webnovel

KEI

deLluvia · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
19 Chs

BECAUSE OF YOU

Suara beberapa orang diluar cukup mengalihkan perhatian kami, suara itu benar-benar berisiki. Sebenarnya aku masih terlalu sibuk memungut serpihan hati ku yang hancur saat di tangga sekolah, tapi semakin lama semakin mengganggu saja.

Bu Alda menggerutu kesal lalu berjalan keluar untuk melihat apapun itu yang telah mengganggu kelasnya. "Astaga!!" teriak bu Alda saat sudah diluar lalu segera menghilang. Sontak anak-anak kelas berlarian keluar untuk melihat juga. Siska, Linka, Marsha dan Lara memilih menghampiri ku dari pada ikut keluar.

"Kei, lo udah gapapa?" Linka bertanya dengan nada bersalah.

Wajah yang lain terlihat khawatir, aku tidak menyalahkan mereka, sungguh, aku tahu dengan baik siapa teman-teman ku.

"Gapapa, kok." aku tersenyum meyakinkan.

"Maaf banget Kei, gue bener-bener gatau kalau mereka itu brengsek." jelas Marsha.

"Iya gapapa, gue tau kok kalian ga maksud."

"Tadi tuh Shela yang ngajak ke kantin, trus duduk sama mereka." jelas Siska. "Gue awalnya udah curiga sebenernya."

"Iya, udah, gapapa." akhirnya aku mulai mengerti, ternyata Shela.

Suara ribut di luar tiba-tiba saja menghilang, dari dalam aku bisa melihat orang-orang berkumpul. Theo muncul dari balik orang-orang itu dengan wajah lebam dan seragam berantakan, dia berjalan ke arah ku.

"Ya Tuhan!" aku menahan teriakan ku dengan kedua tangan ku.

"Lo gapapa?" tanyanya, dia berjongkok di hadapan ku.

"Harusnya gue yang nanya, lo gapapa? Jadi ribut-ribut lo yang bikin?" rentetan pertanyaan keluar dari mulut ku.

"Gue baru denger soal lo di kantin tadi," ucapnya pelan, kepalanya tertunduk di ujung lutut kaki ku.

"Gue gapapa, Theo." aku meyakinkan.

"Apa mau pulang aja?" tanyanya.

"Sumpah, gue gapapa."

Hening, hanya suara nafas Theo terdengar begitu berat di telinga ku, yang lain hanya bisa diam menatap.

"Yaudah, yang penting lo gapapa." Theo bangkit lalu mengusap pelan puncak kepala ku. Aku melihat Theo menghampiri Anjas di ambang pintu lalu mengucapkan terima kasih.

Aku menghela nafas panjang, "Ya ampun, Anjas." ucap ku kesal.

"Abis tadi lo nangis sampe ngejerit gitu, kan gue panik. Kebetulan ada bang Theo di ruang guru pas di pantry, ya udah gue bilang aja kalo lo nangis abis dari kantin gatau kenapa." Anjas menjelaskan panjang lebar.

"Terus tadi itu ribut-ribut, Theo ngapain?" tanya ku penasaran.

"Gebukin temennya." Anjas bergidik, sakit di kepala ku tiba-tiba muncul. Bu Alda kembali ke kelas dan melanjutkan pelajaran sampai jam terakhir habis.

Theo mengirimkan ku chat untuk pulang saja duluan, jangan menunggunya, aku tahu dengan jelas pasti dia berurusan dengan pihak kedisiplinan karena melanggar peraturan. Disa mengantar ku sampai gerbang depan, kemudian menyuruh ku menunggu di pos satpam sementara dia mencari taksi. Kata-kata Tyo di tangga kelas kembali terputar di telinga ku, menyakitkan sekali.

Deru motor besar berwarna merah berhenti di hadapan ku, aku sunggu enggan menatapnya. Aku segera mengambil tas ku dan pergi sejauh-jauhnya dari dia, namun tangannya menahan ku dengan segera, perih yang tadi hilang kini terasa lagi.

Kaca helmnya terbuka memperlihatkan matanya dan sebuah goresan kecil di hidungnya.

"Kei," suara Disa memanggil, "Siapa Kei?" tanyanya setelah melihat aku dan si motor merah. "Eh itu udah dapet taksinya."

Aku melepaskan tangan ku darinya dan segera masuk kedalam taksi.

Disa mengantar ku sampai gerbang depan rumah, saat sampai di ruang tengah, ku lihat Mamih sedang menerima tamu diruang serba guna. Aku hanya melambai pada Mamih, lalu segera naik ke kamar ku untuk melanjutkan tangis ku.

"Kei," ku dengar suara Theo membangunkan ku, mata ku terasa sangat berat. "Makan dulu Kei, kata bibi lo belom makan dari pulang sekolah."

"Nanti aja," sebenarnya aku sedang tidak punya nafsu makan.

"Yaudah, mandi gih, ganti baju baru tidur lagi." Theo masuk ke kamar mandi, menyiapkan air.

"Kak," panggil ku, aku mengulurkan satu tangan ku, meminta bantuan untuk di tarik bangun.

Malamnya kami semua berkumpul di ruang tengah, biasa, menonton tv. Theo tidak menceritakan apapun pada Mamih soal kejadian di sekolah, aku sungguh berterima kasih karena hal itu. Malam semakin berat, aku tiduran di sofa sambil menonton, kepala ku sakit sekali. Mungkin karena menangis terlalu lama, aku tidak tahu.