webnovel

Lengan Berdarah

Adrin Sasongko, dia adalah seorang gadis cantik, cerdas dan pemberani putri dari pasangan Rino dan Adarina Sasongko. Keluarga Sasongko sangat dikenal disegala kalangan karna kekayaannya dan kedermawanannya. Namun dibalik sisi baiknyala, keluarga ini memiliki banyak musuh karna Rino Sasongko sangat kuat menghadapi para lawan bisnisnya. Dia sangat cerdas dan selangkah lebih maju. Di usia ke 8 tahun Adrine mengalami peristiwa yang sangat mengerikan. Keluarganya diserang oleh komplotan penjahat tidak dikenal. Rumah hancur porak poranda. Adrine adalah gadis kecil yang nakal dan pemberani. Saat Adrine bersembunyi dia melihat ayahnya babak belur dihajar oleh para penjahat tanpa ampun. Ibunya bersujud meminta pengampunan kepada komplotan itu tapi tidak digubris. Dari tempat Adrine bersembunyi, sontak Adrine melihat ayahnya akan di tusuk menggunakan pisau. Adrine berlari mencoba memeluk ayahnya dan menampik pisau tersebut. Miris... pisau tersebut sempat mengenai lengan kirinya. Darah menetes menembus serat kain baju putihnya. Roni Sasongko dipukul kembali oleh para penjahat tersebut hingga pingsan begitupula ibunda Adrine, mereka tidak sadarkan diri hingga polisi datang. Adrine diculik, tubuhnya lemas karna terus mengeluarkan darah di lengannya. Dia tak sadarkan diri. Namun ada seseorang diam-diam membawa lari Adrine, menyelamatkan hidupnya. Dia menjaga dan merawatnya hingga tumbuh dewasa. Di usianya yang telah dewasa, Adrine mencoba membalas dendam siapa yang telah melakukan ini semua. Dia terus meneliti setiap detailnya dan mencari bukti-bukti setelah itu Adrine berencana mencari orang tuanya yang menghilang. Dalam perjalanan mencari dalang atas peristiwa yang menimpanya, dia bertemu Ferit Bachim yang siap membantunya. Mereka saling jatuh cinta dan saling membantu satu sama lain. Tapi sangat disayangkan ternyata dalang peristiwa yang menimpa Adrine adalah Ayah kekasihnya itu. Lalu bagaimana nasib cinta di hati mereka ketika tahu siapa yang membuat Adrine dan orangtuanya berpisah? Apakah Adrine akan memaafkan ataukah akan membenci dan pergi dari Ferit?

Safarinah_asih18 · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
30 Chs

3. Melihat Kawanan

"Cantikku Adrine, ayo dekat-dekat tante nak.!"pinta Sufi pada Adrine. Adrine kecil diajak ke pasar untuk membeli beberapa buah-buahan. Mereka berdesak-desakan hingga Adrine sedikit merintih di lengan kirinya. Sufi menyadari Adrine kesakitan dengan cepat ia mencoba melindungi Adrine. Luka Adrine belum sembuh total, karna Adrine adalah anak yang aktiv dia berusaha menghilangkan rasa jenuh dengan ikut Sufi ke pasar. Ketika Sufi hendak meraih Adrine, empat kawanan penculik Adrine sedang berkeliling di pasar.

"Tante, ada penjahat penculik Adrine!" ucap Adrine memberitahu Sufi. Dengan sigap Sufi menutupi wajah Adrine dengan slendang panjang berwarna kuning dan mendadani Adrine layaknya menggunakan kerudung. Adrine berdiri menghadap penjual dan membelakangi Sufi berharap kawanan penjahat tidak melihatnya. Sesekali Sufi menoleh dan melirik ke arah belakang. Na'as.. mereka berdiri tepat dibelakang Sufi dan Adrine. Jantung berdebar, hati mulai gelisah. Pikiran panik, wajah cemas ketakutan menghantui, semua campur aduk menjadi satu.

