"Assalamualaikum, Nyonya." bik Asri mengucapkan salam. Saat memasuki rumah megah berhiaskan lampu kristal besar, menambah kesan mewah rumah dua lantai tersebut.
"Waalaikum salam, bik." jawab wanita parubaya yang menuruni anak tangga.q Meskipun usianya tak lagi muda, tetapi kecantikannya tak kalah dari yang muda. Dan cara berbusananya pun sopan dan elegan. Busana syar'i yang dikenakan, menambah keanggunannya.
"Perkenalkan nyonya, ini Hana. Yang kemarin katanya mau kerja disini. Kebetulan dia juga tetangga saya dikampung." ucap bik Asri seraya menyenggol lengan Hana, agar memperkenalkan dirinya kepada Nyonya Rani.
Hana gelagapan, karena sedari tadi dia fokus mengamati rumah besar tersebut.
"Perkenalkan, nama saya Hana, Nyonya." ucapnya sopan. Hana meremas tali ranselnya karena gugup. Karena ini kali pertama ia bekerja setelah lulus SMA.
"Iya, Han. bik Asri kemarin sudah cerita sama saya. Bener kamu mau kerja disini? jadi ART lho, Han?" tanya Nyonya Rani menyelidik.
Hana memiliki mata bulat, bibìr kecil dan wajah bersih. Dan yang menjadi nilai plus nya adalah dia memakai hijab. Pakaiannya pun longgar, sehingga tak memperlihatkan lekuk tubuhnya.
Beliau merasa, Hanna sangat tidak cocok menjadi ART di rumahnya. Karena biasanya seusia Hanna, akan memilih bekerja di toko atau buruh pabrik, yang kebebasannya tak terkekang seperti bekerja di rumah tangga. Namun itu hanya pendapatnya saja, yang menjalankan tentu saja Hana sendiri.
"Iya, saya yakin nyonya. Saya mau bekerja menjadi ART di rumah nyonya. karena niat saya hanya bekerja, untuk membantu ibu saya menyekolahkan adik saya yang ada di kampung." ucapnya penuh keyakinan.
Hana memang berniat untuk bekerja mencari uang, untuk membantu perekonomian keluarganya. Dia bisa lulus SMA saja sudah sangat bersyukur. Dan untuk melanjutkan ke jenjang kuliah, dia masih belum memikirkannya.
"Ya saudah kalau begitu. Bik Asri akan mengajari kamu bekerja mulai besok pagi. Sekarang kamu istirahat saja dulu di kamarmu, pasti kamu capek karena habis perjalanan jauh." titah nyonya Rani.
kemudian Beliau kembali duduk disofa, menikmati teh herbal dan membaca majalah.
"Iya, nyonya!" Hana pun melangkah mengikuti langkah bik Asri menjauh dari ruang keluarga. Lalu menuju rumah belakang khusus untuk para ART yang bekerja di sini.
Rumahnya cukup luas dan terdapat beberapa kamar tidur dan satu kamar mandi. Juga di sediakan tivi di ruang tamu untuk kenyamanan para ART di sini.
"Waaah!! pantas saja bik Asri betah bekerja disini. Nyaman banget tempat kerjanya, baik pula majikannya. Aaaa, beruntungnya aku." girang Hana dalam hati.
Memiliki majikan baik hati merupakan suatu keberuntungan bagi setiap pekerja. Menambah semangat dalam mencari nafkah. Ada kalanya mendapatkan majikan yang sangat menyebalkan. Tak mengertikan para pekerja, yang membuat para pekerja tak betah, dan berbuat curang saat bekerja.
Hana merebahkan tubuhnya dikasur lantai tebal, sejenak mengistirahatkan tubuhnya. Seraya memandang jendela besar yang langsung menghadap kekolam renang. Sungguh mewah rumah majikan barunya ini.
Dan tak lama kemudian, ia pun terlelap dalam peraduan.
