webnovel

Kenangan-Kenangan

Pagi itu di hari yang cerah, para siswa baru sudah berdatangan memenuhi area sekolah. Ada yang datang sendirian dan ada yang datang bersama orang tua mereka. Banyak dari mereka yang mengendarai mobil mewah. Namun ada pemandangan yang sangat berbeda di tengah-tengah mereka. Aisyah datang bersama ibunya yang berpakaian panjang dan serba tertutup. Mereka berdua langsung menjadi pusat perhatian seketika memasuki gerbang sekolah. Semua pasang mata memandang kearah mereka. Termasuk Chris Eustache yang baru saja turun dari mobil Bugatti Veyron Super Sport nya yang didominasi oleh warna hitam dan jingga. Ia melepas kacamata hitamnya dan memandang kearah Aisyah. Alisnya mengerut melihat pemandangan yang berbeda untuk yang pertama kalinya di pagi hari itu. Ketika ia menyadari bahwa dirinya dan yang lainnya bersama-sama memandang kearah siswi baru itu, ia berdehem untuk menyadarkan diri kemudian melangkah memasuki lorong sekolah.

"Sampai disini saja, Ma. Aisyah bisa sendiri kok." Aisyah tersenyum kemudian masuk seorang diri kedalam lingkungan sekolah. Setiap siswa baru mencari namanya di mading sekolah untuk melihat pembagian kelas mereka. Aisyah menemukan namanya dan segera menuju kelas tersebut. Di lorong kelas, Aisyah berpapasan dengan seorang pemuda yang berpostur tinggi dan berambut pirang kuning agak keputih-putihan. Ia mengenakan kacamata hitam. Tercium aroma parfum yang sangat khas darinya. Aisyah hanya melihatnya sekilas lalu lanjut berjalan menuju kelasnya. Tanpa diketahuinya, dibalik kacamata hitam itu ada sepasang mata yang terus memperhatikannya sejak ujung lorong tadi. Semakin dekat dilihatnya semakin jelas wajah Aisyah. Ia tersenyum tipis ketika Aisyah melewatinya.

Didalam kelas, sudah ada beberapa siswa disana. Mereka bergelombol membentuk formasi tiga atau empat orang siswa. Awal memasuki kelas, Aisyah merasa gugup. Semua mata memandang kearahnya dari kaki sampai kepala. Ia bingung apa yang harus dilakukannya saat itu. Sejenak ia merasa terintimidasi. Melihat tas dan pakaian bermerek yang mereka kenakan, melihat pernak-pernik yang ada di leher dan pergelangan tangan mereka, itu sangat menggoyahkan kepercayaan dirinya. Terlebih lagi, gadis itu tidak mengenal siapapun disana. Kemudian ia menghembuskan nafasnya pelan lalu berbisik didalam hatinya. "Aisyah, tunjukkan semangat umat Nabi Muhammad. Bayangkan jika beliau ada disini dan memperhatikanmu. Sadarlah bahwa aku disini sedang membawa kehormatan Islam yang mulia. Aku bukanlah umat yang mudah untuk diremehkan." Gadis itu melangkah masuk dan mulai tercium olehnya aroma-aroma parfum yang mewah dan berkelas atas. Semua mata itu masih memandang kearahnya. Beberapa dilihatnya berbisik-bisik pada temannya. Aisyah tersenyum lalu menyapa mereka, "Hai teman-teman, namaku Aisyah Kimberly. Senang bertemu dengan kalian. Aku harap kita bisa menjadi teman baik." Ia kemudian duduk di salah satu kursi dan meletakkan tasnya diatas meja. Kelas yang semula hening kembali ramai. Namun masih tidak ada yang mengajak Aisyah mengobrol. Mereka masih dalam grub nya masing-masing. Ia menoleh kearah kanan dan kirinya. Siswa-siswa itu asik mengobrol satu dengan yang lainnya. Kemudian Aisyah bangkit dari bangkunya dan mencoba menyapa seseorang yang berada di sebelah kanan bangkunya. Dilihatnya dua siswa duduk dan dua siswa lainnya berdiri mengitari meja itu. Mereka tampak seru sekali membahas tentang sesuatu. "Hai, aku Aisyah. Boleh berkenalan?" ia tersenyum ramah sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Yang pertama kali menyambut tangannya adalah Lucy. Kemudian satu per satu Aisyah menyalami mereka kecuali Aydan. Aisyah menjelaskan padanya dengan sangat sopan mengapa ia menolak untuk bersentuhan dengan laki-laki. Mereka mulai bertanya mengapa baju yang Aisyah kenakan berbeda dan lain sebagainya. Perlahan tapi pasti, mereka mulai mengenal satu sama lain. Kecanggungan yang semula dirasakan, kini telah tiada.

Tak lama kemudian, wali kelas memasuki ruangan itu. Para siswapun kembali ke tempat duduk masing-masing. Mr Alexander Colin memperkenalkan dirinya sebagai wali kelas mereka lalu kemudian beliau membacakan nama-nama siswa yang mendapat nilai tertinggi saat mengikuti tes ujian masuk. Nama yang berada diurutan teratas adalah nama Aisyah. Mendengarnya, seketika seluruh isi kelas menoleh padanya. Lucy yang duduk disebelah Aisyah terheran-heran tak percaya sambil mengangkat kedua alisnya. "Yang mana namanya Aisyah Kimberly?" tanya Mr Alexander. Aisyah dengan ragu-ragu mengangkat tangannya. Itulah awal mula Aisyah mulai disegani oleh kawan-kawannya.