"Sayang.. tetap diam dan tenang ok!"ujar Sufi menenangkan padahal pikiran dan wajahnya mulai panik. "Tuhan, tolong lindungi kami. Cepatkanlah mereka lenyap dari hadapan kami. Amiin." gumam Sufi tanpa terdengar di telinga manapun karna keriuhan dan kebisingan orang berbelanja.

Beberapa menit mereka berdiri di belakang Adrine dan Sufi sempat salah satu dari kawanan memandang Adrine. Hampir menepuk pundak dan melihat wajah Adrine. Tapi bersyukur mereka berdua terselamatkan. Kerumunan pembeli berdesakan dan saling dorong sehingga kawanan penjahat kesulitan melihat wajah Sufi dan Adrine. Mereka berdua cepat-cepat bergegas keluar dari kios kerudung setelah membayar kerudung yang dikenakan Adrine dan pergi meninggalkan pasar.

*****

"Tante, kapan Adrine ketemu dengan momy sama ayah?" tanya Adrine pada Sufi. Sufi sangat mengerti Adrine merindukan ayah dan ibunya. Wajah Adrine benar-benar asam namun tetap cantik.

"Sayang, kita pasti jenguk ayah sama momy Adrine tapi tunggu waktunya yang pas. Diluar masih berkeliaran kawanan penjahat penculik Adrine. Tante ga mau Adrine tertangkap lagi oleh mereka. Sedangkan jumlah yang kita lihat tadi siang hanya empat yang lain kita ngga tau. Jadi Adrine sabar ya sampai keadaan mulai membaik dan stabil sekaligus tunggu luka Adrine sembuh." Sufi menasehati berharap Adrine bersabar.

"Ehem... " datang Ghandi mengejutkan Sufi dan Adrine yang sedang bercengkrama di depan layar televisi. "Adrine, om Ghandi bawa cokelat kesukaan Adrine tapi jangan lupa sebelum bobok sikat gigi sama cuci muka ya." ujar Ghandi sembari memberikan kantong plastik putih berisi cokelat kesukaan Adrine. Sufi kemudian bangkit dari duduknya dan memberi isyarat pada suaminya untuk mengikutinya ke meja makan. Mereka duduk dan berbicara dengan suara datar. "Apa yang terjadi tadi siang sayang? Kenapa tadi sempat aku dengar kalian bertemu penculiknya?" tanya Ghandi penasaran. "Apa yang kalian lakukan seharian ini?"

Sufi memegang telapak tangan Ghandi dan memeluk dengan telapak tangannya. "Ghandi, pagi tadi jam 10:00 aku ke pasar berencana membeli kebutuhan dapur tapi aku tidak tega melihat Adrine sendiri di rumah lagipula dia jenuh di rumah. Jadi aku berinisiatif mengajak ke pasar."

"Ya ampun Sufi.. Adrine belum totalitas sembuh." ucap Ghandi kecewa.

"Ghandi, bahkan Adrine memahami kawanan yang menculik dirinya. Dia masih hafal. Bagaimana kita laporkan ke polisi dan Adrine akan menjelaskan semuanya."usul Sufi pada suaminya. Sufi memandang Adrine tidak tega. Hidup tidak tenang dan sangat tidak nyaman harus sembunyi seperti bermain petak umpet. Kebebasan Adrine lenyap. Dia tidak bisa bebas bermain sesukanya. Hati Sufi sedih melihat senyum bebas Adrine kemudian terpenjara karna harus bersembunyi dari para penjahat yang bisa saja tiba-tiba membawanya.