***
Setelah sholat Subuh, Hana dan Bik Asri menuju lantai atas. Ia masih setia berjalan di belakang bik Asri, dan mencatat di memorinya bagaimana pekerjaan yang akan ia emban. Tanpa ada yang terlewatkan, agar tak mengecewakan sang majikan.
Mereka memasuki kamar Aditya. Menyiapkan segala keperluannya untuk Aditya ke kantor. Dari pakaian hingga sepatu yang akan di kenakan. Dan Hana menunggui bik Asri saat membangunkan Aditya.
Setelah selesai, mereka pun turun ke lantai bawah. Berkutat di dapur, membuat makanan untuk sang majikan sarapan.
"Biiiiiiiikkkkk!! kopiku mana?" teriakan terdengar dari lantai atas. Siapa lagi kalau buka Aditya.
"Iya mas Adiit, tunggu sebentar!" Begitulah bik Asri saat bersama Aditya. Yang menggapnya seperti anaknya sendiri. Begitu pula Aditya. Karena dari kecil, bik Asri lah yang merawat Aditya, saat sang Mamah mencari nafkah untuknya.
"Han! tolong kamu buatkan kopi untuk mas Adit ya? jangan banyak gula karena orangnya gak suka manis." ucap bik Sri yang masih sibuk dengan alat tempurnya.
"Iya, bik!" lalu Hana bergegas membuat kopi untuk anak majikannya tersebut, dan mengantarkan ke atas saat kopi telah siap.
tok..tok..tok..
"Masuk!!" terdengar suara sautan dari dalam. Hana melangkah masuk saat pintu di buka dari dalam.
Kening Aditya berkerut. Karena tak biasanya bik Asri menyuruh orang baru untuk melayaninya. "Kamu siapa? Kenapa bisa kamu yang buatin kopiku?" tanya Aditya kemudian.
"Sa_saya Hana, Mas." jawab Hana tergagap. Dia gugup bukan main ketika Aditya menatapnya dengan tajam.
Aditya memindai penampilan Hana yang nampak kampungan. Dengan baju lengan panjang dan kulot hitamnya. Di tambah jilbab segi empatnya yang nampak lusuh dan kusut. Sehingga membuat Aditya enggan menatapnya.
Aditya membuka lebar pintunya dan menyuruh Hana masuk ke dalam untuk menaruh kopinya.
"Taruh saja di situ." tangannya menunjuk arah nakas yang berada di samping tempat tidurnya.
Hana mengangguk, lalu segera menaruhnya di atas nakas.
"Tunggu!" cegah Aditya ketika Hana akan beranjak keluar.
"Ya, Mas."
"Kamu berdiri di sana." Tunjuk Aditya pada sebelah nakasnya.
Hana mengangguk patuh. Gegas Hana berdiri di tempat yang di tunjuk Aditya.
Ppfftt..
Uhuk..uhukk..uhuk..
Aditya terbatuk, dan semburan kopinya lantas mengotori lantai kamarnya dan sebagian ada yang menetes di kemeja kerjanya.
Brakk
Aditya dengan kencang menaruh gelas itu di atas nakasnya. "Kamu mau bikin saya diabetes ya?!" bentak Adit keras. Sudah tau dia paling tidak suka manis, tapi pembantu barunya itu membuatkan kopi rasa kolak untuknya.
Hana berjengkit kaget mendengar teriakan Aditya.
"Ma_maafkan saya mas Adit. Tapi itu sudah sesuai dengan takaran bik Asri, kog." jawab Hana takut. Ia menundukkan kepalanya takut akan kemarahan anak majikannya itu.
Aditya mengusap bibirnya menggunakan tisu. "Lain kali kalau bikin kopi yang bener. Aku paling gak suka manis. Gulanya cukup 1 sendok teh saja, jangan lebih. Kamu mengerti?"
Adit yang mulai menurunkan suaranya, karena melihat Hana yang ketakutan atas bentakannya. Adit juga merasa menyesal, karena telah membentaknya dengan keras. Seharusnya ia maklum, karena ini adalah hari pertamanya bekerja di rumahnya.
