webnovel

Dia Tidak Semunafik Itu part 2

Bethany menggigitnya satu gigitan dan memutar botol itu. Kini, moncong botol itu mengarah ke Bethany lagi. Ia melayangkan pertanyaannya kepada adiknya. "Berapa banyak gadis yang kau saikiti?" Aaron tertawa mendengarnya. Ia tampak berpura-pura menghitung dengan jemarinya. Bethany memicingkan mata kepadanya dan berdecak kesal. Tidak hanya nakal, tetapi sangat nakal sekali, batinnya kepada Aaron. Ia tersenyum polos melihat tatapan kakaknya itu. "Tidak. Aku tidak pernah menyakiti perasaan mereka." Ia meraih botol itu dan memutarnya. Tentu saja pernyatannya itu merupakan kebohongan besar.

Kali ini moncong botol itu mengarah kepada Aaron. "Aku punya dua pertanyaan untuk kak Aisyah. Apakah itu boleh?" Gadis berjilbab itu mengangguk mengiyakan. "Bagaimanakah perasaan kakak kepada Chris? Dan siapakah yang sekarang menempati hati kakak?" Bethany memukul kepala adiknya pelan. "Kau ingin tahu saja." Senyuman Aisyah terhenti dan bayangan Chris mulai muncul lagi. Ia teringat akan senyuman pemuda itu. Gadis itu sangat merindukan suaranya, tawanya, aroma parfumnya, dan semua tentangnya. Namun sekarang tidak ada satupun yang tersisa. Hanya kehampaan yang dirasakannya. "Aku dan Chris hanya sebatas teman saja. Tidak ada perasaan apa-apa diantara kami." Ia menunduk sejenak dan melanjutkan, "Dan sekarang aku menjalin hubungan dengan pemuda asal Turki." Aisyah berusaha untuk tersenyum.

"Wow Turki. Seberapa seksinya dia", kata Aaron dengan kehebohannya. "Turki? Jauh sekali, Aisyah." Sebuah suara muncul dari arah belakang. Sang nyonya pemilik rumah datang dan bergabung dengan mereka. Ia mengambil satu tusuk barbecue dan memandang lembut kearah Aisyah. "Apakah itu tidak terlalu beresiko menjalin hubungan dengan orang luar negeri. Bahkan kalian belum bertemu kan? Bagaimana kalau dia berbohong kepadamu? Bagaimana kalau ternyata dia mempunyai gadis lain disana? Kau tidak tau apa-apa disini."

Mendengarnya, Aisyah tersenyum lalu berkata, "Aisyah tau akan resiko-resiko itu, tante. Tetapi tidak semua orang Turki semunafik itu kan? Mungkin saja dia adalah satu diantara orang-orang Turki yang baik dan jujur. Apa salahnya mencoba? Mungkin saja dia adalah jodoh Aisyah." Ibu Bethany tersenyum lembut dan mengelus kepala Aisyah. "Semoga dia memang yang terbaik untukmu." Percakapan sore itu di rumah Bethany berakhir dan beberapa menit kemudian Lucy dan Aisyah pulang kerumah masing-masing. Bethany mengantarkan teman-temannya pulang sampai didepan rumah mereka. Ia melambaikan tangannya lalu menginjak pedal gas mobil mewah itu.

Selama di dalam lift, Aisyah membuka handphone nya dan melihat beberapa notifikasi dari kekasih Turkinya itu. Seharian ini ia mematikan nada dering handphonenya agar tidak ada yang mengganggu waktu kebersamaannya dengan kedua sahabatnya. Ia tersenyum tipis membaca pesan-pesan itu. Ia mematikan handphone nya dan akan membalasnya nanti. Sekarang ia hendak menemui keluarga kecilnya.

Pukul 03:25 PM, waktu Amerika.