"Ini bukan sesederhana itu Sufi, mereka ada bosnya. Dan bosnya suruhan seseorang. Karna saya paham betul siapa pemimpin penculikan itu." Ghandi menjelaskan. "Ini bukan permainan wayang, sesuka kita mengangkat siapa yang menjadi lakon dan musuh. Kapan saja kita menghajar penjahat dan berakhir bahagia. Kita harus hati-hati. Sangat hati-hati. Mereka bukan penjahat biasa. Bos mereka bukan orang biasa. Dalangnya pun jelas-jelas kita tidak tau. Keadaan ini masih belum baik. Kondisi ini masih berbahaya untuk Adrine. Paling tidak kita jaga Adrine minimal tidak jauh dari rumah. Dia anak Sasongko dan dia....."tiba-tiba Ghandi tidak melanjutkan ucapannya.

"Dia apa Ghandi?"tanya Sufi kembali.

Ghandi tersenyum, dari bola matanya seolah menyimpan sesuatu yang sangat rahasia. "Mereka sangat baik terhadap kita. Paling tidak kita berupaya membalas kebaikan mereka. Sufi sayang, jaga Adrine seperti seolah dia Bila." Ghandi menyarankan Sufi.

"Baiklah." Kemudian Sufi berlalu menghampiri Adrine yang sedang sibuk melahap coklat kesukaannya.

Ghandi diam dengan tatapan kosong dan masih duduk menghadap meja makan. "Sufi belum saatnya kamu tau kebenaran tentangku."gumam Ghandi dalam hati

****

Seminggu berlalu...

Ghandi berjalan masuk melewati pintu utama Rumah Sakit. Dari jarak kurang lebih lima meter dia melihat dua kawanan penculik Adrine sedang berkeliling di Rumah Sakit sabil menolah noleh. Kemudian Ghandi meraih meja recepsionis alih-alih sedikit mencari tau apa yang sedang mereka lakukan. Ghandi menghadap seorang wanita yang tengah sibuk menelpon. Ghandi melipat lehernya wajahnya tidak terlalu jelas dilihat orang lain karna topi yang ia kenakan.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis tersebut.

"Saya hanya ingin bertanya ruangan dokter Mizar di mana?"tanya Ghandi santai. Kemudian wanita tersebut menunjukkannya arahnya. Sembari mendengarkan wanita tersebut Ghandi melirik dan memastikan bahwa kawanan penjahat telah pergi dan berlalu.

Berjalan menyusuri ruang demi ruang di Rumah Sakit, dari kejauhan Ghandi melihat Naura sedang berjalan menuju sebuah ruangan. "Naura," ujar Ghandi menyebut nama Naura. Lalu Ghandi mengikuti Naura. Dari jauh Ghandi melihat Naura dan kakak laki-lakinya sedang saling bicara. Ghandi melangkah sedikit lagi untuk mencari tau apa yang mereka bicarakan.

"Kakak, biarkan aku yang mencari Adrine. Kakak pergilah dengan kakak ipar ke luar negri setidaknya sampai kondisi ini aman. Kakak masih dalam pengintaian penjahat keji peculik Adrine. Aku pasti akan cari dengan segala kemampuanku menyelamatkan Adrine."bujuk Naura meminta.

"Bagaimana bisa aku pergi tanpa Adrine. Sedangkan di sini Adrine sendirian apakah dia sudah makan ataukan dia kedinginan apakah dia baik-baik saja. Oh tuhan jaga gadis kecilku" Rino menolak permintaan Naura adiknya seraya berdoa.

"Tapi bagiamana jika seseorang berusaha melukaimu seperti semalam? aku khawatir kak, sangat khawatir. Jika terjadi sesuatu dengan kakak lalu bagaimana nasib Adrine. Apakah tidak bisa diselamatkan diantara kalian semua. Aku mencintai kalian."Naura menitikan airmata kemudian Rino memeluk adik kesayangannya.

"Adarina, iparku, apakah engkau mau membujuk suamimu menyetujui keinginanku?please kali ini saja. Hanya sekali ini saja... "bujuk Naura merayu pada Adarina yang tengah duduk di kursi.

Ghandi yang menangkap pembicaraan mereka segera bergegas angkat kaki dari posisi tersebut dan pergi berlalu.