webnovel

Lelaki Dalam Kabut

Bagi Mimi, mimpi adalah bagian dari kenyataan. Apapun yang hadir dalam mimpinya akan hadir pula di dunia nyata. Namun ada satu mimpi yang tak kunjung jadi nyata, mimpi tentang lelaki yang wajahnya selalu tertutup kabut. Berbagai petunjuk hadir tentang lelaki dalam kabut tersebut, namun Mimi tak juga menemukan lelaki itu didunia nyata. Sahabatnya menganggap Mimi sudah gila karena jatuh cinta pada lelaki dalam mimpi yang bahkan tak diketahui wajahnya seperti apa. Dia juga mengabaikan cinta yang nyata ada dihadapannya karena lelaki kabut itu. Apakah lelaki itu memang benar-benar ada? Dan apakah yang dirasakan Mimi adalah cinta atau obsesi semata? Akankah pencarian Mimi membuahkan hasil? 

Zianaabia_79 · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
74 Chs

Lelaki Kabut

Kabut begitu pekat, Mimi duduk di sebuah batu besar. Sepertinya dirinya tengah berada di tengah hutan. Karena bayangan pohon besar terlihat dari balik kabut pekat. Suara langkah kaki terdengar mendekatinya. Mimi berusaha menetralkan detak jantungnya, dia tidak boleh takut. Suara langkah kaki semakin dekat, sosok tubuh laki-laki nampak dihadapannya. Namun wajahnya tertutup kabut, dia hanya mendengar helaan nafasnya. Tiba-tiba tangannya disentuh oleh sosok itu. Tanpa kata sosok itu hanya menggenggam erat tangannya. Alih-alih merasa takut, Mimi merasa hangat saat tangannya digenggam sosok itu, ,nyaman, dan terkesan melindungi. Tak lama sosok itu melepas genggamannya, lalu pergi meninggalkannya. Mimi tak kuasa memanggilnya, suaranya mendadak hilang. Tapi dia mencium kembali aroma itu, aroma yang ditinggalkan lelaki dalam kabut itu.

Mimi terbangun dari tidurnya. "Mimpi yang aneh," pikirnya dengan hati berdesir. Dipandangi telapak tangannya, hangat genggaman itu terasa nyata, Mimi masih bisa merasakannya bahkan saat dia sudah terbangun. Lelaki berkabut, mulai membuatnya penasaran.

---

Mimi duduk melamun di kursinya. Mimpi semalam begitu mempengaruhi mood nya hari ini.

"Hei, kenapa lo bengong gitu?" tanya Sisi.

Mimi menghembuskan nafasnya pendek. "Gue kayaknya lagi jatuh cinta Si."

"Haaaa?" Sisi yang tengah minum air kemasan nyaris tersedak mendengar jawaban Mimi, "jatuh cinta sama siapa lo? Bukan sama Alan kan?" tanya Sisi.

Mimi mendelik kesal, "emang dunia ini isinya Alan aja. Ya ngga lah, bukan sama Alan," jawab Mimi.

Sisi menghembuskan nafasnya lega, "trus sama siapa dong? Gue kenal ngga?" tanya Sisi lagi.

Mimi menggeleng.

"Hmm... Kalau begitu, siapa namanya?"

"Ngga tahu, gue ngga tahu nama dia siapa, tapi gue akan manggil dia lelaki kabut."

Sisi bengong mendengarnya, "sumpah gue ngga ngerti. Lo ceritain deh biar gue paham."

Mimi menatap Sisi, "gue akan ceritain. Tapi lo ngga boleh ngetawain, protes apalagi marah-marah. Okey?! ".

Sisi mengangguk setuju. Dan mengalirlah cerita tentang lelaki berkabut. Sisi hanya bisa termagu mendengar cerita itu. Baginya itu adalah hal yang mustahil. Mimi jatuh cinta pada laki-laki dalam mimpinya, yang bahkan tidak dia tahu bagaimana wajahnya. Sisi menatap Mimi dengan pandangan iba.

Mimi yang dipandang dengan cara seperti itu langsung merasa kesal, " Woy, gue waras kali. Ngga usah sampe gitu ngeliatin guenya."

"Bukan gitu Mi, gue cuma bingung aja. Gimana bisa lo jatuh cinta sama seseorang yang ngga nyata?" kata Sisi.

Mimi menatap Sisi lalu berkata, "hei ingat ya, mimpi gue itu selalu jadi nyata. Jadi gue yakin lelaki kabut ini ada. Hanya gue belum melihatnya. Udah ah, kita ke kantin aja yuk!" ajak Mimi sambil melangkah pergi.

Kantin masih lenggang, karena sebagian mahasiswa masih di kelas.

"Eh, tu ada Tama. Kesana yuk!" ajak Sisi.

Mereka menghampiri Tama yang sedang fokus dengan handphonenya. Di meja tampak orange juice yang tinggal separuhnya.

"Hei Tam, kami boleh duduk disini ngga?" tanya Sisi.

Tama mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang berbicara. Ketika tahu itu adalah Mimi dan Sisi dia tersenyum.

"Boleh duduk aja. Sebentar lagi juga Edo sama Irfan kesin, " jawab Tama.