Adit mengambil beberapa helai tisu berniat membersihkan lantai kamarnya. Namun dengan cepat Hana mengambil dari tangan Aditya dan mengelap lantainya sampai bersih."
"Sekali lagi, maafkan saya mas Aditya." Cicit Hana.
"Ya, kamu boleh kembali ke dapur dan siapkan kopi baru untukku. Dan inget pesanku barusan." titah Adit kepada Hana.
Hana mengangguk patuh. Kemudian segera melangkah keluar dan langsung menuju ke dapur untuk kembali membuat kopi untuk Aditya.
Bik Asri pun terheran melihat Hana yang membawa turun kembali kopi buatannya. Karena biasanya anak majikannya itu tak pernah rewel jika masalah kopi. "Loh! kog bikin kopi lagi, Han?" tanya Bik Asri kemudian.
"Hehe...kopi bikinan aku kemanisan, bik. Jadi nyembur deh mas Aditnya tadi." Jawab Hana cengengesan.
Bik Asri tertawa mendengarnya. Lantas ia membantu Hanna membuat kopi yang baru. Dengan seksama Hana memperhatikan setiap takaran, agar tak kembali mendapat penolakan.
"Sudah, Han. Dan kamu taruh saja di meja makan. Biasanya sebentar lagi mas Aditya nya bakal turun untuk sarapan."
Hanna mengangguk. Ia pun kembali menyajikan kopinya di atas meja makan. Dan bersamaan itu juga Aditya yang melangkah turun dari kamarnya.
"Tunggu di situ!!" titah Aditya.
Hana yang berniat kembali ke dapur pun menghentikan langkahnya. Lalu dia berbalik dan berdiri di tempatnya seraya menunggu perintah selanjutnya.
"Gak akan kemanisan lagi, kan?" tanya Adit sembari menilik cangkir di tangannya. Dia pun masih ngeri mengingat rasa kopi yang manisnya kebangetan.
"Hehe, semoga enggak, Mas." cengir Hana dengan polosnya.
Untuk sesaat Aditya tak mampu mengalihkan pandangannya dari wajah Hanna. Wajah manis Hana seolah mampu menghentikan waktunya untuk beberapa saat. Namun segera dia menepis itu karena itu tak mungkin terjadi.
"Ekkheemm!!!" suara deheman membuat Aditya seketika sadar. Dan dia sempat terkejut ketika sang Mama sudah berada di sampingnya.
"Jangan lupa kedip, Dit. Entar kemasukan kopi lho matanya." goda Nyonya Rani sambil tersenyum menggoda. Lalu beliau mengalihkan pandangannya ke arah Hana yang sudah menundukkan wajahnya.
"Apaan sih, Ma? Nggak lucu pagi-pagi udah bikin lawakan receh." Sungut Aditya.
Nyonya Rani tersenyum. Kemudian segera menggeser kursinya dan segera menjatuhkan bobot tubuhnya.
"Oh, ya Han. Kamu boleh kembali ke dapur dan bantu bik Asri. Dan jangan lupa sarapan ya, Han." titah nyonya Rani seraya menatap Hana lembut.
Kening Aditya berkerut ketika melihat sang Mama yang sangat perhatian dengan pembantu barunya itu. Pertanyaan demi pertanyaan muncul di benaknya melihat sikap manisnya pada Hana.
"Mama kenapa? Nggak biasanya Mama bersikap manis pada pembantu baru?" tanya Aditya. Kemudian dia mulai menyesap kopi paginya tersebut.
"Karena dia calon mantu, Mama!!"
Uhuk..uhukk..uhuk..
Terima kasih sudah mau mampir di cerita remahan milik saya. Saya hanya berusaha menghibur, dan semoga saja bisa menghibur anda semua.
Silahkan tinggalkan komentar dan jangan lupa di tambahkan di rak, ya. Terima Kasih...