webnovel

Telfon dari yang Tercinta

Malam harinya ketika keempat gadis itu menikmati makan malam di kafetaria asrama, Aisyah menerima pesan dari kekasihnya. Ia duduk bersebelahan dengan Claire, sedangkan Helena dan Caroline duduk berhadapan dengannya. Meja-meja di kafetaria itu disusun memanjang dan berjajar beberapa baris kebelakang dengan kursi-kursi berjajar disampingnya. Para mahasiswa mengambil makanannya sendiri di dapur yang telah disiapkan oleh koki asrama. Makanan yang masih hangat itu berjajar didalam etalase kaca yang memanjang. Seperti biasa, Claire meletakkan sendok, garpu, gelas minumnya, bahkan lauk pauknya disusun rapi diatas piring putih itu. Aisyah dengan tenang melahap menu makan malam itu sambil membaca kata demi kata yang dikirimkan oleh kekasihnya.

Pukul 03:00 AM, waktu Turki

Shoaib:

Assalamualaikum. Bagaimana orientasi kampusnya? Apakah semua berjalan dengan baik?

Aisyah:

Waalaikumsalam. Alhamdulillah semuanya lancar. Lalu bagaimana disana? Bagaimana harimu di rumah sakit?

Shoaib:

Melelahkan, seperti biasanya. Besok aku akan kembali ke kampus. Penelitianku disini sudah selesai dan aku akan menyerahkannya ke dosen. Banyak pekerjaan lainnya juga yang menantiku selanjutnya, seperti membersihkan kamarku yang sudah lama aku tinggalkan. Hahahaha

Aisyah:

Hahahaha. Maka kerjakanlah, jangan malas karena seorang calon dokter juga harus menjaga kebersihannya. Apakah jarak antara kampus dan asramamu jauh?

Shoaib: Tidak begitu jauh.

Aisyah: Oh iya, aku mau bertanya. Apakah boleh?

Shoaib: Apapun boleh untuk Aisyah. Katakanlah.

Aisyah menahan senyumnya. Lelaki Turki itu sungguh pandai berkata-kata manis.

Aisyah: Apa yang spesial dariku? Kenapa anda memilihku?

Shoaib: Sulit untuk menjelaskan perasaanku itu, Aisyah. Memangnya kenapa? Apakah ada yang menyukaimu juga disana?

Aisyah: Kalau iya kenapa?

Pemuda diujung sana tak langsung menjawab. Butuh beberapa detik untuknya merangkai kata-kata. Kemudian ia urungkan niatnya dan mulai mengetik.

Shoaib: Bolehkah aku melihat Aisyah sekarang?

Aisyah: Aku sedang makan sekarang.

Shoaib: Tidak apa-apa. Aisyah selalu terlihat cantik kapanpun itu.

Kemudian Shoaib menekan tombol video call pada layar handphonenya. Gadis di seberang sini mengangkat panggilan video itu lalu terlihatlah wajah tampan pemuda itu yang samar-samar ditengah kegelapan. "Aku tidak bisa melihatmu", kata Aisyah sambil tersenyum malu-malu. Melihat Aisyah yang tengah berbicara kepada handphonenya, seketika ketiga sahabatnya itu mendekat kearah Aisyah dan melihat siapakah yang sedang Aisyah ajak bicara. Terlebih lagi mereka menjadi sangat penasaran saat mendengar tawa pelan seorang laki-laki setelahnya dari handphone Aisyah.

Karena sedikit gelap, maka ketiga sahabatnya itu tidak bisa melihat Shoaib dengan jelas. "Siapa dia?" tanya Helena pada Aisyah. Ketika ia hendak menjawab, seketika pemuda di seberang sana merespon pertanyaan Helena. "Ini aku, Shoaib. Kekasihnya Aisyah." Ketiga gadis itu lalu menunjukkan kehebohannya dan merebut handphone itu dari tangan Aisyah sampai-sampai penghuni asrama lainnya juga memandang kearah meja Aisyah. Caroline, Helena, dan Claire berjalan menjauhi Aisyah dan menyapa pemuda itu, "Tunjukanlah dirimu. Kita tidak bisa melihatmu dengan jelas." Aisyah hanya tersenyum melihat kehebohan ketiga sahabatnya itu.

"Baiklah, tunggu sebentar ya. Aku akan mencari penerangan." Pemuda itu keluar dari kamarnya lalu berjalan beberapa meter. Perlahan namun pasti wajah timur tengahnya mulai terlihat ketika ia mendekati sumber cahaya didepan sana. "He is so hot, Aisyah. So sexy", ucap Caroline dan Claire nyaris bersamaan. Shoaib tertawa mendengarnya. Sekarang wajahnya semakin jelas terlihat. Kedua bola mata hitamnya terlihat begitu jernih dan memantulkan bayangan handphone ditangannya.

"Hai." Sapa Shoaib kepada ketiga gadis bule itu. Ia tersenyum ramah kepada mereka. Itu membuat ketiga kawan Aisyah merasa gemas dan ingin sekali mencubit pipi Aisyah. Bagaimana bisa ia menemukan pemuda imut seperti dia. Bahkan Helena meremas lengan Caroline karena gemasnya. "Baiklah, girls. Dimana Aisyah, aku ingin melihatnya", kata Shoaib dengan bahasa Inggris yang fasih. Claire berdehem lalu menggoda Aisyah, "Aisyah, kekasihmu rindu padamu."

