Setelah berbicara di telepon, Teddy Permana kembali ke bangsal.
Dokter bersama beberapa perawat masih merawat Dina di salah satu ruang UGD dan membungkus luka Dina dengan perban, lalu setelah semuanya selesai berkata kepada Teddy Permana, "Oke, sudah selesai."
Kemudian Dokter mengambil obat dan menyerahkannya kepada Teddy Permana, "Ini untuk melancarkan sirkulasi darah dan menghilangkan stasis darah. Gunakan obat ini setiap empat jam, ingatlah untuk menggunakannya dengan hati-hati pada memar dan bengkaknya. Usahakan jangan menyentuh lukanya dengan air. Jika mandi, harus hati-hati."
"Oke, terima kasih." Teddy Permana mengangguk dan mengambil obat itu.
"Sama-sama, dan semoga lekas sembuh" Setelah itu dokter pergi meninggalkan mereka berdua.
Teddy Permana berjalan ke Dina Baskoro lalu berkata, "Oke sudah selesai, ayo pulang."
TapiDina Baskoro teringat kalau pekerjaan Teddy Permana belum selesai saat itu, jadi Dina sedikit khawatir dan berkata, "Tetapi urusan pekerjaanmu belum selesai. "
Teddy Permana sempat berpikir meskipun pekerjaannya saat itu memang belum selesai dan itu penting, tapi saat ini Dina Baskoro ada prioritas utamanya, jadi dia menggelengkan kepalanya dan berkata,"Tidak apa-apa, ayo pulang dulu. "
Dina Baskoro lalu mengangguk pelan.
Setelah itu, Dina tiba-tiba membuka tangannya pada Teddy Permana, "Peluk." Dengan nada manja yang kekanak-kanakan dan penampilannya yang lusuh saat itu, Dina tampak seperti anak kecil yang habis bermain.
Teddy Permana tidak mengatakan apa-apa, tetapi langsung menopang pinggul Dina dan memeluknya.
Setelah itu, Dina Baskoro jatuh di pelukan Teddy dan tidak mengatakan apa-apa juga. Dina Baskoro sepertinya masih trauma setelah kejadian itu.
Dalam hati, Teddy Permana menyesal dan tidak bisa menahan diri untuk tidak menyalahkan dirinya sendiri.
Ketika Dina pergi tadi, kenapa dia tidak memberi kunci mobilnya?
Dan juga jika Dina tetap tinggal, keadaan tidak akan seperti ini.
Tapi untungnya, Teddy sempat mengejarnya tadi. Jika tidak, Dina Baskoro sudah dibawa pergi oleh para preman itu dan Teddy Permana akan menyesal seumur hidupnya jika sesuatu yang buruk terjadi.
Setelah meninggalkan rumah sakit, Teddy Permana dengan hati-hati membawa Dina Baskoro masuk ke dalam mobil.
Seperti yang sudah dikira, Renata Sanjaya ada disana sedang duduk di dalam mobil hitam di seberang jalan sedang mengepalkan tangan dengan marah.
Dari saat Dina Baskoro diganggu preman tadi hingga saat Teddy Permana keluar untuk menyelamatkannya dan sekara keluar dari rumah sakit, Renata Sanjaya mengikuti mereka sepanjang jalan, sambil menahan emosi yang tak terbendung.
"Dasar preman sampah! Mereka begitu banyak dan tidak bisa menangkap Dina Baskoro? Dan satu per satu menjadi pengecut seperti tikus saat melihat Teddy Permana? Dan aku sudah membayar mereka begitu mahal! Dasar tidak berguna!"
Setelah membatin dengan emosi, Renata memandang ke arah mobil Teddy Permana dengan cemburu.
Saat pintu mobil terbuka, Renata Sanjaya dapat melihat dengan jelas Teddy Permana dengan penuh kasih sayang mengikatkan sabuk pengaman pada Dina Baskoro.
Kecemburuan di mata Renata Sanjaya menjadi lebih kuat. Akhirnya, berkata dengan getir, "Dina Baskoro, kamu beruntung kali ini tapi lain kali aku benar-benar akan membuatmu hilang dari muka bumi ini!"
Lalu Renata Sanjaya menginjak pedal gas dan pergi.
...
Lima belas menit kemudian, Dina Baskoro dan Teddy Permana sampai dirumah.
Teddy Permana turun dari mobil lalu menggendong Dina Baskoro. Begitu mereka memasuki pintu rumah Mbak Tiwi melihat perban yang melilit kaki Dina Baskoro dan bertanya dengan panik, "Bu Dina kenapa? Apa yang terjadi?" Mbak Tiwi melihat luka di sekujur tubuh Dina Baskoro.
Dina Baskoro hanya tersenyum ketika melihat Mbak Tiwi sangat khawatir, dan berkata dengan nada menenangkan, "Jangan khawatir, aku baik-baik saja."
