"Aduh kepala aku kok sakit ya," ujar Bara yang memegangin kepalanya di tempat tidur.
Ia hanya bisa duduk menopang badan dengan kedua tangannya.
Bara memejamkan mata memicit micit pelan kepalanya.
"Sumpah ini ga seperti biasanya."
"Yaudahlah," Bara bangkit pelan pelan penglihatannya terganggu karena semua yang ia lihat terlihat berputar.
"Anjir ga, ga bisa."
Bara memaksakan dirinya untuk tetap pergi kesekolah.
Sesampainya ia kesekolah Bara langsung ke kelas. Kepalanya, ia tidurkan di atas meja.
"Heyy, are you Oke?" Tanya Angga memberikan perhatian kepada Bara yang terlihat sedang sakit.
"Yes, im oke."
"KEPADA SELURUH SISWA, DAN SISWI AGAR SEGERA MEMASUKI KE LAPANGAN UNTUK MENGADAKAN UPACARA YANG DI LAKUKAN SETIAP HARI SENIN," ujaru petugas yang berada di ruang piket.
"Ehh ayok Bara keluar," ajak Angga yang sebenarnya ia ingin jalan berdua dengan Bara.
"Oh, kamu luan aja ya."
"Lah kenapa? Kan kita bisa sama sama baris di lapangan."
"Aa... ia soalnya aku ingin ke kamar mandi dulu," ujarku memberi alasan.
"Ya udah deh."
Angga pergi ke lapangan, sedangkan aku masih berada di ruangan menidurkan badanku beberapa saat sebelum harus baris.
***
Merasa sudah agak lumayan enakan aku cepat- cepat pergi ke lapangan untuk memgikuti upacara.
Angga yang berada di barisan tengah mundur ke belakang sebaris denganku.
"Bara kamu kok lama," ujarnya mendekatkan badan.
"Soalnya aku buang air besar," jawabku dengan suara kecil."
Upacara berjalan dengan baik, tetapi badanku yqng tak membaik.
Saat upacara aku beberapa kali pusing, aku hanya bisa menutup wajahku dengan tangan yang satu, dan tangan satunya lagi memicit keningku.
Tetapi tetap saja kepalaku pusing meskipun aku sudah menutup mata tetap tidak ada perubahan. Dunia ini seperti di putarkan begitu dahsyat sampai lewat batasan.
"Heyy, Bara kamu oke?" Tanya Angga.
"Oo- oke kok."
"Kamu yakin?" Angga mengerutkan keningnya tidak percaya ucapan Bara yang mengatakan ia baik baik.
"Kamu kenapa ngelihati aku terus?" Ujarku melirik Angga.
"Aku ga yakin kalau kamu baik. Kamu pasti sakitkan?"
"Engga kok."
"Kamu yakin?"
"Ia, aku ga papa Angga."
Tak berapa lama percakapan kami, tubuhku berhasil tumbang sehingga terjatuh di samping Angga.
Ia orang pertama yang berteriak memanggil PMR.
Otomotis anak PMR yang berjaga berlari ke tempat Bara, dan Angga.
***
Pov: Angga, dan Bara.
"Bisakah aku melihat adekku yang pingsan tadi?" ujar Angga kepada penjaga Uks, agar ia bisa melihat Bara yang masih pingsan.
"Dia, adik kakak? tanya penjaga Uks yang berada di dwpan pintu menjaga.
Angga mengangguk.
"Baiklah kalau begitu," mereka mempercayai Angga, akhirnya yang menjaga pintu membiarkan Angga masuk melihat Bara.
Aku melihat tubuh kecil Bara terbaring lemas di Uks, sebenarnya aku tak sanggup melihat hal ini, tetapi ini adalah Bara.
Aku mengambil bangku duduk menghadapi Bara yang masih belum sadar. Aku menyapu nyapu kedua tanganku agar rasa cemasku hilang, tetapi itu sama sekali tidak berpengaruh. Hal hasil aku menggenggam tangan Bara yang lemas.
Tapi disisi lain juga sebelum Bara sadar aku ingin menciumnya untuk pertama kali dalam hidupku, atau bisa di bilang ia adalah First Kiss ku.
"Ahh Shit," ujarku dalam hati.
"Apa apaan otakku ini, Bara sedang sakit justru aku melakukan hal seperti itu."
Untung saja aku masih bisa menahan diri dari nafsu.
Tak berapa lama pintu di buka, ternyata itu adalah anak Pmr yang tadi membawa Bara ke Uks.
