"Kau tidak bercanda?"
Wajah Riuu seperti terlihat sangat terkejut mendengar apa yang diucapkan bisa Sean.
Satu tim dengan Sean? Bukankah itu sebuah hal yang sangat istimewa? Sean calon sniper yang handal menurutnya.
Pria itu tidak banyak bicara, bahkan terkesan tidak mau didekati karena ia seperti tidak suka ada di antara orang lain.
Tapi, sekarang, ia ditantang untuk bisa membuktikan kemampuannya, setelah itu akan menjadi tim Sean?
Tentu saja bukan tim sesama calon sniper. Karena, Riuu lebih suka menjadi seorang penembak jitu, sebab menurutnya tembakan yang dipakai oleh seorang penembak jitu itu senapan tempur yang dimodifikasi dan disertai oleh teleskop, hal yang membuat Riuu tertarik menjadi seorang penembak jitu, apalagi kalau bukan karena ia ingin menepis anggapan, bahwa ia seorang pemuda yang lemah?
Bukan berarti para sniper kurang keren. Menurut Riuu, semua pria yang bisa menggunakan senjata itu keren.
Jika ia lebih memilih menjadi seorang penembak jitu, bukan seorang sniper, itu karena perbedaan senapan saja yang menjadi alasan Riuu.
Sementara Sean? Lebih suka menjadi seorang sniper, karena menurutnya, sniper gesit melakukan penyerangan dengan memakai senapan runduk.
Ini sesuai dengan dirinya yang lebih suka memperhatikan dari kejauhan dengan posisi yang tidak biasa.
Perlu kecermatan, untuk menjadi seorang sniper maupun penembak jitu, itu sebabnya, Sean maupun Riuu sama-sama tertantang untuk bisa menjadi salah satu orang yang bisa menembak dengan baik.
"Kenapa kau ingin aku jadi tim- mu, jika kau tahu aku ini tidak berbakat?" tanya Riuu seperti tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Sean.
"Bukankah aku ingin kamu membuktikannya lebih dahulu?"
"Mengapa kau memberikan apresiasi itu padahal kau tahu aku tidak punya bakat menurutmu?"
"Karena aku ingin kau membuktikan sebesar apa keinginanmu untuk menjadi seorang penembak jitu!"
Telapak tangan Riuu kembali mengerat ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Sean.
"Jika aku kalah, tidak bisa membuat kau puas, bagaimana?"
Riuu kembali memberikan pertanyaan. Hingga Sean kembali menatap wajah Riuu dengan tatapan tajam menusuknya.
"Jika kamu tidak bisa membuat aku puas? Maka, segera tinggalkan tempat ini! Kembali ke rumah, pakai saja gelar tuan mudamu itu, untuk profesi yang lain, jangan menghambat cita-cita orang hanya karena keinginanmu itu!"
Mendengar apa yang diucapkan oleh Sean, Riuu menelan ludah.
Berat sekali aturan yang harus ia patuhi? Meninggalkan tempat ini setelah ia bersusah payah untuk mendapatkan tempat ini atas bantuan sahabatnya yang berkuasa di tempat sekarang?
Sungguh, Riuu tidak mau itu terjadi, karena baginya, berada di tempat ini adalah caranya untuk membuang semua hal yang sekiranya membuat ia menjadi pria ter-bully!
Dia pria yang lemah kata sejumlah wanita yang dikenal Riuu, hingga sampai sekarang, ia tidak berani menyukai seorang wanita dikarenakan ia terlalu sering dikatakan lemah, dan tidak cocok untuk mengharapkan cinta seorang wanita, sebab dinilai tidak bisa melindungi.
Riuu ingin jadi pria yang bisa melindungi wanita yang ia cintai nanti. Ia juga ingin melindungi orang-orang yang ia anggap penting jika dirinya bisa menjadi penembak jitu.
Tidak perlu jadi seorang prajurit. Mahir memakai senjata, bukankah ia sudah bisa melindungi?
"Kau punya tato?"
Sedang hanyut dalam lamunan, suara Sean terdengar membuyarkan apa yang dipikirkan oleh Riuu.
"Tidak!" katanya dengan cepat.
Mana mungkin ia punya tato, tidak suka bertato, dan baginya tato hanya membuat tubuhnya tidak bersih, begitu kata Riuu selalu.
"Kau berbohong!" kata Sean dengan nada suara yang datar.