Mbak Tiwi tentu tidak percaya kalau Dina baik-baik saja dan bertanya lagi, "Tidak mungkin baik-baik saja, apa yang terjadi sebenarnya?."
Teddy Permana lalu mencoba menenangkan situasi, "Tidak apa-apa, dia sudah diobati. Tenang saja."
Mbak Tiwi tidak bisa mengatakan apa-apa lagi, jadi hanya melihat mereka kemudian naik ke atas dan masuk kamar.
Setelah sampai di kamar, Teddy Permana melihat tubuh Dina Baskoro sangat kotor dan berkata, "Kamu mandi dulu dan panggil aku kalau sudah selesai."
Dina Baskoro mengangguk, lalu tertatih-tatih berdiri dan berjalan ke kamar mandi.
Teddy Permana masih menyalahkan dirinya sendiri dan merasa sedih melihat Dina seperti itu. Lalu berkata lagi, "Ingatlah untuk berhati-hati dan jangan sampai menyentuh lukanya dengan air."
Dina Baskoro berbalik dan tersenyum pada Teddy, "Jangan khawatir, aku ingat semua yang dikatakan dokter, aku akan berhati-hati."
Sesampainya di kamar mandi, Dina Baskoro pertama-tama memasukkan air panas dan kemudian air dingin, lalu berbaring di bak mandi dengan hati-hati untuk mencegah luka di kakinya menyentuh air dan meletakkan kakinya di tepi bak mandi.
Air hangat langsung menyelimuti seluruh tubuh Dina Baskoro membuat tubuhnya sedikit nyaman, tapi tiba-tiba merasakan nyeri disekujur tubuhnya.
Apalagi di bagian wajah yang terasa panas, walaupun sudah memberikan kompres di rumah sakit dan sudah diberi obat, wajahnya masih terasa sakit saat itu.
Memikirkan apa yang terjadi malam itu, Dina Baskoro mengutuk dalam hati. "Sungguh sial! Mengapa hal seperti itu bisa terjadi padaku? Jelas tidak ada orang di sekitar saat itu."
Memikirkan hal itu,Dina Baskoro tiba-tiba merasa bahwa kekacauan, perkataan, dan perbuatan preman tadi cukup mencurigakan. Juga dengan adanya mobil hitam itu yang sepertinya disiapkan secara khusus untuknya.
"Mungkinkah semua ini adalah perbuatan seseorang?"
Dina Baskoro langsung memikirkan Renata Sanjaya, karena dia adalah satu-satunya orang yang sangat membenci Dina. Tapi Dina Baskoro benar-benar tidak menyangka Renata Sanjaya menjadi begitu kejam kali ini.
Saat Dina Baskoro mandi, Teddy Permana turun ke lantai bawah dan menuju ke dapur, Teddy Permana membuka lemari es, mencari beberapa kantong es dan kemudian membuat kompres untuk Dina Baskoro.
Lalu Mbak Tiwi yang berjalan di belakangnya melihat Teddy sedang membuka lemari es mengira dia sedang lapar dan ingin makan, jadi Mbak Twi bertanya, "Pak Teddy lapar? Mau makan apa? Aku akan memasaknya sekarang."
Tetapi Teddy Permana menggelengkan kepalanya, "Aku tidak lapar Tiwi, apakah kamu punya kompres es?"
Mbak Tiwi berpikir sejenak, "Iya ada, aku akan mengambilnya."
Kemudian Mbak Tiwi menuju ke lemari es dan mengeluarkan sebuah kantong es lalu menyerahkannya kepada Teddy Permana.
Lalu Teddy Permana mengambil kompres itu dan naik, tapi ditengah jalan berhenti dan tiba-tiba memikirkan Dina Baskoro, Teddy berpikir mungkin Dina lapar dan Teddy lalu memerintahkan Mbak Tiwi untuk masak, "Tolong masakkan sesuatu dan antar ke kamar kalau sudah selesai."
"Baik, aku akan membuatkan sesuatu yang sehat untuknya." Mbak Tiwi mengangguk setuju.
Teddy Permana berkata, "Tidak apa-apa, kamu boleh memasak apa saja."
Mbak Tiwi tersenyum ketika menyadari Teddy Permana dan Dina Baskoro sangat rukun sekarang, "Pak Teddy, hubungan antara kamu dan Bu Dina benar-benar membaik sekarang. Aku benar-benar merasa bahagia melihat kalian sangat rukun."
Teddy Permana hanya tersenyum dan tidak berkata apa-apa.
Namun, Dina Baskoro saat ini memang jauh lebih baik dibandingkan dulu saat pertama kali tiba dirumah.
Mbak Tiwi melanjutkan, "Bu Dina benar-benar mengubah temperamennya sejak kalian bertunangan. Ngomong-ngomong, siang tadi Bu Dina itu sendiri yang memasak bekal makan siang untukmu sampai tangannya terluka."