webnovel

Situasi Yang Menyebalkan

"Aku pergi dulu sayang. Semoga kamu

selalu bahagia ya. Nanti kapan-kapan

aku mampir lagi kesini" karena cuaca

mendung ia harus cepat-cepat pulang.

Langkahnya begitu berat meninggalkan

Adel seorang diri di bawah tanah yang

dalam. Sejujurnya, Alan belum bisa

menerima kenyataan bahwa Adel pergi

meninggalkannya begitu cepat.

Hujan mengguyur kota, Alan langsung

meneduh di depan sebuah toko yang masih

buka. Disana banyak orang yang meneduh

karena hujan begitu deras. Alan berdiri di area sepi karena ia tidak menyukai suasana ramai.

"Alan?" Tiba-tiba suara perempuan

terdengar dari belakang Alan yang kini

sedang kedinginan.

Alan langsung menoleh ke belakang

melihat siapa yang memanggilnya.

Gadis itu tersenyum manis. Orang yang ia

duga Alan memang benar. Kini gadis itu

sedang bersama laki-laki tampan, mereka

beru saja keluar dari toko itu untuk

membeli cemilan kesukaan Aluna.

Ya benar, gadis yang memanggil Alan

adalah Mezzaluna Maharani. Gadis yang

kini sudah menjadi tunangan seorang

putra Fidelyo, Arsalan Fidelyo.

"Ini siapa Lun?" Tanya Devan yang berada

di samping Aluna.

Sontak pertanyaan itu membuat Aluna

bingung harus menjawab apa.

Tanpa mengatakan apapun, Alan pergi dari

hadapan Aluna dan Devan. Ia merasa tidak pantas mengganggu orang yang sedang 'pacaran'.

"Dia Alan." Jawab Aluna ketika Alan sudah

berlalu dari hadapannya.

Tiba-tiba deringan ponsel dari dalam

Slingbag berwarna peach. Aluna langsung

mengangkatnya.

"Halo Bun?"

"Kamu lagi dimana Lun?"

"Lagi neduh Bun di depan toko"

"Kamu lagi sama Devan?"

"Iya Bun"

"Sudah bunda kasih tau sayang kenapa

masih saja begitu?"

"Emm..i-"

"Sudah nanti kalo hujannya sudah reda

kamu langsung pulang yah. Ini udah

sore, nanti malam keluarga Fidelyo ngajak

kita makan malam. Kamu harus siap-siap

dari sekarang"

"Baik Bun"

"Ya sudah kamu hati-hati, bunda tutup yah

telfonnya. Assalamualaikum"

"Dari bunda?" Tanya Devan.

"Iya." Aluna mengangguk.

"Eh nanti kita jadi makan malem bareng

nggak?" Tanya Devan karena tadi pagi

Aluna sudah mengiyakan bahwa ia mau

makan malam bersama Devan.

Tapi tadi saja Maya bilang kalau ia

diundang makan malam bersama keluarga

Fidelyo yang tak lain keluarga Alan.

"Maaf Dev gue nggak bisa. Aku sama bunda

di undang ke makan malem sama keluarga

temen bunda."

"Yaudah nggak papa." ujar Devan pasrah.

***

Makan malam di sebuah restoran bintang

lima dihadiri Oleh Abraham Fidelyo. Bapak

dari Adam Fidelyo yang tak lain adalah

kakek Arsalan Fidelyo.

Semuanya sudah berkumpul. Abraham, Adam, Revina, Alan, Ayla, Aluna, Maya dan Ayu.

Aditama tidak bisa hadir karena beliau

masih bekerja sebagai dokter di luar kota.

Pertemuan ini untuk mempererat tali

silaturahmi antara keluarga Alan dan

Aluna. Karena keluarga dari Aluna berada

di luar kota jadi yang bisa hadir hanya

Maya dan Aluna. Ini juga akan membahas tentang

pernikahan putra penerus perusahaan

Fidelyo.

Sudah satu jam berlalu, mereka makan

dengan tenang karena Abraham tidak suka

jika makan sambil bicara.

"Alan." Abraham memecahkan keheningan.

"Iya kek?" Balas Alan yang duduk di

samping kiri Aluna.

"Kakek minta kamu dan Nak Luna

menikah sekitar delapan bulan lagi."

Kalimat itu membuat Aluna tersedak.

Ia yang sedang menikmati jus mangga

kesukaannya kini menjadi tidak nikmat

karena perkataan dari Abraham.

"Kamu kenapa sayang?" Tanya Maya yang

duduk di sebrang Aluna.

