webnovel

Lelaki Dalam Kabut

Bagi Mimi, mimpi adalah bagian dari kenyataan. Apapun yang hadir dalam mimpinya akan hadir pula di dunia nyata. Namun ada satu mimpi yang tak kunjung jadi nyata, mimpi tentang lelaki yang wajahnya selalu tertutup kabut. Berbagai petunjuk hadir tentang lelaki dalam kabut tersebut, namun Mimi tak juga menemukan lelaki itu didunia nyata. Sahabatnya menganggap Mimi sudah gila karena jatuh cinta pada lelaki dalam mimpi yang bahkan tak diketahui wajahnya seperti apa. Dia juga mengabaikan cinta yang nyata ada dihadapannya karena lelaki kabut itu. Apakah lelaki itu memang benar-benar ada? Dan apakah yang dirasakan Mimi adalah cinta atau obsesi semata? Akankah pencarian Mimi membuahkan hasil? 

Zianaabia_79 · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
74 Chs

Wisata Kebun Teh

Mimi terbangun dari tidurnya. Suara adzan subuh terdengar sayup-sayup, bergegas dia menuju kamar mandi mengambil wudlu. Setelah selesai shalat, dia membuka gorden kamarnya, diluar masih nampak gelap, namun cahaya lampu taman terlihat cantik dari kamarnya, menggodanya untuk keluar dari kamar. Mimi berjalan menuju ke taman. Kini dia sedang duduk di gazebo, pikirannya sedikit menerawang mengingat mimpinya tadi. Lelaki kabut dalam mimpinya membuat jantung berdegup lebih kencang. Apa dia sudah gila? Karena bayangan lelaki kabut itu sudah sangat mempengaruhinya.

"Lagi apa Mi? Masih gelap kok udah disini?" suara Edo membuyarkan lamunannya.

Edo memandang Mimi, kemudian mengambil tempat duduk disampingnya,

"lo mimpi apa?" tanya Edo lagi.

"Kok, lo tahu kalau gue lagi mikirin mimpi?" tanya Mimi heran.

"Nebak aja. Pagi-pagi lo udah disini sambil melamun, kemungkinan lo sedang memikirkan mimpi. Karena lo punya keunikan tentang mimpi," jawab Edo, "memangnya mimpi apa sih?" tanya Edo penasaran.

"Gue malas sebenarnya cerita ini ke orang lain. Terakhir cerita ini ke Sisi, gue malah disangka gila," kata Mimi.

"Jadi penasaran, gue janji ngga akan nganggap lo gila deh," janji Edo.

"Janji ya, ngga ngeledekin, ngga ngetawain dan ngga nganggap gue gila?".

" Iya, janji," kata Edo sambil menunjukan jarinya membentuk tanda Victory.

Lalu mengalirkah cerita tentang Lelaki Kabut. Edo sedikit heran, tiga kali Mimi memimpikan lelaki itu, tapi tak ada satupun yang jadi nyata. Padahal biasanya mimpi Mimi akan langsung terjadi di dunia nyata keesokan hariya.

"Mungkin mimpi elo yang ini seperti kepingan puzzle. Satu persatu ditunjukan, sampai akhirnya akan terungkap di dunia nyata," analisa Edo, "Lo ngga usah terlalu mikirin, jalanin aja secara normal. Karena pada akhirnya akan terungkap juga, hanya menunggu waktu aja," kata Edo bijak. "Udah yuk, kita masuk aja. Dingin banget di sini," ajak Edo.

Mereka masuk ke dalam Villa. Saat melewati dapur, Mimi melihat Bi Entin sudah sibuk menyiapkan sarapan. Mimi berjalan mendekatinya.

"Bibi mau masak ya?"

"Eh Neng Mimi. Iya Neng, mau bikin nasi goreng untuk sarapan," jawab Bi Entin.

"Saya bantu ya Bi," kata Mimi.

"Ngga usah atuh Neng, Bibi aja," tolak Bi Entin.

"Ngga apa-apa Bi, Saya bantu ya!".

" Ya mangga atuh Neng. Nuhun pisan," kata Bi Entin.

Mimi membantu Bi Entin menyiapkan teh manis hangat dan menggoreng telur. Sambil memasak mereka mengobrol.

"Bibi sehari-hari tinggal disini atau dimana Bi?" tanya Mimi.

"Bibi sama keluarga tinggal disini Neng, sama Bapak dan Ibunya A Tama, Bibi dikasih tempat. Kalau Neng lihat disamping taman ada rumah, itu rumah Bibi."

"Ooo enak ya Bi. Terus Villa ini suka disewakan ngga Bi? Enak tempatnya, pasti banyak yang mau sewa."

