webnovel

Membicarakan Kejelekan di Belakang

Éditeur: Wave Literature

Setelah selesai memberi hormat pada instruktur kepala, Gu Qingjiu menurunkan tangannya dan menempatkan kedua tangannya tepat di masing-masing samping tubuhnya dengan sangat rapi. Benar-benar postur tubuh seseorang yang penurut dan benar-benar mendengarkan, kepalanya menunduk dan matanya menatap ke bawah. Ia sama sekali tidak berani untuk menatap ke arah He Niancheng.

Tidak ada suara yang terdengar selama beberapa saat, udara di sekitar seolah berubah menjadi menyesakkan. Hingga akhirnya, Huo Yingcheng memecah kesunyian tersebut, "Kamu tidak mungkin berpikir kami ada di sini karena mengikutimu, kan? Kami sudah ada di sini sekitar 1 jam yang lalu. Jadi tidak perlu pasang muka seperti itu juga lah…" katanya. 

Sebenarnya terdengar nada bercanda dari perkataan laki-laki itu, namun Gu Qingjiu tetap menundukkan kepalanya dan tanpa sadar kepalan tangannya malah semakin kencang. Ia menebak, kalau saat ini ekspresi wajah He Niancheng pasti sangat menyeramkan.

Kira-kira hampir 1 menit berlalu, He Niancheng akhirnya mulai bersuara, "Jalan ke arah barat sejauh 273 meter, nanti bisa terlihat jalan setapak terdekat. Mau naik ke puncak ataupun turun ke kaki gunung dapat melewati jalan tersebut." Katanya dengan sangat datar.

Gu Qingjiu hanya terdiam mendengarnya, begitu juga dengan Huo Yingcheng, Dasar orang tidak masuk akal! Bagaimana mungkin dapat memperkirakan jarak sampai sepresisi itu? Batinnya dalam hati.

Gu Qingjiu sebenarnya tidak ingin berlama-lama berada di sana bersama kedua lelaki itu. Akan tetapi mau tidak mau ia harus bertanya lebih jelas, "Maaf instruktur kepala. Tapi saya tidak tahu yang mana utara, selatan, barat, maupun timur. Saya hanya tahu kiri dan kanan saja." Ucapnya sambil takut-takut.

Semakin diucapkan, semakin berdebar hati Gu Qingjiu, ia takut kalau instruktur kepalanya itu akan memakinya. Namun apa daya, ia benar-benar tidak tahu menahu mengenai arah mata angin.

Generasi muda seperti Gu Qingjiu, kemana-mana mengandalkan ponsel. Ketika mencari jalan, juga hanya cukup mengetiknya dan aplikasi penunjuk arah di ponselnya akan membantunya menunjukkan arah yang benar. Masa bodoh dengan utara, selatan, barat, maupun timur. Mereka hanya tahu utara adalah atas, selatan adalah bawah, barat adalah kiri, dan timur adalah kanan. Namun saat ini, ia sedang menghadap ke arah mana saja tidak mungkin dapat membedakannya.

Huo Yingcheng tidak dapat menahan dirinya untuk berdiam diri lagi. Akhirnya terdengar suara tawa keluar dari mulutnya, "Arah mata angin saja tidak dapat membedakan. Apa saja yang telah diajarkan oleh instruktur kalian selama ini? Jalan menuju ke atas sana!" ucapnya dengan tidak sabaran. Suaranya kali ini terdengar begitu dingin dan sedikit membentak. 

Mendengarnya itu membuat tubuh Gu Qingjiu sedikit tersentak karena terkejut. Namun, ia masih tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih pada instruktur kepalanya itu, "Terima kasih, instruktur kepala!" Ucapnya sambil memberi hormat. 

Selesai memberi hormat, dengan cepat Gu Qingjiu melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu dan berjalan ke arah atas. Ia sama sekali tidak menginginkan untuk tinggal lebih lama di tempat yang sama dengan instruktur kepalanya itu. Kalau sedari awal bilang mengarah ke atas kan aku tidak perlu bertanya juga. Lagipula, para instruktur mana ada mengajari bagaimana cara membaca arah mata angin. Batinnya dengan kesal.

Huo Yingcheng melihat ke arah punggung Gu Qingjiu yang berjalan menjauh dengan terburu-buru pergi dari tempat itu, "Dia dalam hatinya pasti sedang memaki dirimu. Dari awal bilang saja jalan ke arah atas apa susahnya, sih? Anak muda jaman sekarang ini yang mengerti arah mata angin pasti bisa dihitung jari." Ucapnya pada He Niancheng.

Pada umumnya ketika bertanya arah, orang pasti akan menjawab dengan menggunakan arah kiri atau kanan. Jadi, zaman sekarang mana ada orang yang menjelaskan arah jalan dengan menggunakan arah mata angin.

He Niancheng menatap Huo Yingcheng dengan tatapannya yang dingin dan tanpa ekspresi ia berkata, "Dia itu seorang murid SMA."

"Murid SMA dari mana? Dia sekarang seorang taruna di pelatihan militer ini. Bagaimana…" kata Huo Yingcheng. Tiba-tiba, ia tersadar bahwa ucapan instruktur kepalanya itu adalah untuk menyindirnya, "Aku kan sudah bilang. Dia itu bukan tipeku. Aku tidak ada perasaan apa-apa padanya. Kan hanya karena beberapa kali tidak sengaja bertemu. Bukankah terasa begitu sering kita tidak sengaja bertemu dengannya? Komandan He, kenapa sekarang jadi suka membuat gosip yang tidak-tidak begini?" Ocehnya panjang lebar.

Gu Qingjiu yang telah berjalan cukup jauh tidak mendengar percakapan kedua lelaki di belakangnya itu. Ia saat ini sedang terus berjalan sambil berkonsentrasi memperkirakan 273 meter yang diucapkan oleh He Niancheng padanya. Setelah berjalan beberapa saat, ia akhirnya menemukan jalan setapak yang dimaksudkan oleh He Niancheng.

Gu Qingjiu melihat jalan setapak yang bercabang. Yang satu mengarah ke arah kaki gunung, sedangkan yang satu menuju ke arah puncak gunung. Di sana, ia juga melihat beberapa taruna yang lain bersimpang siur di jalan tersebut. Ia merapikan jaket Yu Bao'er yang dibawanya, menatap ke langit sejenak, lalu melanjutkan perjalanannya menuju puncak gunung.

Sesampainya di puncak gunung yang tidak jauh dari persimpangan jalan tadi, Gu Qingjiu berusaha mencari keberadaan Yu Bao'er. Matanya menatap ke sekumpulan senior tentara laki-laki yang sedang duduk di atas batu besar. Di sana ia menemukan Yu Bao'er berada di antara mereka yang sedang bersenda gurau dengan santainya. Baru saja ia mau berjalan ke arah Yu Bao'er, lalu terdengar suara bisik-bisik dari belakangnya. "Dasar tidak tahu malu." Ucap suara itu.

Gu Qingjiu terhenti sejenak, lalu ia menoleh ke belakang dan mendapati 2 taruna wanita sedang menatap ke arah Yu Bao'er dengan tatapan mengejek dan iri hati...