webnovel

Ospek Kampus

Namanya adalah Aisyah. Dia terlihat sangat berbeda dari gadis lainnya. Bukan hanya pakaiannya saja, tetapi dimataku dia juga terlihat cantik dan indah. Walaupun Scarlet, Jennifer, dan Meryl terlihat cantik dan seksi, namun entah mengapa Aisyah dengan pakaian yang serba tertutup seperti itu telah menarik perhatianku. Hanya telapak tangan dan wajahnya saja yang terlihat. Selebihnya, baju panjang itu menutup sempurna tubuhnya. Tak ada yang melihat bagaimanakah lekuk tubuhnya itu. Mungkin ia adalah seorang muslim. Dulu aku memiliki satu tetangga yang seperti dia.

"Tom, tolong ambilkan saus", pintanya padaku. Dengan malu-malu aku mengopernya. Sejak awal aku tak berani menyapanya terlebih dahulu.Walaupun aku senang sekali akhirnya dia berbicara padaku, namun dengan sempurna aku dapat menyembunyikan wajahku yang memerah. Akulah Tom Downey, penggemar rahasianya. Tak lama kemudian, Kak Sean datang dengan membawa piringnya. Ia duduk berhadapan dengan Aisyah. Mungkin banyak dari mereka yang tak menyadari apa yang terjadi dengan Sean, tetapi aku yakin bahwa ia juga menyukai Aisyah. Bahkan Aisyah pun tak mengetahui hal itu. Hanya aku yang dapat membaca gerak-gerik Sean.

Sean tampak beberapa kali mencoba untuk mengajak Aisyah berbicara. Namun gadis itu malas untuk menanggapinya. Walaupun mataku tertuju pada makanan didepanku, namun telingaku tak pernah terlepas dari percakapan kedua orang itu. Walaupun bibirku berbicara pada Robert namun fokusku hanya tertuju pada Sean dan Aisyah. Lalu kudengar samar-samar Aisyah berkata, "Kalau makan, jangan sambil berbicara." Sean menanggapi sikap dingin gadis itu dengan santai. Ia tertawa dan berkata, "Aku sudah dewasa, aku tidak akan tersedak." Aisyah diam saja dan meneruskan makannya.

Aku sedikit lega karena Aisyah tak ada niatan untuk condong padanya. Walaupun Sean tampan dan cukup berkharisma, namun mungkin dia bukanlah tipenya. Ada sedikit harapan untukku maju dan mendekatinya. Aku masih memiliki peluang. Seusai makan siang, Aisyah ijin sebentar. Sean dan Kate menanyakan alasannya. Gadis itu berkata bahwa ia ingin menjalankan ritual ibadahnya, sholat. Aisyah juga bertanya dimana tempat yang layak untuknya beribadah. Sean mengusulkan di ruangan komite saja untuk sementara waktu ini. Ia akan bilang pada panitia lainnya. Ia juga menawarkan diri untuk menemani namun Aisyah menolaknya dengan sopan. Ia berkata bahwa ia bisa kesana sendiri. Kemudian Sean meraih handphonya di saku celana dan menelpon panitia yang berada di ruangan komite.

Lima menit setelah Aisyah pergi, aku memikirkan sebuah ide bagaimana caranya untuk menyusulnya. "Kak Kate, aku ijin ke toilet." Kate mengiyakannya tetapi ia juga menyuruhku untuk ijin kepada Sean. Aku menghadap kepadanya yang sedang berbicara dengan Al Pacino. Setelah mendengarkanku, ia mengijinkanku dan akupun langsung keluar menuju ke ruang komite. Sesampainya disana aku hampir bertabrakan dengannya yang juga baru keluar dari pintu itu. Ia terkejut begitu juga aku. Kemudian, ia menggendong tas kecilnya dipunggung. "Ada apa? Apakah kau ada keperluan di komite?" tanyanya.