"Alan kasih dia minum." perintah Abraham.

Mau tidak mau Alan memberikan Air putih

miliknya karena ia sedang tidak selera

untuk meminum jus atau sejenisnya.

"Nggak!" Aluna menolak karena gelas itu

yang tadi Alan minum. Ia tidak mau jika

harus minum satu gelas dengan Alan. Bisa-bisa ia ketularan bisu dari Alan, pikirnya.

Kemudian Alan meletakan kembali

gelasnya. Di memang tidak terlalu

memusingkan hal sepele. Jika tidak mau ya

sudah.

"Luna, nggak apa-apa kamu sudah menjadi

tunangan Alan kamu juga akan menjadi

Istri Alan. Tidak usah merasa jijik ya."

nasehat Adam melihat Aluna yang masih

terbatuk.

Akhirnya Aluna mengambil gelas itu dan

meminumnya sampai habis padahal Alan

baru meminumnya sedikit.

"Gue baru minum sedikit tau nggak!" Kesal

Alan. Padahal ia masih makan bagaimana

nanti jika ia merasa haus ia juga tidak mau

mengambilnya lagi.

"Apa susahnya ngambil lagi sih!" Balas

Aluna.

"Lo yang ambilin!" Perintah Alan ketus.

"Idih ogah!"

"Aluna, ambilkan minumnya lagi." perintah

Maya. Mau tidak mau Aluna menuruti

perintah Maya.

"Sebenarnya kalian cocok kok." Celetuk

Abraham yang sedari tadi melihat

kelakuan cucunya itu.

"Iya cocok, lama-lama juga kalian bakal

nempel terus." ujarnya lagi membuat

semua yang berada di ruang VIP itu

tertawa.

"Alan. Kakek minta kamu mau

menjalankan tugas dari Papahmu. Apa

susahnya? Kamu tinggal memerintah

orang-orang dan itu tidak terlalu pusing

menurut kakek."

"Enggak kek. Biar Alan mengembangkan

usaha mamah, Alan mau buka cabang

dimana-mana." Balasnya tegas.

"Kamu tidak mau hanya karena adanya

adikmu Ayla?" Tanya Abraham sambil

melirik Ayla yang duduk berhadapan

dengan Alan.

"Dia bukan adik Alan! Stop bilang dia adik

Alan kek!" Tegas Alan.

Ayla hanya diam menunduk, ia bahkan

sudah membayangkan jika nantinya bisa

terus bersama Abangnya itu, Alan.

"Alan!" Adam menggebrak meja membuat

semua orang yang ada di meja itu terkejut.

"Sabar mas." Revina ikut berdiri karena

posisi Adam berdiri dan menatap tajam

Alan.

"Siapa yang mengajarkan kamu tidak sopan

Lan! Papah ini bermaksud baik agar kamu

bisa menghidupi keluarga kamu nanti!"

"Sudah! Adam duduk!" Perintah

Abraham, semuanya kacau. Suasana

menjadi panas.

Alan kemudian bangkit dari duduknya

tanpa mengatakan apapun.

"Luna, susul Alan yah?" Perintah Ayu,ia

ingin menyusul putranya namun keadaan

dirinya yang tidak memungkinkan.

Kemudian Aluna beranjak dari tempat

duduknya dan menyusul tunangannya

itu. Setelah sampai di parkiran Alan mulai

memasuki mobilnya.

"Alan!" Teriak Aluna.

Alan mengernyitkan keningnya,ia

kemudian berjalan di depan mobil

berwarna hitam miliknya.

"Lo mau kemana?" Tanya Aluna dengan

Nafas tak teratur.

"Bukan urusan lo!" Kemudian Alan

memasuki mobilnya dan mengabaikan

Aluna.

Aluna langsung ikut memasuki mobil alan

dan duduk di kursi samping pengemudi.

"Lo ngapain sih." Kesal Alan.

"Gue mau ikut lo."

Alan memutar bola matanya malas,

kemudian ia melajukan mobilnya

meninggalkan restoran itu. Alan menyalakan lagu barat untuk memecahkan keheningan. Ia memberhentikan mobilnya di depan

sebuah taman, kemudian ia turun tanpa

mengucapkan apapun pada gadis di

sampingnya, Aluna.

"Bisa nggak sih nggak usah tinggalin

gue." Kesal Aluna yang sudah menyusul

Alan. Kini mereka duduk di kursi taman

yang sangat sepi hanya ada beberapa

pengunjung itu pun jauh dari kursi yang

mereka duduki.

"Bisa ngga usah ganggu gue?" Ujar Alan.