"Malam ini kita mau bikin acara barbeque ngga?" tanya Tama pada mereka.
"Boleh tuh. Jadi kita ke pasar nih belanja?" tanya Mimi.
"Mau ke pasar atau mau dikirim aja? Kalau ke pasar nanti sekalian aja ikut sama Bi Entin. Hari ini Bi Entin mau ke pasar diantar sama Kusno. Tapi aku ngga ikut ya, ada yang harus aku kerjakan soalnya," kata Tama.
"Gue mau ke pasar dong, kata Sisi. Ngga apa-apa aku aja yang ikut Bi Entin. Kalian mau pesan apa aja? Nanti aku carikan," kata Sisi.
"Gue ikut deh Si, bantuin bawa belanjaan," kata Edo..
"Jadi gue ngga ikut nih?" tanya Mimi.
"Ngga usahlah, lo siapkan aja peralatannya Mi." kata Sisi.
"Ya udah, aku sama Irfan nanti yang nyiapin peralatannya. Tama biarin kerja dulu, baru nanti gabung sama gue dan Irfan. Ya kan Tam?" tanya Mimi.
"Okey, kasih waktu aku satu jam aja buat menyelesaikan pekerjaan, setelah itu aku bantuin kalian. Tadi aku juga udah minta Mang Jajang buat mencari arang," kata Tama.
---
Semetara Edo dan Sisi sudah berangkat ke pasar, Mimi dan Irfan mempersiapkan peralatannya dibantu Asep anak kedua Mang Jajang. Panggangan, kipas, piring-piring diambil dari lemari, lalu dipindahkan ke gazebo.
"Kang, Teh, saya mau cari daun pisang dulu," pamit Asep.
"Saya bantu Sep," kata Irfan. "Gue bantuin Asep dulu ya Mi," kata Irfan. Yang dijawab dengan anggukan oleh Mimi.
Ditinggal sendirian Mimi memilih duduk dipinggir kolam renang, sambil mendengarkan lagu di ponselnya. Angin semilir meniup rambutnya, membuatnya sedikit mengantuk.
"Sendirian aja?" terdengar sebuah suara menyapanya.
Mimi menoleh kearah suara itu, nampak Tama berdiri di sampingnya dengan membawa dua cangkir teh hangat.
"Boleh duduk disini?" tanya Tama.
"Ya boleh dong. Dari tadi sendirian malah ngantuk," jawab Mimi.
Tama mengambil tempat duduk disamping Mimi. Diletakannya cangkir teh di meja.
"Satu buat kamu nih," katanya.
"Terima kasih," kata Mimi, sambil mengambil cangkir itu dan meminum tehnya. "Enak ya Tam tinggal disini? Jadi kepengen suatu saat tinggal disini deh!" kata Mimi lagi.
"Sehari dua hari mungkin kamu betah Mi. Tapi kalau seterusnya mungkin akan bosan. Soalnya disini jauh dari mana-mana."
"Mungkin ya, tapi gue kan emang suka sepi. Gue bukan orang yang suka jalan-jalan tanpa tujuan. Sepertinya akan betah deh!" kata Mimi yakin.
Tama tersenyum mendengar ucapan Mimi.
"Lo asli dari Jawa Barat ya Tam?" tanya Mimi.
"Ayah dari Bogor, Ibu dari Bandung. Nyunda banget ya?" kata Tama.
"Pantes dipanggil Aa."
"Ah itu sih kebiasaan orang sini, manggil laki-laki muda itu Aa atau Akang Kalau perempuan Neng atau Teteh," jelas Tama.
"Kamu sendiri dari mana aslinya Mi?"
"Ayah dari jakarta, kalau Bunda campuran Manado - Bandung. Yaa, ada sundanya sedikiiit"
"Kamu anak bungsu?" tanya Tama lagi.
"Iya, gue eh aku, anak bungsu. Aduuuh, mulai sekarang kalau ngomong sama kamu, aku ngga pakai gue elo deh. Ngga enak hati jadinya," tukas Mimi.
"Lho aku ngga masalah kok. senyaman kamu aja."
"Pokoknya kalau sama kamu, aku ngga akan pakai gue elo deh!" putus Mimi "Ngomong-ngomong, kamu punya usaha itu emang disuruh sama orang tua ya? Atau kemauan sendiri?"