Aku menggaruk belakang kepalaku yang tidak gatal dan berusaha untuk mencari alasan yang tepat. "Tidak, hanya tadi Sean….." ketika aku berusaha merangkai kata per kata, kemudian Aisyah mendesah kesal mendengar nama itu. "Laki-laki itu memang menyebalkan. Aku tadi kan sudah ijin kepadanya. Apakah itu kurang jelas? Ayo Tom, kita kembali ke kelompok sebelum dia marah." Ia mengoceh kesana dan kemari melampiaskan kekesalannya. Aku tersenyum mendengar setiap ocehannya itu.

Setibanya kami di kelompok, Sean dan Kate mengumpulkan kami bersandingan dengan kelompok-kelompok lainnya. Kita berkumpul didepan bangunan yang aku lupa apa namanya dan kita duduk diatas rumput hijau itu. Kami semua duduk bersebrangan dan dipisahkan oleh jalan yang beraspal. Tampak senior-senior yang juga turut menyaksikan dari pelataran gedung ataupun dari belakang kami. Sinar mentari tertutupi oleh dedaunan pohon yang rindang ini.

Sekarang jadwalnya untuk pertunjukan kecil-kecilan. Diantara kelompok-kelompok itu ada yang melakukan dance, menyanyi, melawak, pertunjukan peran, dan lain-lainnya. Aisyah tampak duduk dengan seseorang. Aku menghampirinya dan duduk berjarak disampingnya. "Hai Tom, kenalkan ini teman asramaku, namanya Helena." Ia mengenalkanku padanya. Aku juga mengenalkan diriku pada Helena. Mereka berdua tampak asyik berbincang, lalu tampaknya Aisyah teringat akan sesuatu kemudian ia juga mengajakku berbicara.

"Apakah teman-teman sekamarmu sudah datang semua, Tom?" tanyanya. Aku mengangguk lalu berkata, "Mereka sudah datang dan Robert adalah salah satu teman sekamarku." Mendengarnya, Aisyah membelalakkan kedua mata birunya, terkejut. "Robert? Robert De Nicholson? Pantas saja kalian berdua terlihat akrab. Di kamarku hanya tinggal satu orang yang belum datang. Mungkin tadi pagi ia hanya meletakkan koper-kopernya lalu langsung berangkat ke kampus." Ketika aku hendak menyambung topik itu, kemudian Sean datang dan duduk bersama kami. "Padahal aku berharap untuk melihatmu menari, Aisyah. Tetapi sayangnya kau memutuskan untuk menampilkan drama dengan kelompokmu." Mendengarnya, Aisyah bersungut-sungut tak menanggapinya.

Tak lama kemudian, kelompok Helena dipanggil kedepan. Gadis itu pun maju bersama dengan kelompoknya. Aisyah tersenyum dan melambaikan tangan melepas kepergiannya. Ia juga memberinya semangat. Ia tersenyum lepas kepada Helena. Aku tak pernah melihatnya tersenyum seperti itu. Untuk beberapa detik, jantungku berhenti berdetak. Wajahku memerah dan tersipu malu. Kulihat Sean menghampiriku dan duduk disampingku. Ia menawarkanku kacang yang digenggamnya. Aku pun makan bersamanya. Kemudian ia berbisik pelan padaku, "Apakah kau menyukai teman Aisyah? Wajahmu memerah." Aku diam tak menanggapinya.

Setelah kelompok Helena maju, nama kelompok kami dipanggil kedepan. Kami memerankan kisah singkat Don Juan dengan sifat playboy nya yang terkenal seantero jagad raya pada jaman itu. Yang memerankan Don Juan adalah Denzel. Sedangkan laki-laki yg lain menjadi teman-teman geng setia Don Juan. Dikisahkan bahwa ia begitu tampan dan nakal. Ia selalu mendapatkan wanita yang diinginkannya dan tidak ada satupun dari mereka yang tidak jatuh hati padanya. Kami juga meletakkan unsur komedi didalamnya. Unsur komedinya terletak pada bagian ketika wanita-wanita itu jatuh hati pada Don Juan. Don Juan melelehkan hati mereka dengan cara yang sangat sederhana. Seperti halnya ketika ia tidak sengaja menjatuhkan apel dari tangannya, ketika ia tersandung oleh batu dan berkata-kata kotor karena terkejut, bahkan ketika ia menguap pun wanita-wanita itu langsung jatuh hati padanya. Namun ketika giliran Aisyah, Don Juan memerlukan sedikit usaha untuk menggetarkan hatinya. Kemudian ia bernyanyi dengan suara false nya. "Aku tak main-main, seperti lelaki yang lain." Setelah mendengarnya bernyanyi, Aisyah pun jatuh hati padanya.