"Lagi main game apa sih? Kok kayaknya seru banget?" tanya Mimi.

"Ngga main game kok Mi, aku lagi ada kerjaan yang harus diurus," jawab Tama.

"Waaah, lo udah kerja Tam?" tanya Mimi takjub. "Emang bisa bagi waktunya Tam? Kan kuliah kita lagi padat-padatnya sekarang," tanya Mimi.

Tama tersenyum kecil, "kerja sambilan aja kok. Ngga repot-repot banget."

"Tetap aja keren Tam. Sisi aja baru kerja kalau libur semester aja. Lha ini elo beneran kerja sambil kuliah, " kata Mimi lagi. "Lo kerjanya malam ya? Kan kalau pagi sampai siang lo kuliah," tanya Mimi masih dengan nada penasaran.

"Aku kerja kalau pada kuliah lagi kosong, aku kan kuliah 4 hari dalam seminggu. 2 hari aku pakai untuk kerja di lapangan, sisanya aku kerjain secara online aja," jelas Tama.

Mimi manggut-manggut mengerti.

"Hei, kalian disini?" Suara Edo memotong obrolan mereka.

Mimi hanya menjawab dengan anggukan. Edo dan Irfan duduk bergabung dengan mereka. Diam-diam Mimi mengamati interaksi tiga teman laki-lakinya ini, dan dia baru menyadari kalau Tama lebih kalem daripada Edo dan Irfan. Kalau berbicarapun Tama lebih sopan dan dewasa.. "Mungkin karena dia sudah masuk dunia kerja ya?" batin Mimi.

---

Mimi berjalan menuju Lab Komputer. Sesekali beberapa temannya menyapa saat berpapasan. Pikirannya masih diipenuhi mimpi semalam. Rasa penasaran begitu besar. Entah mengapa dia yakin bahwa lelaki kabut itu ada didekatnya. Namun entah siapa.

Pip... Pip... Pip...

Notifikasi pesan masuk terdengar dari handlhonenya, dibuka dan dibacanya pesan yang masuk,

081xxxxxxxxx : senang melihat kamu tersenyum, bikini mood aku hari ini bagus. Nanti akan ada hadiah kecil untuk kamu. Terima kasih Mimi...

-PR-

Mimi mengernyitkan dahinya membaca pesan itu. "Nomor siapa ini?"

Mimi mencoba membalas pesan itu:

Mimi : ini siapa?

081xxxxxxxxx : Rahasia 🤫 ☺.

Penasaran Mimi mencoba menelpon nomor tersebut, tapi tak diangkat.

Lalu masuk lagi sebuah pesan untuknya,

081xxxxxxxxx : Maaf aku ngga angkat teleponnya ya Mi, belum saatnya kamu tahu siapa aku. Nanti kalau sudah saatnya, pasti aku akan menunjukan diri. Sementara ini, kamu simpan saja nomorku, kita bicara lewat pesan. Kamu jangan khawatir, aku ngga berniat jahat kok.

Mimi : baiklah, tak masalah. Jadi kamu yang mengirim kartu bermotif edelweiss, coklat dan mawar itu?

081xxxxxxxxx : Ya. Kamu suka kan?

Mimi : iya, aku suka. Terima kasih. Maaf, aku masih ada urusan, nanti lagi ya ngobrolnya.

081xxxxxxxxx : Baik, Terima kasih Mimi.

---

Sore itu, sampai rumah Mimi dikejutkan dengan buket bunga Mawar yang cukup besar. Terselip kartu bertuliskan,

"Semoga kamu suka hadiah dari saya. Terima kasih telah membuat hari ini menjadi menyenangkan untuk saya"

-PR-

Mimi tersenyum membacanya. Dipandanginya buket mawar itu. Lalu difotonya.

Setelah itu dia mengirimkan pesan,

Mimi : Terima kasih hadiahnya.

081xxxxxxxxx : sama-sama ☺.

"Mi, kamu udah pulang?" Bunda membuka pintu kamarnya.

"Udah Bun," jawab Mimi.

"Itu tadi ada kurir nganter," kata Bunda sambil menunjuk buket bunga mawar yang tengah dipegangnya.

"Iya Bun," jawab Mimi pendek.

"Dari siapa Mi? Soalnya di kartu cuma ada tulisan PR aja," tanya Bunda penasaran.

"Aku juga ngga tahu Bun. Karena dia ngga mau nyebut namanya," jawab Mimi. "Tapi ngga apa-apa Bun, insya Allah orang niat baik," lanjut Mimi sambil tersenyum.

Bunda mengangguk sambil berkata, "ya, Bunda juga percaya, pengirimnya bukan orang jahat," lalu beranjak keluar dari kamarnya.

Mimi membuka pintu balkon kamarnya. Ditatapnya langit malam, pikirannya melayang. Dipejamkan matanya, terbayang lelaki kabut dalam mimpinya semalam. Hatinya menghangat jika mengingat mimpi itu. Entah mengapa, membuat Mimi merasa nyaman, meski itu hanya dalam mimpi. Lalu pikirannya beralih pada pengirim buket bunga itu. "PR? siapa kamu?" tanyanya lirih.