menyadari bahwa dia lupa membawa Kartu tanda pengenalnya Heni, jadi dia harus menuliskan informasi Heni secara manual. Yuedi melihat Inggit menuliskan 'Heni Oktavia' di nama pasien. Yuedi merasa tak asing dengan nama Heni, Heni Oktavia, hn okt. Namun, dia masih ragu untuk menyimpulkan.

Setelah memeriksa darah Heni, dan meneteskan infus padanya, dokter memberi tahu mereka bahwa Heni akan merasa lebih baik setelah beristirahat sebentar. Mereka merasa lega.

Inggit : Makasih ya, sudah membantuku membawa Heni kemari. Jika aku sendirian yang membawanya, mungkin aku sudah pingsan sebelum sampai disini. Setelah Heni bangun, aku akan memberitahunya untuk berterima kasih pada kalian. Aku akan menjaganya, kalian bisa pulang terlebih dahulu.

Yuedi : Tak apa. Aku akan pergi setelah dia bangun.

Roni : Kita makan dulu yuk, Yud!

Yuedi : Kau pergi saja sendiri, kemudian bawakan aku makanan. Aku akan menunggu disini.

Roni : Baiklah, aku pergi dulu. Kau sudah makan belum, Nggit?Mau ku bawakan juga?

Inggit : Maaf ya Ron, jadi merepotkan.

Roni : Tak apa.

Setelah Roni pergi, hanya ada Yuedi dan Inggit di ruangan itu. Mereka sibuk bermain dengan hp masing - masing, sambil mengobrol ringan.

Yuedi : Sejak kapan dia mulai demam?

Inggit : Tadi pagi mungkin, semalam dia masih baik - baik saja.

Yuedi : Apa yang dia lakukan tadi malam?

Inggit : Sepertinya mengerjakan tugas kampusnya.

Mendengar jawaban Inggit, Yuedi sedikit kecewa. Mungkin dia terlalu banyak berpikir. Yuedi mengira bahwa dia sudah menemukan Love. Sebenarnya apa yang dikatakan Inggit tidak salah, Heni memang mengerjakan tugasnya kemarin sore, tapi setelah selesai dengan tugasnya, dia menghabiskan sisa waktunya bermain game.

Yuedi : Tugas apa?

Inggit : Bahasa Inggris. Aku dengar dia sering mengajar les bahasa inggris pada junior.

Yuedi : Semalam dia tidur jam berapa?

Inggit : Hmmm, malam banget. Sepertinya dia sempat bermain game dulu semalam.

Yuedi : ....

Mendengar jawaban kali ini, Yuedi merasakan suasana hatinya seolah - olah sedang naik dari tanah langsung ke langit ketujuh. Yuedi mengangkat alisnya, dan tersenyum.

Yuedi : Oh, dia seorang gamer? Game apa?

Inggit : Game Perfect World. Game itu benar - benar menarik dan terkenal di kalangan anak muda. Kamu pernah mendengarnya kan?

Yuedi : Aku pernah mendengarnya. Apakah dia dulu sering bermain?

Inggit : Dulu sih, dia selalu sibuk dengan tugas kampusnya, jadi aku tak pernah berpikir kalau dia ternyata seorang gamer. Aku baru mengetahuinya beberapa hari yang lalu. Dia pernah bilang bahwa dia pernah bermain game itu waktu kecil. Oh, dia juga memberitahuku saat dia bermain, dia bertemu teman lamanya di game itu.

Yuedi : !!!!!

Seorang mahasiswi di UGM, satu tingkat diatasnya berinisial Hn dan bermain game Perfect World tadi malam, dan bertemu dengan teman lamanya baru - baru ini, berapa banyak orang yang bisa memenuhi kriteria seperti ini? Bagaimana mungkin ada banyak kebetulan disini.

Yuedi sekarang 99% yakin bahwa Heni adalah "Love" - kekasihnya. Sisanya 1%, dia bisa mengkonfirmasinya setelah Hendra selesai memeriksa verifikasi datanya. Dia tak percaya dengan semua ini. Dia telah menunggu Love begitu lama, dan tanpa dia sadari, selama ini, orang yang dia tunggu tepat berada di sisinya. Dia juga pergi ke pantai yang sama dengannya, makan bersama dengannya.

***

Yuedi : Mungkin aku akan tetap disini sampai dia terbangun, dan mengantarnya pulang.

Inggit : Makasih ya, Yud. Kamu memang yang terbaik!!

Yuedi : Dasar lebay.

Inggit : Aku ke toilet dulu ya, Yud.

Yuedi : Yaudah, sana pergi.

Setelah Inggit keluar, Yuedu bangkit dari tempat duduknya dan berjalan perlahan ke tempat tidur Heni. Dia menatap gadis yang berbaring di atasnya, menatapnya dari kepala ke kaki berulang-ulang. Rambutnya yang berkeringat, wajahnya yang halus, bibirnya yang pucat, tubuhnya yang ramping.

Yuedi tidak pernah memalingkan mukanya dari wajah Heni yang pucat, seolah-olah dia berusaha mengukir penampilan Heni ke dalam ingatannya. Yuedi menyebut nama Heni, dan mengangkat jarinya untuk membelai wajah pucat itu secara perlahan. Yuedi menarik kursinya dan duduk di samping tempat tidur Heni.

Yuedi : Aku belum menghabiskan banyak waktu untuk mencarimu, tetapi kamu telah masuk ke dalam hidupku terlebih dahulu. Dunia ini begitu sempit ya, Hen?

Yuedi baru saja menarik tangannya kembali, ketika Roni datang. Untungnya Roni tidak melihat pemandangan itu sebelumnya, kalau dia melihat tingkah Yuedi, entah apa yang akan dilakukan Roni. Roni melihat ke sekitar, disitu hanya ada Yuedi.

Roni : Nih, sudah aku bungkusin. Dimana Inggit?

Yuedi : Toilet.

Roni : Ohh. Sepertinya suasana hatimu sedang senang.

Yuedi : Ya begitulah.

Roni merasa ada sesuatu yang ganjal, tetapi dia tidak menanyakannya lebih lanjut. Tidak lama kemudian, Inggit juga kembali. Heni terbangun beberapa menit kemudian. Dia cukup terkejut melihat Yuedi dan Roni di sana, tetapi Inggit dengan cepat menjelaskan apa yang terjadi padanya. Karena penyakitnya, ia menyebabkan masalah bagi orang lain. Heni merasa sangat malu, tetapi dia tetap berterima kasih.

Inggit : Kamu bisa mengajak mereka makan malam besok.

Heni : Baiklah, besok aku akan mentraktir kalian.

Yuedi : Itu mah gampang, kamu istirahat aja dulu.

Inggit kemudian memanggil perawat untuk menarik jarum infus, dan pergi untuk mengambil obat Heni, kemudian mereka berempat pergi meninggalkan rumah sakit.