Teman-teman dan senior tertawa melihat lakon kelompok kami. Sean dan Kate berdiri dan bertepuk tangan paling keras. Seusainya, Sean menghampiri Aisyah dan berkata, "Peran itu sangat cocok denganmu, kau cuek sekali." Sean tertawa. Lagi-lagi gadis itu tak menanggapinya. "Lihat, lihat, wajah Angry Bird." Sean tertawa lagi. Aktifitas hari itu sudah selesai dan kami beranjak untuk kembali ke asrama masing-masing, namun diantaranya ada yang mau bersantai-santai di kafe dahulu sambil memakan kudapan sore. Sedangkan Aisyah, Sean menghentikannya dan berkata, "Mulai besok setiap pagi dan pulangnya kau bagikan dan mengumpulkan kertas resolusi kegiatan teman-temanmu ya ke aku. Untuk hari ini biarkan saja. Besok sebelum kegiatan dimulai, temui aku dulu." Itulah mengapa ia menunjuknya sebagai ketua tim karena ia ingin selalu bersamanya, bercakap-cakap dengannya, hanya berdua.

Aku menunggunya dari kejauhan dan menyandarkan punggungku ke pohon dekat situ. Setelah Aisyah berpamitan dengannya, aku menegakkan punggungku kembali dan kulambaikan tangan padanya. Ia menyadari keberadaanku dan tersenyum ramah padaku. Melihat senyuman itu, seketika seperti ada angin sepoi-sepoi yang hangat menerpa wajahku. Aku tersenyum malu-malu. "Kok belum pulang? Tidak ikut bersama teman-teman ke kafe? Sebenarnya aku sangat ingin bergabung dengan mereka, tetapi ada sesuatu yang ingin kukerjakan." Aku bergumam lalu berkata, "Oh begitu. Aku juga ada sesuatu yang ingin kukerjakan. Kapan-kapan saja ke kafenya."

"Asramamu dimana?" tanyanya. Aku menunjuk bangunan diujung sana. "Oh yang itu. Kalau aku di Pennypacker." Tak lama kemudian, seseorang memanggil nama Aisyah dan melambaikan tangannya. Aisyah membalas lambaian tangan itu dan berkata, "Kebetulan sekali, ayo pulang bersama." Ucapnya kepada gadis yang bernama Caroline. "Kau tidak melihat Helena? Padahal tadi aku bersamanya", lanjut Aisyah. "Tidak, mungkin dia pulang terlebih dahulu." Aku hanya diam saja mendengarkan perbincangan mereka. Aku memang tidak pandai menyambung percakapan. Butuh waktu dua menit untukku berpikir. Aku lebih banyak diamnya dan lebih suka mendengarkan orang lain berbicara. Duduk, tenang, seperti anak kecil yang penurut.

Kita kemudian berpisah. Aku mengarah ke asramaku dan Aisyah ke asramanya. Masih terdengar suaranya samar-samar dari kejauhan. Bagiku suaranya adalah musik yang indah mengiringi setiap langkahku. Walaupun langkahku menjauhinya, namun fokusku tetap mengarah padanya. Suaranya yang semakin jauh masih dapat kudengar. Itu mirip seperti bisikan seorang ibu kepada anaknya yang hendak tidur di malam hari. Tak kusadari, senyuman tersirat diujung bibirku.