Ketiga sahabatnya itu kembali ke meja lalu menyerahkan handphone itu kepada sang pemilik. Wajah Aisyah semakin memerah mendengarnya. Dilihatnya wajah Shoaib di layar itu lalu pemuda itu mengucapkan salam padanya. "Assalamualaikum, Aisyah." Nada suaranya yang lembut berbeda dari semenit yang lalu membuat ketiga sahabatnya itu merasa semakin gemas. Mereka meletakkan kedua siku mereka keatas meja dan menempelkan telapak tangan mereka ke pipi. Tatapan mereka tertuju pada Aisyah dengan senyuman menggoda.

"Dia manis sekali", kata Helena. "Aku suka cara dia menyebut namamu, Aisyah", kata Claire. "Suaranya lembut sekali. Berbeda dengan beberapa menit yang lalu ketika dia berbicara dengan kami", kata Caroline. Mereka bertiga menatap Aisyah dengan mata yang berbinar-binar. Aisyah yang sedari tadi berusaha menahan senyumnya atas kejahilan teman-temannya, akhirnya ia tak bisa menahannya lagi. Wajahnya semakin memerah lalu ia memukul kawan-kawannya yang menggodanya itu. Senyumnya terlihat lepas dan Shoaib tak pernah melihat itu sebelumnya. Aisyah berkata dengan manjanya kepada kawan-kawannya. "Sudahlah, jangan menggangguku." Kemudian Aisyah cemberut kesal.

Hati Shoaib menjadi kacau balau melihat ekspresi Aisyah yang menggemaskan itu. Jantungnya seakan-akan berhenti berdetak sepersekian detik. Tingkah manjanya itu membuat perasaannya luluh lantak seperti diterpa badai-badai cinta. "Maaf ya, mereka memang seperti itu", kata Aisyah dengan gaya bicaranya yang normal kembali. "Tidak apa-apa." Entah sejak kapan ia menahan nafasnya. Kemudian ia menghela nafas panjangnya yang terasa hangat itu.

"Kenapa?" tanya gadis itu. Perlahan namun pasti ada getaran yang konstan menuju ke area 'private'nya. Lama kelamaan getaran hangat itu menjadi semakin kuat. "Lanjutkan makannya ya, Aisyah. Besok lagi kita sambung. Assalamualaikum." Pemuda itu menutup telfonnya tanpa menunggu Aisyah membalas salamnya. "Yaaah…. Kenapa ditutup?" ketiga kawannya itu merasa kecewa. "Sekarang waktunya sholat disana", jawab Aisyah dengan santainya. Kemudian ia meletakkan handphonenya keatas meja.

Ketika makanan dipiring mereka hampir habis seketika itu datang beberapa perempuan dari arah luar. Mereka membawa brosur yang telah sengaja disebar dan ditempel di area kampus. Ketiga mahasiswa itu datang tergesa-gesa dengan ekspresi yang sangat senang. Mereka mencoba menarik perhatian semua orang di ruangan itu. Salah satu gadis yang letak kamarnya tak jauh dari kamar Aisyah berkata, "Teman-teman, akan ada fashion week di kampus tiga minggu lagi." Mendengarnya seketika membuat orang-orang di ruangan itu menegakkan punggung dari sandaran kursi.

Kemudian gadis yang bernama Blake itu membaca brosur yang di pegangnya, "Setiap asrama wajib mencalonkan lima orang dan maju mengikuti kompetisi. Ini adalah kesempatan untuk menunjukkan talenta kalian di bidang fashion. Kontestan yang paling bagus akan dipilih menjadi pemenang dan seluruh penghuni asrama sang pemenang akan diberi hadiah liburan ke Inggris." Semua mahasiswa yang berada di kafetaria itu bersorak-sorai senang. Mereka sangat bersemangat sekali.

Namun Aisyah menundukkan kepalanya sedih ketika mendengar nama negara Inggris disebutkan. Itu membuatnya teringat kembali pada Chris. Apa yang dilakukannya saat ini disana? Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia makan dengan teratur? Senyuman Chris kembali terngiang-ngiang di benaknya. Teman-teman asramanya kemudian hendak mencatat beberapa nama mahasiswa yang akan diajukan sebagai peserta. Aisyah sama sekali tidak bersemangat dan melanjutkan makan malamnya.

Mereka saling menyebutkan nama dan mengusulkannya. Beberapa diantaranya menolak dan mengopernya kepada teman disebelahnya. Begitu seterusnya hingga terpilih beberapa nama dan Blake mencatat nama-nama itu. Tak lama setelah itu, Helena berkata dan mengusulkan nama Aisyah. Seketika gadis itu kaget dan menolak usulan itu. Aisyah mencoba merangkai kata-kata untuk menolaknya. Semua mata di ruangan itu tertuju padanya dan mendengarkan. Namun gadis itu tidak bisa memikirkan alasan apapun dan kalimatnya menjadi tidak jelas.

Claire memutus kalimat Aisyah yang berulang-ulang itu dan berkata, "Baiklah, mari kita tentukan Aisyah untuk maju sebagai salah satu kontestan. Tolong Blake, catat namanya." Semua orang di ruangan itu mengangguk-angguk setuju. Aisyah hanya menghela nafasnya pelan menerima keputusan itu. Fokusnya sama sekali bukan kesitu. Namun apa boleh buat, Blake sudah menuliskan namanya dan disetujui oleh semua mahasiswa di asrama itu.