webnovel

Bab 1

🌹🌹🌹

Seorang anak perempuan yang baru berumur enam tahun sedang bermain-main di sekeliling rumah tua itu. Sesekali ia tersenyum, saat melihat seorang ibu duduk di pintu yang mengawasinya.

"Ibu ... Temani Ruhi bermain dong!" panggil anak kecil itu.

"Ibu di sini saja, Sayang!" sahut Ibunya sambil tetap meneruskan pekerjaannya.

Ruhipun mengangguk menyerah tak mampu memaksa Ibunya.

Terkadang iapun ingin seperti orang lain yang selalu ditemani ayah dan ibunya. Tapi keinginan itu tak akan pernah tercapai karena keberadaan ayahnya selalu disembunyikan oleh ibunya.

"Kapan kau akan ikut aku ke kota, Aini!" tanya wanita yang masih nampak cantik.

"Entahlah kak Sin, aku tak ingin meninggalkan kampung ini!" Jawab Aini pelan lalu memandang wajah kakaknya.

"Aku tahu kau tak ingin kembali ke kota lagi, tapi di sana masa depan putrimu akan terjamin. Aku dan Rehan bisa membantumu." Sinta mendekati adiknya, ia tahu penderitaan Aini selama ini begitu menyiksa adiknya itu. Dari dulu hingga kini tak ada kebahagian yang didapatnya.

Apalagi semenjak ia menjalin hubungan dengan Ahmar Wijaya pemuda kaya yang terpandang. Karena hubungan yang tak dapat restu dari kedua orang tua pria itu membuat Aini tambah menderita.

"Entahlah Kak, aku belum sanggup untuk bertemu dengan ayah Ruhi."

"Kau harus sanggup, Aini! Semua ini demi Ruhi, jika kau bertahan di sini, anakmu itu tak akan dapat pendidikan yang layak. Aku yakin kau pasti bisa melewati segalanya, Sayang!"

"Apa Aku dan Ruhi tidak akan merepotkanmu, Kak!"

"Kau adikku satu-satunya, Aini! Tak ada yang merasa kerepotan bila kau mau tinggal bersama kami!" ucap Sinta.

Aini menangis haru lalu memeluk kakakbyang begitu sayang padanya.

Ainipun segera membereskan pakaiannya dan bersiap untuk ikut Kakaknya ke Raha.

"Ruhi sayang kita akan ke kota, di sana kau akan bisa bersekolah bersama Kakak Mila." cerita Aini sambil merapikan rambut anaknya.

"Benarkah Ibu ....!" Aini mengangguk.

"Asyiiik ... Aku bisa sekolah!" sorak Ruhi begitu gembira.

"Kamu senang, Sayang!"

"Aku sangat senang Ibu, aku juga ingin berteman dengan banyak orang, tidak seperti di sini hanya berteman dengan seekor kucing saja." celetuk Ruhi dan itu membuat Aini tersenyum simpul.

Ruhi pun ikut membantu Aini membereskan pakaian mereka. Meski berat hati Aini akhirnya menyerah dan mau untuk tinggal di kota.

****

Perjalanan yang sangat melelahkan membuat Ruhi tertidur lelap dalam pangkuan Ibunya.

"Aku harus kuat demi kamu, Anakku! Aku harap tak akan bertemu dengan masa laluku lagi di tempat itu." bisik hati Aini tanpa terasa air matanya jatuh menetes di pipi anaknya.

Ruhi menggeliat.

"Ibu menangis?" tanya Ruhi pelan.

"Tidak sayang, mata ibu hanya terkena debu jadi berair!" geleng Aini sambil mengusap air matanya. Ia berusaha tampil tegar di depan putri semata wayangnya.

****

Seorang pria dalam sebuah ruangan sedang menatap sebuah foto. Tatapan matanya begitu sayu seperti menyimpan kerinduan yang teramat dalam.

"Dapatkah kita bertemu lagi, Aini! Hingga saat ini aku belum sanggup menggantikan dirimu dengan orang lain dalam hatiku. Aku begitu mencintaimu, Aini!" ucap pria itu lirih.

"Aku harus mencarimu kemana, kau kini hilang bagai ditelan alam setelah kejadian itu."

Ahmar memijit keningnya, iapun kembali membayangkan kejadian enam tahun silam.

"Aku mencintai Aini, Ibu! Aku akan menikahinya apapun itu!"

"Tidak! Tidak akan pernah aku merestui kalian. Karena kau sudah aku jodohkan dengan wanita yang lebih sepadan dengan keluarga kita."

"Tapi aku hanya mencintai Aini, Ibu!"

"Sudahlah Mas, jangan memaksa, mungkin kita memang tak berjodoh. Jadi biarkan aku pergi." ucap Aini sambil melepas sebuah cincin dengan diiringi air mata yang berurai.

"Tidak Aini ... Jangan tinggalkan aku!" pinta Ahmar memohon. Tapi tangan Soraya segera menarik anaknya.

"Pergi dari rumah ini, Aini! Jangan pernah kembali lagi." bentak Soraya.

Aini dengan tangis yang memilukan pergi meninggalkan belahan jiwanya.

"Aah ... Masa lalu yang menyakitkan." Ahmar kembali tersadar dari lamunannya.

"Kau masih memikirkan dia, Kak!" tegur seorang gadis penuh perhatian.

"Kamu pasti tahu jawabannya, Aliya!" sahut Ahmar malas.

"Yakinlah pada Allah, suatu saat kalian akan dipertemukan kembali, Kak!"

"Aku tak seyakin itu, Aliya! Aku takut tak akan bertemu lagi dengannya."

"Kakak tidak boleh patah semangat dong! Percayalah kakakku sayang." ucap Aliya lalu memeluk pundak kakaknya.

Ahmar mengangguk dan tersenyum kecil dapat pelukan dari adiknya itu.