webnovel

Kisah Cinta Tak Biasa

Wanita yang selama ini terus murung dan bersedih, berubah menjadi wanita yang ambisius demi membalaskan dendamnya. Dia nekat menjebak lelaki yang telah membuatnya kecewa dengan membuat dirinya hamil anak dari lelaki tersebut. Jati dirinya sebagai wanita misterius penunggu jembatan cinta perlahan hilang saat dia memutuskan meninggalkan tempat persinggahannya tersebut. Masa lalu kelam yang harus membuatnya tinggal menyendiri. Dan, dendam yang membuatnya kembali berbaur dengan orang-orang. Dalam misi membalaskan dendamnya, dia harus kembali terjebak dalam buaian cinta. Saat dirinya kembali jatuh cinta, dengan tega suaminya menikah dengan wanita lain yang tengah mengandung anaknya.

Euis_2549 · Urbain
Pas assez d’évaluations
312 Chs

Difitnah

"Cukup, Ayah! Jangan tampar aku lagi. Saat ini Ayah sudah kehilangan hak untuk melakukan hal itu. Ayah bukan lagi ayahku," murka Kinar.

"Aku tidak perduli akan hal itu. Aku juga bahkan tidak mau menjadi ayahmu. Aku hanya ingin kamu pergi dari rumahku!" usir Heru.

"Mengapa bisa Ayah menjadi orang yang sangat tidak tahu malu seperti ini? Ayah mengaku rumah ini sebagai rumah Ayah? Itu salah besar, Ayah! Rumah ini bukan rumahmu. Ini rumah Ibuku!" tegas Kinar.

"Diam! Jangan banyak bicara lagi. Kamu pergi saja sana!" celetuk Heru.

Bu Kiran yang saat itu berada di dalam dapur, dia samar-samar dapat mendengar keributan yang terjadi di ruang tengah. Bu Kiran pun langsung saja bergegas pergi ke ruang tengah untuk mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi.

Saat telah tiba di ruang tengah, Bu Kiran sangat terkejut saat melihat suami dan juga putrinya tengah bersitegang.

"Ada apa ini?" tanya Bu Kiran.

Mendengar suara Bu Kiran, sontak saja Kinar dan Heru pun langsung saja panik. Seketika itu juga mereka langsung menatap ke arah Bu Kiran.

'Ibu ... apa ini saatnya aku mengatakan yang sebenarnya kepada Ibu? Apa aku katakan saja ya kalau Ayah telah membuatku bekerja di tempat kerja yang begitu terkutuk? Sepertinya ini memang saatnya untuk aku berkata jujur. Aku harus bicara kepada Ibu. Aku harus membongkar kebusukan Ayah. Ibu adalah wanita yang begitu baik. Dia tidak pantas dimiliki oleh lelaki yang begitu buruk seperti Ayah. Aku harus ungkap rahasia ini'. Batin Kinar.

Kinar pun akhirnya memutuskan untuk cerita saja kepada ibunya semua perlakuan buruk ayahnya.

'Waduh ... kacau ini mah. Kenapa Kiran malah muncul di saat seperti ini sih? Harusnya dia datang saat aku telah mengusir Kinar saja. Jadi kan aku bisa mengatakan kalau si Kinar pergi dari rumah ini dengan sendirinya, itu karena dia sudah tidak sudi untuk hidup bersama dengan kedua orang tuanya. Aku akan memfitnah Kinar. Kalau seperti ini gimana? Gimana coba kalau Kinar malah keburu ngomong yang sesungguhnya kepada ibunya itu? Ck, baiklah, sebelum Kinar yang mengatakannya kepada Kiran, maka akan lebih baik jika aku yang berbicara duluan. Aku yang akan menuduh Kinar. Aku akan memutar balikan fakta. Aku akan memburukan Kinar di hadapan Kiran'. Batin Heru.

Heru memang sangat licik. Dia bahkan memiliki pikiran yang sekeji itu berniat memfitnah anaknya sendiri.

Bu Kiran pun semakin mendekati Heru dan juga Kinar.

"Ada apa? Kenapa kalian berdebat seperti tadi? Ada masalah apa?" tanya Bu Kiran kembali.

"Bu, Kinar ingin mengatakan sesuatu kepada Ibu. Ada suatu kebenaran yang belum Ibu ketahui. Dan Ibu harus secepatnya tahu tentang masalah ini. Ibu harus tahu, Bu," ucap Kinar yang akan segera mengungkapkan segalanya.

'Sialan! Si Kinar beneran mau membongkar rahasiaku di depan ibunya. Aku tidak akan biarkan hal itu terjadi. Awas saja kau Kinar'. Batin Heru.

"Ayo Kinar, katakan kepada Ibumu! Katakan saja semuanya! Katakan tentang kebenaranmu dan juga sesuatu yang selama ini kamu sembunyikan! Katakan alasan mengapa kamu tidak pernah pulang ke rumah! Ayo katakan!" titah Heru.