Dua minggu pertama berjalan seperti biasanya. Aisyah semakin menunjukkan prestasinya disetiap mata pelajaran. Walaupun ia membatasi dirinya dengan siswa laki-laki, tetapi ia masih berinteraksi dengan baik pada mereka. Tak jarang teman sekelasnya datang ke meja Aisyah saat istirahat dan meminta bantuannya untuk menjelaskan ulang pada mereka tentang salah satu teori yang ada di buku pelajaran. Salah satunya adalah Bethany. Kursinya terletak sangat jauh dengan Aisyah. Itu membuatnya jarang sekali berinteraksi dengannya. Semakin lama ia mengenal Aisyah, ia menemukan beberapa kesamaan dengannya salah satunya adalah hobi membaca novel. Mereka juga mengenal penulis-penulis ternama. Tak jarang mereka saling meminjam koleksi novelnya untuk dibaca.

Aisyah mengusap air matanya yang mengalir membasahi pipinya ketika mengingat masa-masa itu. Ingatannya kembali berputar berganti kaset. Malam itu adalah malam valentine di tahun kedua mereka di SMA itu. Seperti biasa, Aisyah selalu menolak jika diajak ke pesta-pesta semacam itu. Ia lebih memilih menghabiskan malamnya untuk berduaan dengan buku-buku yang tebal. Di hari liburnya seperti sekarang, ia dibebaskan dari materi-materi sekolah oleh ayahnya. Jadi, ketika hari libur tiba, ia lebih suka membaca novel-novel klasik dan karya sastra lainnya. Ditengah-tengah konsentrasinya, handphone nya berdering dan terlihat nama Lucy di layar itu. Suara Lucy tertutupi oleh musik yang keras namun Aisyah masih dapat mendengarnya samar-samar. Lucy berkata bahwa telah terjadi sesuatu yang tidak terduga. Di pesta itu, Bethany bertengkar dengan seseorang dan hampir tidak dapat dipisahkan. Untungnya ada beberapa laki-laki yang membantu. Mereka menahan kedua gadis itu untuk saling menjambak dan menendang satu sama lain. Setelah gadis itu dijauhkan, Bethany merasa agak tenang dan ia menenggak minuman beralkohol sangat banyak. Ia terus bercetoleh tak jelas dan Lucy mencoba menghentikan gerakan tangannya untuk minum dan minum lagi. Hingga akhirnya Bethany lemas tak sadarkan diri. Ia sudah mabuk berat.

Lucy kebingungan bagaimana caranya ia membawa Bethany pulang. Kemudian ia terpikir akan Aisyah yang tinggal didekat daerah itu. Tak lama kemudian, Aisyah datang dengan ekspresi yang panik. Mereka berdua membopong tubuh Bethany dan dibawa ke mobil Lucy. Selama diperjalanan, Bethany masih berceloteh tak jelas. Terkadang ia mengutuk perempuan yang menjambaknya itu. Terkadang ia membahas guru yang menyebalkan di sekolah. Terkadang pula ia bercerita tentang kebodohannya sendiri. "Maafkan aku teman-teman, sebenarnya yang kentut waktu itu adalah aku, bukan Lauren." Mendengar pengakuan itu, seketika Lucy dan Aisyah tertawa. Bethany masih belum sadar sepenuhnya dengan ekspresi datarnya. Malam itu mereka menginap menemani Bethany yang sendirian dirumah luas itu. Orang tuanya sedang bertugas diluar kota. Pagi harinya, Bethany berteriak ketika melihat pantulan dirinya di cermin. Kedua temannya yang berada di dapur segera berlari ke kamarnya. Bethany sangat terkejut melihat penampakannya yang mirip seperti badut di sirkus. Lipstiknya berantakan, rambutnya acak-acakan, eyeliner hitamnya meleleh kepipinya, dan lain sebagainya. Aisyah dan Lucy hanya menertawakannya.

Aisyah menghapus air matanya sekali lagi kemudian berkata, "Hari-hari yang kita lewati sangat berarti dan menyenangkan. Mari kita simpan kenangan itu sebagai harta karun. Kita selalu menghabiskan waktu bersama dan aku tidak pernah menyesali setiap detiknya. Aku pasti akan sangat merindukan masa-masa bersama kalian. Kelulusan ini bukanlah akhir dari semuanya. Kita akan tetap menjadi sahabat selamanya. Kita masih bisa bercerita seperti sekarang. Walaupun kita terpisah jarak, tetapi kita masih bisa memandang langit yang sama dan melambaikan tangan saling menyapa dari kejauhan. Aku pasti mendengarnya dan akan membalas sapaan kalian." Bethany menghapus air matanya dan berusaha untuk tersenyum. Ia memeluk kedua sahabatnya itu sambil berkata, "Aisyah benar. Kita masih bisa seperti ini. Kapan-kapan aku dan Aisyah pasti akan mengunjungimu di Belanda dan perkenalkanlah kepada kami cowok-cowok tampan disana. Ajaklah kami berkeliling." Lucy tersenyum mendengarnya. Ia masih tersedu-sedu sambil mengusap air matanya. Aisyah bangkit dari duduknya dan mengumpulkan tenaganya untuk tersenyum lebar. "Ayo menonton film. Kakakku mendownload film baru kemarin." Walaupun bibirnya tersenyum namun kedua mata birunya masih berkaca-kaca.