"Mohon maaf ya kak, kami ingin melihat kondisi Bara dulu," ujar anak Pmr yang membawa beberapa obat.
"Ohh ia silahkan," ucapku bergeser.
Setelah mereka mencek aku menanyakan keadaan Bara.
"Jadi bagaimana Bara?"
"Bara, tidak apa apa kak hanya saja dia belum siuman. Kalau begitu kakak bisa deluan masuk ke kelas, biar kami yang akan menjaga Bara."
Baiklah, aku meninggalkan Bara dengan anak anak Pmr.
3jam setelah Bara sadar
Ia kembali ke kelas, di depan pintu Angga yang melihat itu menyusul menopang Bara.
"Bara kamu udah sadar? Trus kenapa kamu ga bilang sama mereka suruh manggili aku?"
"Yaampun Angga, aku itu ga kenapa napa kok. Lagiankan aku bisa sendiri," jawabku memegang bahu Angga.
"Tapi kalau kamu kenapa napa di jalan tadi gimana, mangkin parah urusannya."
"Tenang ga, aku bakalan baik baik kok, kamu ga usah lebai ih."
"Aku ga lebai, aku cuma khawatir sama kamu."
"Aku tau, tapi itu berlebihan," aku melepaskan tangan Angga yang memegangiku. Kemudian aku berjalan sendiri ke tempat dudukku.
***
"Oh shit, aku sepertinya membayangkan lelaki itu," ujar Zean menghadap tembok yang kosong.
Sedikit pun tembok itu tidak memiliki corak atau pun hiasan, atau foto foto bergantungan. Itu adalah ruangan yang khusus buat Zean, ia menggunakannya sebagai tempatnya bercerita pada dirinya sendiri.
Lampu putih kedap kedip, serta di atas lampu merah yang memancar terang, dan beberapa tali yang terletak di atas tempat tidur tak terlalu besar itu.
"Hufftt," Zean keluar dari ruangan itu, ia mengembok pintu rapat rapat.
***
"Hey Zean, senang bertemu denganmu lagi."
"Ouh apa yang kau lakukan di supermarket ini?"
"Aku hanya ingin belanja kebetulan sekali kita berpas pasan."
Zean mengangguk.
"Apa kau ingin belanja harian?"
"Tidak. Aku hanya ingin belanja beberapa sosis saja.
"Oh baiklah."
"Zean, Zean bagaimana kalau nanti kita makan barang pasti kamu maukan."
Bara berharap Zean menerima tawarannya itu tetapi apa Zean tidak menjawabnya ia hanya senyum tipis.
"Zean," Bara mengikuti dari belakang.
"Ada apa? Apa kau ingin belanja barang denganku?"
"Emmm," ujarku mengangguk cepat.
"Ya sudah ayoklah."
***
"Ini minumnya Zean," memberikan.
"Terimakasih."
"Zean boleh ga aku nanyak sesuatu," ujar Bara ragu.
"Boleh," meminum seteguk minuman yang ku pesan.
"Zean kamu pernah bilangkan kalau kamu pernah melakukan pelecehan, tapi korbannya bukan cwek trus cwok ya?" tanya Bara sebenarnya tidak enakan tapi ya bagaimana ia harus menemukan jawaban dari pertanyaannya selama ini.
Zean mengangguk menikmati setiap air yang ia minum.
"Ze... Zean!"
"Kenapa?"
"Kamu Gay ya?" tanya Bara memastikan.
"Lalu kenapa kalau aku Gay?
"Kamu serius?"
"Bagaimana aku menjawabnya, dan bagaimana kamu mempercayaiku? Apakah aku harus membuktikannya dengan bercinta denganmu?"
Jlebb... ucapan itu membuat Bara terdiam tak mampu mengatakan sepatah kata pun. Matanya melotot, serta pipinya memerah.
"Aku rasa sepertinya kamu sakit ya?" tangan Zean mendarat memegang kening Bara.
Wajahnya semangkin memerah merona.
"Kalau begitu aku pulang dulu, semoga kamu cepat sembuh."
Mata Bara semangkin melotot, perasaan nya kini mau terbang, ini seperti tak dapat di jelaskan lagi pokoknya ini suatu momen pertama aku, dengan Zean.
"Zean minggu depan kamu datang ya ke rumahku," teriak ku dengan kuat.
Aku benar benar tidak memperdulikan orang sekitar, mereka hanya melihati, dan bergunjing pelan pelan.
Aku tak tau lagi rasanya diriku ingin terbang kek pokoknya ini suatu kebahagian tersendiri bagiku.