"Tapi, baguslah, kau menghibur dirimu sendiri untuk memakai tato agar jika diganggu, orang mengira kau adalah seseorang yang bisa menjaga diri, benar tidak?" lanjut Sean, dan Riuu semakin tidak mengerti.
"Kau ini bicara apa? Aku tidak mengerti!"
"Mana mungkin dia punya tato. Tadi malam saja dia berteriak tanpa henti saat tidur, aku rasa, dia sedang bermimpi, diperkosa oleh banteng! Tidak bisa melawan! Atau dia diperkosa pria karena terlalu lemah, hingga disangka wanita!"
Satu orang calon sniper ikut menimpali pembicaraan antara Sean dan juga Riuu, membuat Sean melirik ke arah pria itu sesaat, dan Riuu hanya bisa mengatupkan rahangnya pertanda ia marah tapi tidak bisa berbuat apa-apa untuk membuat orang tahu bahwa dia sedang marah.
"Kamu marah? Lampiaskan kemarahan kamu, jangan hanya diam saja, bukankah kau ingin jadi kuat, benar tidak?"
Sean bicara seolah ingin memprovokasi Riuu agar ia bisa menunjukkan, sisi "lelaki" pria tersebut padanya.
"Dia tidak akan bisa marah, dia hanya bisa menangis sambil memeluk bantal guling, seperti wanita ditinggalkan pacar!" ledek calon sniper itu lagi.
Sekujur tubuh Riuu bergetar menahan perasaan. Rasanya ingin sekali ia mengarahkan senapannya ke wajah calon sniper teman satu latihan Sean agar ia bisa menembak wajah itu dengan sangat sadis.
Tapi, itu hanya keinginan Riuu di dalam hati, sebab seperti yang sudah-sudah, ia tidak bisa melakukan apapun selain hanya bisa menahan luapan rasa kesal yang ada di hatinya sekarang.
"Kau benar-benar tidak mau marah, Riuu?" tanya Sean lagi.
Apa sebenarnya yang diinginkan pria ini? Dia sengaja ingin mengetes aku, kah? Agar ia melihat aku benar-benar bisa membuktikan bahwa aku memang bisa menembak dengan baik?
Hati Riuu bicara, tangannya memegang erat senjata di tangannya, dan berusaha untuk menahan perasaannya agar ia tidak marah.
Akan tetapi, mengapa sekujur tubuhnya sekarang terasa panas?
Seperti ada api yang mengalir dalam aliran darahnya dan itu membuat perlahan tangannya yang memegang senjata mengarah kepada calon sniper teman Sean.
Melihat hal itu, teman Sean tersebut bangkit dan melancarkan aksi protesnya pada Riuu.
"Hei! Hati-hati dengan senjata itu! Kau pikir senjata itu isinya air? Aku bisa terluka jika kau mengacungkannya padaku, dan kau tidak sengaja menarik pelatuknya!" katanya dengan suara terbata.
Meskipun sudah terlatih dalam hal tembak menembak, ternyata jika melihat ada seseorang yang mengacungkan senjata pada dirinya, rasanya juga akan seperti ingin dibunuh!
"Apa yang kau lakukan, Riuu? Kau ingin menembak teman satu timku?" tanya Sean ikut tegang karena tidak seharusnya senjata yang ada di tangan seorang prajurit diarahkan pada teman satu timnya, bukan target.
"Tidak! Aku bukan ingin menembak dia, aku tidak bisa mengendalikan tanganku sendiri!"
Riuu merespon pertanyaan Sean dan kali ini senapan yang ada di tangannya mengarah tepat kepada teman satu tim Sean.
Sean bangkit. Apa yang dilakukan oleh Riuu benar-benar tidak boleh dilakukan oleh seseorang yang sedang berlatih.
Karena itulah, ia sangat waspada dengan situasi. Apalagi ia melihat tangan Riuu yang memegang senjata berkeringat.
Pemuda itu seperti melawan sesuatu yang membuat ia terus mengarahkan senjata di tangannya pada teman satu timnya.
"Hentikan, Riuu! Kau ingin membunuh teman satu timku!!"
Bentakan Sean terdengar jelas menembus indera pendengaran, ketika ia melihat Riuu sudah mulai menarik pelatuk senapan yang ada di tangannya!
Note: Jaga ucapan, karena tidak jarang, karena ucapan, diri menjadi celaka.
(Apakah Riuu benar-benar akan membunuh orang yang mengejek dirinya?)