"Orang tuaku terutama Ayah memang selalu mengajarkan kami anak-anaknya untuk berwirausaha. Begitu anak-anaknya menginjak umur 17 tahun, Ayah memberi kami modal untuk usaha. Terserah mau dipakai buat apa. Dalam kurun waktu 5 tahun modal dari Ayah harus dikembalikan. Kakak-kakaku Alhamdulillah masing-masing punya usaha sendiri dan sudah berkembang. Kalau aku baru 2 tahun ini membuka Cafe dengan modal yang Ayah berikan. Alhamdulillah sih Cafe sudah mulai stabil. Semoga aja aku bisa mengembalikan modal dari Ayah sebelum lima tahun," jelas Tama panjang lebar.
Mimi terkagum-kagum mendengar penjelasan Tama, "keluarga kanu keren ya?" kepengen belajar jadinya.
"Boleh, kapan-kapan aku kenalin sama Ayah dan Ibu. Mereka pasti senang kenalan sama kamu." kata Tama sambil menatap Mimi lekat
Mimi tersipu malu, perasaan hangat menelusup ke hatinya, mendengar ucapan Tama.
"Jadi kamu ngga ada rencana cari kerja ya Tam selepas kuliah nanti? Enak ih, selesai kuliah kamu langsung jadi Boss," kata Mimi.
"Ya ngapain aku cari kerja, aku mendingan mengembangkan usaha dan ngerekrut tenaga kerja dong!"
"Penasaran aku mau tahu Cafe kamu seperti apa."
"Boleh, nanti aku undang kamu ke Cafe ya."
"Boleh, kalau diundang aku pasti datang," kata Mimi sambil menatap Tama dengan tersenyum. Sekilas suasana terasa canggungx keduanya hanya bertukar tatap dan senyum.
"Aku minta nomor HP kamu Tam, sepertinya aku belum punya. Masa sih, aku udah diajak di Villa kamu, tapi belum pegang nomor kamu?"
"Aku Miss Call aja ya?" kata Tama.
"Lho, kamu emang udah punya nomor aku?" kata Mimi heran.
"Oo iya, waktu itu aku pernah dikasih tahu Edo," jawab Tama.
"Sedang apa kalian?" tanya Irfan tiba-tiba. Rupanya dia sudah selesai mencari daun pisang.
"Ngobrol aja, sini Fan, duduk disini. Aku mau ke toilet sebentar," kata Tama seraya bangkit dari duduknya, lalu bergegas ke toilet.
"Asyik banget ngobrolnya, kayaknya kalian makin akrab aja ya?" tanya Irfan.
"Ya, gue tadi nanya soal kerjaan dia. Kagum gue sama dia Fan. Umur masih 19 atau 20 ya, tapi dia udah jadi pengusaha," kata Mimi tanpa bisa menyembunyikan binar kagum dari matanya.
Irfan terdiam, hatinya diliputi rasa cemburu. Gadis yang dia sukai malah memuji cowok lain di hadapannya.
"cemburu hati abang neng!!" batinnya resah.
"Tama tipe lo banget ya Mi?" tanya Irfan. Kadung cemburu, Irfan memilih untuk mengorek perasaan Mimi lebih dalam. Sebagai pertimbangan apakah dia akan melanjutkan rencananya atau tidak.
"Maksudnya?"
"Ya, tipe cowok yang akan lo suka itu seperti Tama gitu ya?".
Mimi terdiam sejenak, " gue ngga punya tipe khusus sih Fan. Tapi gue emang selalu kagum sama cowok mandiri, pintar dan berwawasan. Bagi gue, cowok seperti itu gantengnya bisa naik berlipat-lipat," kata Mimi sambil tertawa kecil.
"Berarti Tama ada peluang ya?"
"Hahaha ngga mikir sampai situ Fan. kita teman. Lagipula, aku lagi penasaran sama seseorang," jawab Mimi.
"Hah, siapa?" tanya Irfan kaget sekaligus patah hati.
"Panggil aja dia Lelaki kabut," jawab Mimi sambil beranjak pergi. "Gue ke kamar dulu ya!" kata Mimi lagi.
Sepeninggal Mimi, Irfan termenung sendiri. Siapa itu Lelaki kabut? Mimi benar-benar membuatnya penasaran.
Jadi bukan Tama ataupun dirinya yang ada dihati Mimi saat ini. Melainkan Lelaki kabut, "aku akan mencari tahu siapa Lelaki kabut itu, " kata Irfan dalam hati.
"
"