"Ngga Neng, Bapak ngga mau kalau Villa ini disewakan. Takut cepat rusak barang-barangnya. Tapi kalau dipinjam sama teman atau saudara Bapak, Ibu atau Kakak-Kakaknya A Tama sering. Nah A Tama baru pertama kali Neng bawa temannya kesini. Makanya Bibi sempat kaget waktu A Tama telepon Mang Jajang dan bilang mau bawa teman-temannya kesini."

"Lho kamu ada disini Mi?" Suara Tama memotong obrolan Mimi dan Bi Entin.

"Iya Tam, ngerecokin Bi Entin nih gue," kata Mimi sambil tertawa.

"Ngga A, Neng Mimi bantuin Bibi bikin teh manis, sama goreng telur," sahut Bi Entin sambil menunjuk 5 gelas teh manis dan telur mata sapi yang ada di meja makan.

Tama tersenyum, "jadi sarapannya udah siap ya? Kita bawa ke depan aja yuk," ajak Tama.

"Tam, kalau kita sarapan di gazebo di taman gimana?" tanya Mimi.

"Boleh,!" jawab Tama.

Setelah itu mereka membawa semuanya ke gazebo. Di taman tampak yang lain sedang berolah raga. Ada Edo yang sedang push up, Irfan sedang berlari-lari kecil. Hanya Sisi yang nampak duduk di gazebo.

Mimi dan Tama memanggil mereka untuk sarapan.

---

Pukul 08.30 mereka sudah siap untuk jalan-jalan wisata ke kebun teh. Masing-masing memakai jaket yang cukup tebal, karena udara yang begitu dingin. Tama meminta mereka membawa masing-masing sebotol air mineral, agar mereka tak kehausan.

Mereka berjalan menyusuri jalan raya beraspal,, udara begitu segar, sayang kalau dilewatkan dengan mengendarai mobil. Lalu setelah setengah jam berjalan, mereka sampai ke kantor pengelola perkebunan teh. Disana mereka mengutarakan maksud mereka, dan kemudian ditunjuk seorang guide untuk mengantar mereka berkeliling. Mereka memilih paket tur perkebunan teh sejauh 8 km. Guide mengantar mereka berkeliling sambil mengenalkan varian-varian teh yang ada di kebun itu. Sesekali mereka berpapasan dengan para pemetik teh. Setengah perjalanan mereka sampai di tea corner. Sang Guide mengajak mereka untuk minum teh hangat disana ditemani sepiring pisang goreng, tahu goreng dan talas bogor geprek goreng. Mereka meminta waktu agak lama untuk bersantai di tempat itu.

"Aduh, pemandangannya benar-benar manjain mata gue," seru Mimi.

Irfan yang ada disebelahnya tersenyum melihat Mimi yang begitu antusias melihat sekelilingnya.

"Gue fotoin yuk, buat kenang-kenangan," kata Irfan sambil menunjukan kameranya. Mimi mengangguk senang, lalu mengajak Sisi bergabung. Bergantian mereka berfoto, dari yang sendiri-sendiri sampai akhirnya beramai-ramai dengan bantuan guide yang mengantarkan mereka tadi.

"Mi, foto bareng yuk," ajak Irfan.

"Berdua aja?" tanya Mimi.

"Iya, buat kenang-kenangan," jawab Irfan sambil mengusap lehernya dengan kikuk.

"Ya udah, yuk. Tuh ada Sisi, minta tolong dia aja buat fotoin," kata Mimi.

Sisi membantu mereka mengambil beberapa foto. Setelah selesai tiba-tiba,

"Tam, Tama sini!" Panggil Sisi pada Tama yang sedang mengobrol dengan pengelola corner teh.

Tama menghampiri mereka, "ada apa Si?" tanya Tama.

"Foto sama Mimi gih, gue yang fotoin, " kata Sisi sambil menggandeng Tama mendekati Mimi.

"Gantian ya Fan," kata Sisi pada Irfan.

Tama menatap Mimi, pandangannya seolah bertanya, "boleh?"

Mimi tersenyum kecil untuk menjawab pertanyaan tanpa kata itu.

Sementara Irfan menatap mereka dengan sedikit cemburu. Entah mengapa, Irfan merasa ada aura yang berbeda melihat keduanya berdiri berdampingan seperti itu.

---

Sebelum Ashar, mereka sudah sampai kembali di Villa. Bi Entin sudah menyiapkan makan siang untuk mereka. Makan siang yang tertunda sebenarnya. Ada nasi, sayur asam, ayam goreng, lalap dan sambal terasi tersaji di meja makan. Mereka langsung menyerbu makanan itu dan menyantap dengan lahapnya. Rasa lelah dan juga udara yang sejuk membuat nafsu makan mereka meningkat berkali-kali lipat. Makanan pun ludes dalam waktu singkat.

Selesai makan, Mimi pamit ke kamar untuk berganti pakaian, diikuti oleh Sisi.

Sementara Edo dan Tama memilih bermain game di ruang keluarga. Sedangkan Irfan sibuk melihat-lihat hasil foto mereka tadi di kameranya.