Pardon the way that I stare

There's nothin' else to compare

The sight of you leaves me weak

There are no words left to speak

But if you feel like I feel

Please let me know that it's real

You're just too good to be true

Can't take my eyes off of you

I love you, baby

And if it's quite alright

I need you, baby

To warm the lonely night

I love you, baby

Trust in me when I say

Lirik lagu milik Frankie Valli yang berjudul Can't Take My Eyes of Off You itu berputar secara otomatis di pikirannya. Lagu itu menjadi sangat romantis ketika sang pengirimnya adalah sang pujaan hati. Senyuman terlihat menghiasi bibirnya. Ketika ia membuka pintu, Asma dan ibunya sudah menyambutnya dibalik pintu dengan petasan kertas yang ditembakkan tepat diatas Aisyah. Kertas-kertas yang berkelap-kelip berjatuhan menghujaninya. Untung saja tadi ketika Aisyah menaiki lift, ia sempat mengirim pesan kepada ibunya bahwa ia sudah sampai di apartemen. Jadi, mereka berdua bisa bersiap-siap untuk menyambutnya.

"Selamat atas kelulusanmu." Asma memeluk dan mengecup kening adiknya. Aisyah membalas pelukannya dan tersenyum. Ibunya menyerahkan buket bunga yang sudah dibeli khusus untuk putri kesayangannya itu. Mata Aisyah membelalak lebar dan senyumannya mengembang. "Sejak kapan mama dan Asma menyiapkan ini semua?" Asma memeluk lagi adiknya gemas sambil berkata "Sejak tadi pagi, Aisyah. Untungnya kelasku hari ini diliburkan, jadi aku bisa membantu mama menyiapkan semua hal."

Asma teringat akan satu hal dan melepaskan pelukannya. "Dan tentu saja….." Ia mengambil kue spons bertaburan parutan keju diatasnya dari balik kulkas. "Tidak lupa juga, aku menyiapkan kue spesial untukmu. Tetapi maaf jika hanya ini yang bisa aku berikan dibandingkan dengan apa yang telah Bethany sajikan untukmu tadi." Aisyah tersenyum lalu berkata, "Ini sudah lebih dari cukup. Aku sangat senang atas kejutan ini. Apapun yang mama dan Asma lakukan selalu berkesan bagiku. Terimakasih." Mereka bertiga berpelukan dengan hangat.

Hari itu berlalu dengan cepat. Matahari cepat sekali terbenamnya. Namun bagi orang-orang yang bersusah hati maka akan dirasakannya hari berlalu dengan sangat lama. Bahkan seperti ada tikus gendut yang mengganjal dan memperlambat gerak jarum jam itu. Selama hari-hari kosong itu, Aisyah mempersiapkan betul-betul untuk tes masuk universitas ternama, Harvard. Ia mengisi hari-harinya hanya untuk belajar, menyembah tuhannya, makan, mandi, dan chatting dengan kedua sahabatnya, tak lupa ia juga berkomunikasi dengan pemuda asal Turki itu.

Sebagian besar waktunya ia habiskan didalam kamar dan buku-buku tebalnya itu tak pernah ditutupnya. Otaknya bekerja bagaikan mesin pesawat yang siap mengudara kapan saja dibutuhkan. Bahkan tak jarang ia bermimpi tentang apa yang telah dipelajarinya itu. Dipenghujung hari, ia tak lupa menyempatkan diri setiap setelah magrib untuk bercakap-cakap dengan pemuda Turki itu hingga waktu Isya tiba. Hanya di waktu itulah kedua insan itu memiliki waktu senggang. Aisyah dengan kesibukan belajarnya dan pemuda Turki itu yang baru saja bangun tidur di waktu-waktu menjelang sholat tajahudnya. Biasanya setelah bercakap-cakap dengan Aisyah, Shoaib tidur sebentar sambil menunggu adzan subuh berkumandang. Perbedaan waktu yang sangat jauh mempersulit jalannya komunikasi antara mereka berdua.