'Ada apa dengan Ayah? Kenapa Ayah justru malah menyuruhku untuk mengatakannya? Apa Ayah tidak takut sama sekali kalau keburukannya diketahui oleh Ibu? Ada yang tidak beres'. Batin Kinar.

"Apa? Kebenaran apa? Apa yang kalian rahasiakan dariku? Apa yang tidak aku ketahui dari kalian?" selidik Bu Kiran.

"Ayo, Kinar. Ayo cepat katakan!" titah Heru yang seakan menekan Kinar untuk berbicara.

"Ibu ... Ibu, sebenarnya," ragu Kinar.

Kinar masih ragu untuk mengatakan hal yang sebenarnya kepada ibunya itu. Dia takut ibunya akan terluka saat mengetahui yang sesungguhnya.

"Akh ... lama kamu. Biar Ayah saja yang mengatakannya kepada Ibumu itu," ucap Heru. "Jadi sebenarnya begini Kiran, kamu pasti tidak akan percaya mendengar kata-kataku ini. Tapi itulah kebenaran yang sesungguhnya. Apapun yang aku katakan, itu adalah kebenarannya. Aku juga sangat yakin bahwa kamu pasti akan terluka dan kecewa setelah kamu mengetahui hal itu. Tapi tetap saja aku harus mengatakan hal ini padamu. Kamu perlu mengetahui yang sesungguhnya," ujar Heru.

"Apa? Cepatlah katakan! Jangan buat aku semakin penasaran saja," ucap Bu Kiran.

"Putrimu ini," tunjuk Heru ke arah Kinar. "Dia bukan anak baik!" celetuk Heru.

"Apa?" kaget Bu Kiran.

'Apa ini? Mengapa Ayah langsung berucap seperti itu? Ini bukan kebenaran yang sesungguhnya'. Batin Kinar.

"Tidak, Ibu! Itu bukan kebenarannya," bantah Kinar.

"Diam kamu, Kinar! Kamu tidak perlu membantah lagi. Ibumu juga harus tahu," ucap Heru.

"Tapi itu bukan kebenaran yang sesungguhnya," ucap Kinar.

"Lalu apa yang benar? Apa tentang kamu yang menjadi seorang wanita pekerja di tempat hiburan? Tugasmu menemani para pria hidung belang yang tengah minum-minum? Iya, itu yang sesungguhnya? Atau kamu yang sering disentuh oleh mereka?" sungut Heru.

"Apa?" kaget Bu Kiran. Dia benar-benar syok mendengar kata-kata Heru.

"Kinar, apa itu benar, Nak? Apa yang telah ayahmu katakan itu benar? Apa kamu bekerja seperti itu, Sayang? Katakan pada Ibu, Nak! Cepat katakan!" titah Bu Kiran.

"Ibu ... Ibu, itu memang benar, Bu," aku Kinar.

"Kiran, kamu ... jadi selama ini kamu mencari uang dengan cara yang salah, Nak? Kamu telah membuat Ibu kecewa, Kinar," ujar Bu Kiran yang membuat Kinar menjadi begitu sedih.

"Ibu, Kinar melakukan itu karena ada alasannya, Bu. Itu bukan keinginan Kinar," ucap Kinar.

'Gawat, sepertinya si Kinar mau mengungkapkan tentang diriku yang telah membuatnya bekerja di sana. Aku harus segera menghentikan ini semua'. Batin Heru.

"Apa? Apa alasannya, Nak?" selidik Bu Kiran.

"Halah, sudahlah, Kiran! Kamu tidak perlu lagi mendengarkan kebohongan apapun juga dari anak tidak tahu diri itu. Dia hanya ingin membuat kamu mempercayai semua kebohongannya," cicit Heru.

"Tidak, Bu! Kinar tidak berbohong. Kinar memang terpaksa bekerja di tempat itu," ucap Kinar.

"Sudah, Kinar. Cukup! Ayo cepat kamu pergi dari sini!" usir Heru.

Heru pun kemudian langsung saja menyered Kinar keluar dari rumah. Saat tiba di ambang pintu, Heru pun dengan cepat langsung melempar tubuh Kinar hingga Kinar terjatuh.

"Mas, apa yang kamu lakukan kepada anak kita?" ucap Bu Kiran yang tiba-tiba saja muncul di belakang tubuh Heru.

"Sudahlah, Kiran. Dia bukan anak kita lagi! Dia sudah membuat kita malu dan juga kecewa. Dia bukan anak baik," cicit Heru.

"Ibu, Kinar bisa jelaskan semuanya, Bu. Tolong dengarkan, Kinar," mohon Kinar.

"Pergi kamu, Kinar! Pergi! Sana pergi!" bentak Heru. "Ayo, Kiran, kita masuk saja. Biarkan anak itu di sana," ucap Heru yang langsung menarik Bu Kiran masuk ke dalam rumah dan langsung menutup pintu rumah.